Friday, June 27, 2008

Berani

Seorang pemilik tambak di Surabaya mengadakan sebuah sayembara. Pemenang sayembara akan dipekerjakan sebagai kepala sekuriti untuk mengawasi tambak-tambak yang dia miliki. Selain itu, juga akan mendapat hadiah uang senilai satu juta rupiah. Karena para pencuri ikan yang ada ditambaknya merupakan manusia kejam dan nekat maka penjaga tambak yang dicari adalah mereka yang betul-betul berani. Untuk itu dia sudah mempersiapkan sebuah arena khusus.

Hari sayembara telah tiba. Para peserta yang berminat telah datang. Begitu juga yang hanya sekedar ingin menonton. Mereka berkumpul mengelilingi sebuah tambak. Tambak itulah yang dijadikan arena untuk menguji nyali dan keberanian peserta sayembara. Bukan sembarang tambak, melainkan tambak yang didalamnya berisi buaya, ikan piranha, ikan hiu, dan ular berbisa. Isi tambak itu benar-benar membuat ngeri seluruh peserta dan penonton yang hadir. Adapun syarat untuk menjadi pemenang sederhana saja. Siapa yang berani masuk ke dalam tambak dan keluar dengan selamat, dialah yang akan menjadi pemenangnya.

Sudah setengah jam sayembara berlangsung. Tidak ada satupun peserta yang berani terjun ke dalam tambak. Tiba-tiba, ada seorang laki-laki yang melompat terjun. Semua orang bertepuk tangan. Mereka kagum campur tidak percaya atas keberanian laki-laki itu. Wajar saja bila mereka bersikap seperti itu karena penampilan lelaki pemberani itu tidak meyakinkan, kurus dan kelihatan penyakitan.

Setelah berjuang sekuat tenaga, si pemberani itu berhasil keluar dari tambak meskipun seluruh tubuhnya berdarah-darah. Orang-orang segera mengerumuni. Pemilik tambak selanjutnya mengucapkan selamat dan mengungkapkan kekagumananya.

“Selamat, anda telah berhasil menjadi pemenang. Oleh karena itu anda berhasil memperoleh pekerjaan di tambak saya dan berhak mendapatkan hadiah uang satu juta,” kata pemilik tambak.

“Sa…sa..saya… ti..tidak mau… sssemua… hadiah itu,” kata laki-laki pemberani dengan meringis kesakitan dan terengah-engah.

Pemilik tambak kaget atas penolakan itu. Begitu juga orang-orang yang mengerumuninya. Pemilik tambak berpikir, barangkali dia mau hadiah yang lebih besar. Dia kemudian menawarkan hadiah tambahan. “Baiklah. Kalau begitu hadiahnya saya tambah dengan mobil Honda Jazz terbaru.”

“Tidak mau.” Jawab laki-laki itu.

“Saya tambah lagi dengan rumah mewah lengkap dengan isinya.” Kata pemilik tambak mulai jengkel.

“Tidak sudi.”

Pemilik tambak benar-benar jengkel atas keangkuhan laki-laki yang hampir saja jadi santapan berbagai jenis binatang buas dan berbisa itu. Selain itu, dia juga penasaran apa sebenarnya yang diinginkan pemenang sayembara itu. Semua hadiah yang ditawarkan ditolak mentah-mentah.

“Jika semua hadiah yang saya tawarkan kamu tolak semua, lalu apa sebenarnya yang kamu inginkan?” Tanya pemilik tambak ingin tahu.

Masih dengan terengah-engah, laki-laki itu menjawab, “Sssa…saya…hanya… i.i.i..ngin…tahu…si..siapa…yang…men…men…mendorong saya tadi!”

Barangkali anda pernah dengar atau baca joke yang saya tulis di atas. Sengaja saya mengawali tulisan ini dengan cerita lucu tapi inspiratif yang lumayan panjang. Ada something yang bisa kita jadikan pelajaran dalam kisah itu, yaitu keberanian.

Ngomong-ngomong tentang keberanian, beranikah anda? Dalam hal apapun. Bagi orang-orang tertentu, menjadi berani itu bukan hal yang mudah. Bahkan ketika mereka benar sekalipun. Slogan berani karena benar tidak berlaku buat mereka. Penyebab ketidakberanian itu salah satu penyebabnya adalah karena kondisi yang mendidik untuk menjadi seorang penakut. Saat jaman penguasa republik ini begitu mudahnya menjatuhkan hukuman kepada mereka yang dianggap vokal, orang menjadi takut untuk berani. Makanya begitu muncul reformasi yang sebagian orang mengatakan reformasi kita ini reformasi kebablasan, banyak orang berlomba-lomba untuk berani. Reformasi bagi orang-orang ini sama dengan berani dan bebas sebebas-bebasnya.

Kebalikan dari orang yang tidak berani meskipun benar, ada manusia yang meskipun jelas-jelas salah dia tetap berani. Salah saja berani, apalagi benar ya. Kalau yang satu ini tergolong manusia yang nekat dan tak tahu diri. Garong, rampok, copet, kecu, bromocorah, gentho, jambret, bajingan, maling, koruptor, mereka semua termasuk dalam golongan ini. Mau nambahin lagi?

Kembali lagi tentang keberanian, seperti cerita di atas, kadang-kadang untuk menjadi berani, kita ini harus dipaksa. Seperti laki-laki sial di atas, dia harus menjadi berani bila ingin tetap hidup. Bila kita ini tiba-tiba dicemplungkan dalam kondisi untuk berubah tetapi syaratnya harus berani, syarat itu akan kita ambil.

Saya mengalami hal itu, ada kondisi yang menuntut saya untuk menjadi berani. Karena saya dan keluarga ingin berubah, kami diharuskan berani. Perubahan itu mensyaratkan saya harus pindah rumah. Untuk memutuskan pindah rumah, butuh sebuah keberanian karena akan memunculkan banyak resiko dan kerepotan. Memindahkan sekolah anak, beradaptasi dengan lingkungan baru, dan kehilangan tetangga-tetangga yang baik serta kawan bermain adalah beberapa contoh yang bisa saya sebutkan. Akhirnya saya menjadi berani seperti laki-laki yang kecemplung dalam tambak di atas, bukan karena didorong orang iseng tetapi karena dorongan keluarga dan yang terutama dorongan itu muncul karena tuntutan untuk memiliki hidup yang lebih berkualitas.

Itulah sebabnya, dalam beberapa hari yang lalu, anda bisa baca dalam tulisan berjudul Tak Tahu Diri, saya mau merepotkan diri mencari rumah kontrakan. Dan akhirnya saya putuskan, tanggal 5 Juli 2008 nanti, saya dan keluarga akan boyongan. Doakan semua lancar ya.

Thursday, June 19, 2008

Kebodohan Istimewa

Anda tahu? Hari ini saya ulang tahun. Saya mendapatkan hadiah spesial yang saya ciptakan sendiri. Bukan, bukan salah satu dari kado-kado terindah yang saya tulis sebelum tulisan ini, tetapi sebuah hadiah yang berbentuk kebodohan. Kebodohan yang benar-benar istimewa. Lalu, di mana istimewanya?

Entah kenapa di tanggal dan bulan yang sama dengan waktu dulu emak saya melahirkan saya ini, saya memutuskan pergi ke kantor polisi (polsek atau polres namanya, bodo amat, saya selalu dibingungkan dengan istilah-istilah itu). Saya ada urusan dengan mereka. Maaf, jangan suundzon dulu, saya bukan kriminal, jadi, tentu saja urusannya ya yang baik-baik. Saya akhirnya memutuskan membuat sim (surat ijin mengemudi) lagi setelah sim C lama saya telah mati empat tahun yang lalu.

Dengan diantar teman sekantor, saya meluncur di atas sepeda motor menuju wilayah Cibinong. Kantor polisi itu ada di ruas jalan yang sama dengan kantor bupati Bogor. Sekali lagi, entah Jalan Pemda atau jalan apa namanya. Anda boleh kasih tahu saya bila merasa perlu dan terima kasih saya sampaikan sebelumnya. Begitu saya sampai di tempat tersebut, saya menuju ke loket pembuatan sim. Di tempat itulah saya mulai merangkai hadiah istimewa untuk ulang tahun saya.

Di desk setelah pintu masuk, berderet beberapa polisi. Saya langsung menghampiri mereka dan bertanya bagaimana cara membuat sim C. Saya katakan sim saya telah habis masa berlakunya. Oleh salah satu polisi dikatakan saya harus membuat sim baru karena sim lama saya sudah terlalu lama mati. Di kaca pintu masuk ternyata juga ada tulisan yang intinya menyatakan bahwa sim yang masa berlakunya habis kurang dari satu tahun bisa diperpanjang lagi. Polisi itu kemudian dengan bisik-bisik menanyakan kepada saya apakah mau dibantu atau akan mengurus sendiri.

Ketika saya datang, saya ini ibarat orang baru yang masuk ke negeri antah-berantah. Saya tidak tahu mana utara mana selatan. Saat itu saya benar-benar mengalami disorientasi. Makanya begitu ada tawaran bantuan dari polisi, yang tentu saja dengan imbalan uang, saya anggap sebagai sebuah cahaya di kegelapan yang menuntun saya. Setelah sepakat akan membayar jasa dia sebesar 200 ribu, proses pembuatan sim dimulai. Saya memang tidak perlu ujian teori atau praktek, tapi saya benar-benar menyesal melakukan kebodohan dengan menyetujui terjadinya bribery. Polisi itu tidak salah. Saya katakan tidak salah dalam artian bribery itu terjadi bukan karena dia yang menentukan, tetapi sayalah yang memutuskan tindakan tidak terpuji itu bisa terjadi. Dan saya yakin tidak hanya dia yang memanfaatkan posisi/jabatan dan kebingungan orang. Para pembuat sim, apalagi yang baru atau sudah sangat lama tidak ke situ seperti saya ini, ibarat anak domba masuk ke perangkap serigala sehingga menjadi sasaran empuk bagi para polisi korup. Kalau sudah begitu, barangkali semboyan polisi yang katanya melayani dan melindungi masyarakat perlu dipertanyakan kembali.

Akhirnya jam 15.30 wib sim C saya selesai. Meskipun dibantu seorang polisi, saya tetap perlu sekitar 6,5 jam dalam mengurus pembuatannya. Surat mengemudi itulah yang menjadi bentuk kebodohan saya. Kebodohan istimewa yang menjadi kado ulang tahun. Istimewa karena kebodohan itu saya lakukan di saat kontrak hidup saya di dunia ini berkurang satu tahun.

Agar kebodohan saya ini tidak terjadi pada anda, saya punya kewajiban moral untuk menuntun anda. Dengan demikian, ketika nanti anda (yang tinggal di Kabupaten Bogor) membuat sim, anda tidak tersesat seperti saya. Yang pertama kali perlu anda lakukan ketika sampai di kantor polisi adalah bersikap tenang. Jangan panik, jangan bingung, pelajari situasi. Baca petunjuk yang sebenarnya sudah terpampang jelas di kaca atau dinding dengan tenang dan sampai mengerti serta paham betul. Setelah itu baru anda jalankan tahap-tahap yang saya tuliskan di bawah ini.

Tahapan Pembuatan SIM Baru:

Tahap 1
Anda mendaftar dahulu ke meja resepsionis yang ada di belakang pintu masuk. Nanti anda akan diberi 1 stopmap/folder bila membuat satu sim (C/A) dan 2 stopmap bila membuat dua sim (C & A) dan diminta memasukkan satu lembar fotokopi ktp ke dalam stopmap itu. Biaya nol rupiah.

Tahap 2
Stopmap + fotokopi ktp itu dibawa ke balai kesehatan yang ada di samping masjid Al-Muhajirin untuk mendapat surat keterangan hasil tes kesehatan. Biaya: Rp.15.000.

Tahap 3
Setelah itu, baru ke loket 1 s/d 5 dengan keterangan sebagai berikut:

Loket 1: PUTOR (Bank)
Serahkan stopmap yang sudah berisi surat kesehatan & fotokopi ktp ke Loket 1. Di loket ini, anda akan membayar Rp.75.000 sebagai tarif pembuatan sim baru. Setelah mengisi formulir yang diberikan, kemudian diserahkan ke Bagian Asuransi yang ada di belakang Loket 1. Saat mendapat panggilan dari Bagian Asuransi, stopmap yang berisi fotokopi ktp, surat kesehatan, kuitansi pembayaran dari Loket 1, dan formulir yang sebelum sudah anda isi akan diserahkan kembali dengan membayar premi asuransi Rp.15.000.

Loket 2: Ruang Registrasi
Stopmap kemudian anda serahkan ke Loket 2 dan tunggu panggilan untuk mengambil kembali stopmap anda itu. Tidak ada biaya yang dibayarkan di Loket 2.

Loket 3: Ruang Ujian Teori
Stopmap anda serahkan ke petugas di loket ini. Anda menunggu dipanggil untuk menjalankan ujian teori. Bila lulus, akan diteruskan dengan ujian praktek. Bila tidak lulus, anda bisa mengulang kembali paling lambat 15 hari kemudian. Tidak ada biaya yang dibayarkan di Loket 3 atau saat menjalankan ujian praktek.

Loket 4: Ruang Data
Stopmap kemudian anda serahkan ke Loket 4. Setelah itu anda tinggal menunggu di depan Loket 5 untuk pemotretan. Tidak ada biaya yang dibayarkan di Loket 4.

Loket 5: Ruang Foto
Anda akan dipanggil untuk masuk ke ruang ini. Sebelum pemotretan, anda diminta membuat tanda tangan di atas selembar kertas kecil. Pemotretan dilakukan setelah sebelumnya anda diminta menempelkan sidik jari jempol tangan kiri dan kanan anda. Tidak ada biaya yang dibayarkan di Loket 5.

Tahap 4
Setelah pemotretan, anda keluar saja dari ruangan. Sim yang sudah jadi akan dibagikan di luar ruangan atau di depan pintu masuk dengan cara memanggil nama pemiliknya satu-satu. Tidak ada biaya dalam tahap ini.

Bisa anda lihat sendiri sekarang, sebenarnya membuat sim (A atau C) biayanya tidak terlalu mahal bila mau menjalani proses normal, Rp.105.000 (Rp.15.000 + Rp.75.000 + Rp.15.000). Memang perlu kesabaran dalam membuatnya. Namun bila anda mau melakukan, anda mengurangi terjadinya bribery. Beda dengan kebodohan yang telah saya lakukan yang membutuhkan waktu lama (juga) dan harus membayar kebodohan itu sebanyak Rp.305.000 (Rp.105.000 tarif resmi + Rp.200.000 biaya nyogok). Sudah mendukung korupsi, lama lagi. Benar-benar sudah jatuh ketimpa tangga.

Terserah, anda boleh menyalahkan dan mencela saya.

Wednesday, June 18, 2008

Tak Tahu Diri

Jujur saja, saya menulis ini karena terinspirasi dengan pengalaman saat mencari rumah kontrakan. Rumah kontrakan? Ya. Meskipun saya sekarang sudah menempati rumah sendiri, saya kemudian memutuskan untuk pindah rumah. Pengen tahu kejadian apa yang sampai bisa mendorong saya membuat tulisan ini dan alasan kenapa saya pindah rumah? Baca saja terus. Itu saja kok.

Tiga minggu terakhir ini, hampir tiap hari saya menyempatkan diri keliling Bogota mencari rumah kontrakan. Pertimbangan saya ngontrak rumah meskipun sudah punya sederhana saja. Saya ingin tinggal dekat tempat kerja. Hal itu saya lakukan agar bisa hemat waktu, tenaga, dan - ini yang penting - uang. Bila saya menyebut Bogota, jangan terpesona dulu dan melihat saya ini high profile. Saya tetap orang biasa saja, orang kampung, dan ndeso. Meskipun saya bisa berkeliling di Bogota, bukan berarti saya tinggal di luar negeri. Jika anda mengira Bogota itu adalah ibukota negara Colombia yang dulu disebut dengan Santa Fe de Bogotá, anda salah. Saya masih tinggal di Bogor, dan Bogota yang saya ubek-ubek itu adalah Bogor Utara. That’s it.

Kenapa saya lebih memilih mengacak-acak Bogota dalam mencari rumah kontrakan? Karena di dekat wilayah itulah tempat saya mencari sesuap nasi dan sepiring emas berlian serta seperangkat kepribadian (rumah pribadi, mobil pribadi, yacht pribadi, twentiwan pribadi (home theatre maksudnya), dan pribadi-pribadi lainnya). Itulah sebabnya juga kenapa saya mau bercape-cape keliling-keliling hampir setiap hari.

Langkah pertama dalam mencari rumah kontrakan adalah dengan mendatangi lokasi yang paling dekat dan, menurut saya, paling representatif bagi manusia ndeso selevel saya ini. Dan pengalaman pertama itu jugalah yang menjadi pendorong saya membuat blog ini. Dalam pengalaman itu saya merasa sedang berhadapan dengan seorang yang tidak tahu diri. Jika anda menganggap blog ini sebagai bentuk gunjingan yang dituliskan, okelah. Saya terima saja. Kadang-kadang saya memang suka ngomongin orang, meskipun dalam bentuk tulisan dan suka juga dalam bentuk sindiran. Mudah-mudahan dosa saya ini membawa dampak positif bagi yang sedang dipergunjingkan. Emang bisa ya, dosa berdampak positif?

Jika tadi saya katakan saya merasa berhadapan dengan seorang yang tidak tahu diri, saya akan pertanggung jawabkan perasaan saya itu. Tentu saja saya tidak asal menuduh. Dan eit, perlu saya clear-kan, saya tidak punya dendam dan bermaksud mendiskreditkan orang itu. Lagian, mana anda akan tahu siapa orang yang saya maksudkan bila saya tidak memberitahu anda. Betul kan? Dan juga, saya berterima kasih dengan dia karena telah menjadi contoh yang baik sehingga saya tidak perlu menjadi orang yang seperti itu, orang yang tidak tahu diri!

Peristiwa itu dimulai dengan kunjungan saya ke sebuah komplek perumahan yang meskipun di pinggir Kota Bogor berbatasan dengan Kabupaten Bogor, harganya amit-amit dah. Mahal sekali untuk ukuran saya dan tidak masuk akal. Okelah, itu bukan masalah saya karena saya tidak berencana beli rumah. Setidaknya saat itu dan tidak dalam waktu sekarang ini. Saya hanya perlu mencari rumah kontrakan yang sederhana, terdiri dua kamar, tidak ada saluran teleponnya tidak apa-apa, yang penting ada listrik dan airnya tidak ada masalah. Berkelilinglah saya di komplek perumahan itu. Mata saya jelalatan seperti maling mencari korban. Setiap rumah saya amati, barangkali ada tulisan ‘dikontrakkan.”

Akhirnya saya temukan sebuah rumah di ujung jalan. Namun tulisan yang ditempel di jendela kacanya bukan ‘dikontrakkan’ tetapi ‘dijual.” Saya tidak langsung menghubungi nomor itu. Saya hanya mencatatnya. Setelah sampai di kantor lagi, baru saya kontak nomor itu. Sambutan yang saya terima cukup mencengangkan saya, memberi kesan sombong dan sok sibuk. Dia minta supaya saya kirim sms saja. Oke, saya lakukan itu. Saya menanyakan dalam sms itu apakah rumahnya bisa dikontrakkan atau memang hanya akan dijual seperti yang dia tulis dan berapa harga yang dia minta bila dikontrakkan. Dia menjawab sms saya tetapi pertanyaan saya tentang harga tidak dia jawab. Saya putuskan untuk ketemu saja esok harinya. Dia menyanggupi.

Esoknya saya ketemuan dengan dia di rumahnya sesuai waktu yang dijanjikan. Orangnya baik dan ramah. Beda dengan saat ditelepon. Sebagaimana biasanya, basa-basi dilakukan dahulu sebelum ke pokok permasalahan. Saat tiba waktunya saya tanyakan berapa harga yang dia minta bila dikontrak, dia minta bulanan tetapi bingung dengan harga yang harus diberikan. Rupanya dia tidak memiliki standar harga rumah kontrakan. Kemudian saya beritahukan bahwa saya punya teman yang mengontrak rumah tidak jauh dari komplek perumahan itu. Teman saya ini membayar uang kontrak sebesar 300 ribu per bulan untuk tipe rumah dengan satu kamar tidur, dan harga itu juga kadang-kadang berlaku juga untuk rumah dengan dua kamar, tergantung pintar-pintarnya menawar. Dan harga pasaran rumah kontrak di wilayah itu memang segitu. Pertemuan berakhir dengan janji saya akan diberi kabar bila sudah ada keputusan berapa harga yang akan dia berikan dalam waktu yang tidak lama.

Dua hari kemudian, karena belum ada jawaban, saya berinisiatif mengirim sms menanyakan apakah sudah ada keputusan untuk harga rumah yang saya ingin kontrak itu. Sungguh luar biasa jawaban yang diberikan. Fantastis, luar biasa. “Bila per bulan mau 1,5 (juta! tentu saja!), silakan dikontrak.” Waduh! Rupanya orang ini benar-benar luar biasa. Saya tidak tahu dari mana dia peroleh angka sefantastis itu. Sementara harga kontrak rumah di pasaran (sekitar wilayah itu) hanya 250 s/d 300 ribu per bulan untuk ukuran rumah standar seperti yang dia miliki, dia dengan gagah berani dan gegap gempita mengajukan tawaran yang yaaa… gitu deh!

Setelah terima sms itu saya jadi mbatin, benar-benar nggak tahu diri tuh orang. Boleh sih menawarkan harga sesuai keinginan, tetapi lihat-lihat dong. Dan ternyata dalam pengembaraan saya mencari rumah kontrakan idaman, di perkampungan belakang Universitas Pakuan saya ketemu lagi dengan orang yang mirip. Kali ini harga yang ditawarkan membuat saya langsung mengucapkan terima kasih dan sudah pasti tidak akan kembali lagi. Dengan harga 5 juta per tahun untuk rumah yang, maaf, bukan hanya butut tapi juga kecil meskipun dua lantai dan terkesan jorok di sebuah kampung tikus (sempit), harga yang ditawarkan itu benar-benar tidak masuk akal.

Yang lebih tidak saya mengerti, dari dua lantai rumah yang dia tawarkan itu saya boleh memilih untuk kontrak lantai atas yang memang kosong atau lantai bawah yang sekarang dia tempati bersama keluarganya. Bila saya memilih lantai bawah, dia akan pindah ke atas. Memang semudah itu? Apalagi saya lihat tidak ada meteran listrik di rumah yang berada dalam perkampungan super padat itu. Pantesan dia bilang listrik di rumah itu dayanya ribuan watt.

Pffff... rupanya cari rumah kontrakan sama sulitnya dengan mencari jarum di jerami. Coba kita seperti siput yang kemana-mana membawa rumahnya ya? Ah, saya ini, aya-aya wae!

Tuesday, June 17, 2008

Kado Terindah

Biasa, penyakit malas kumat lagi. Sudah berapa lama saya tidak menulis buat anda? Setengah bulan lebih! Agar tidak terlalu vakum, biarlah saya kasih anda isi dari email yang dikirim oleh teman saya, Kenik, yang sekarang tinggal di Belgia (Kenik, terima kasih atas forward-tan yang kamu kirimkan). Tulisan yang saya sajikan buat anda sekarang ini bercerita tentang kado-kado terindah dan tak ternilai harganya serta tidak mungkin bisa anda temukan di toko manapun di atas jagad ini. Istimewanya lagi, kado-kado ini bisa anda berikan kapan saja dan tidak perlu membelinya.

Namun demikian, delapan (8) macam kado ini bisa menjadi hadiah spesial bagi orang-orang yang Anda sayangi.

1. Kehadiran
Kehadiran orang yang dikasihi rasanya adalah kado yang tak ternilai harganya. Memang kita bisa juga hadir di hadapannya lewat surat, telepon, foto, atau faks. Namun dengan berada di sampingnya, Anda dan dia dapat berbagi perasaan, perhatian, dan kasih sayang secara lebih utuh dan intensif. Dengan demikian, kualitas kehadiran juga penting. Jadikan kehadiran Anda sebagai pembawa kebahagiaan.

2. Mendengar
Sedikit orang yang mampu memberikan kado ini. Sebab, kebanyakan orang lebih suka didengarkan, ketimbang mendengarkan sudah lama diketahui bahwa keharmonisan hubungan antar manusia amat ditentukan oleh kesediaan saling mendengarkan. Berikan kado ini untuknya. Dengan mencurahkan perhatian pada segala ucapannya, secara tak langsung kita juga telah menumbuhkan kesabaran dan kerendahan hati. Untuk bisa mendengar dengan baik, pastikan Anda dalam keadaan betul-betul relaks dan bisa menangkap utuh apa yang disampaikan. Tatap wajahnya. Tidak perlu menyela, mengkritik, apalagi menghakimi. Biarkan ia menuntaskannya, ini memudahkan Anda memberikan
tanggapan yang tepat setelah itu. Tidak harus berupa diskusi atau penilaian. Sekedar ucapan terima kasihpun akan terdengar manis baginya.

3. Diam
Seperti kata-kata, di dalam diam juga ada kekuatan. Diam bisa dipakai untuk menghukum, mengusir, atau membingungkan orang. Tapi lebih dari segalanya, diam juga bisa menunjukkan kecintaan kita pada seseorang karena memberinya 'ruang'. Terlebih jika sehari-hari kita sudah
terbiasa gemar menasihati, mengatur, mengkritik, bahkan mengomel.

4. Kebebasan
Mencintai seseorang bukan berarti memberi kita hak penuh untuk memiliki atau mengatur kehidupan orang bersangkutan. Bisakah kita mengaku mencintai seseorang jika kita selalu mengekangnya? Memberi kebebasan adalah salah satu perwujudan cinta. Makna kebebasan bukanlah 'Kau bebas berbuat semaumu'. Lebih dalam dari itu, memberi kebebasan adalah memberinya kepercayaan penuh untuk bertanggung jawab atas segala hal yang ia putuskan atau lakukan.

5. Keindahan
Siapa yang tak bahagia, jika orang yang disayangi tiba-tiba tampil lebih ganteng atau cantik? Tampil indah dan rupawan juga merupakan kado lho. Bahkan tak salah jika Anda mengkadokannya tiap hari. Selain keindahan penampilan pribadi, Anda pun bisa menghadiahkan keindahan suasana di rumah. Vas dan bunga segar cantik di ruang keluarga atau meja makan yang tertata indah, misalnya.

6. Tanggapan Positif
Tanpa sadar, sering kita memberikan penilaian negatif terhadap pikiran, sikap, atau tindakan orang yang kita sayangi. Seolah-olah tidak ada yang benar dari dirinya dan kebenaran mutlak hanya pada kita. Kali ini, coba hadiahkan tanggapan positif. Nyatakan dengan jelas dan tulus. Cobalah ingat, berapa kali dalam seminggu terakhir anda mengucapkan terima kasih atas segala hal yang dilakukannya demi Anda. Ingat-ingat pula, pernahkah Anda memujinya. Kedua hal itu, ucapan terima kasih dan pujian (dan juga permintaan maaf) adalah kado indah yang sering terlupakan.

7. Kesediaan Mengalah
Tidak semua masalah layak menjadi bahan pertengkaran. Apalagi sampai menjadi cekcok yang hebat. Semestinya Anda pertimbangkan, apa iya sebuah hubungan cinta dikorbankan jadi berantakan hanya gara-gara persoalan itu? Bila Anda memikirkan hal ini, berarti Anda siap memberikan kado 'kesediaan mengalah'. Okelah, Anda mungkin kesal atau marah karena dia telat datang memenuhi janji. Tapi kalau kejadiannya baru sekali itu, kenapa musti jadi pemicu pertengkaran yang berlarut-larut? Kesediaan untuk mengalah juga dapat melunturkan sakit hati dan mengajak kita menyadari bahwa tidak ada manusia yang sempurna di dunia ini.

8. Senyuman
Percaya atau tidak, kekuatan senyuman amat luar biasa. Senyuman, terlebih yang diberikan dengan tulus, bisa menjadi pencair hubungan yang beku, pemberi semangat dalam keputusasaan, pencerah suasana muram, bahkan obat penenang jiwa yang resah. Senyuman juga merupakan syarat untuk membuka diri dengan dunia sekeliling kita. Kapan terakhir kali Anda menghadiahkan senyuman manis pada orang yang dikasihi?

Barangkali sepele bila kita lihat kedelapan kado di atas, tapi bisakah kita ini memberikannya? Untuk sebagian kita, tidak mudah misalnya, tersenyum. Meskipun hanya sekedar melebarkan bibir untuk membuat sebuah senyuman, rasanya berat sekali. Apalagi bagi mereka yang terbiasa serius dan tidak peduli dengan orang lain.

Rasanya kita perlu berlatih untuk bisa kaya dengan jenis-jenis kado itu dan setiap saat siap menghadiahi orang-orang yang kita sayangi. Seperti yang disebutkan di atas, kado-kado itu tidak bisa dan tidak perlu dibeli di toko-toko. Tapi kadang tidak gampang kan untuk memilikinya? Apakah anda bersedia untuk selalu mengalah, menyingkirkan ego anda saat sinetron kesukaan anda diganti dengan acara lain yang, apalagi, anda sebel banget?

Gampang tapi susah. Gampang memiliki bila kita memang niat dan mau berupaya untuk mendapatkannya. Susah jika anda sendiri tidak termotivasi atau hanya terpaksa untuk bisa mempunyai kado yang gratis, murah meriah itu. Yang penting dilakukan adalah bagaimana kita mau berupaya mewujudkan kado-kado itu dan mempersembahkan kepada orang-orang yang ada di dekat hati atau kehidupan kita.

Hidup kita ini seperti orang main tenis. Saat bola itu kita lemparkan ke orang lain, bola itu juga yang akan dikembalikan kepada kita. Bila anda melempar senyuman, yakinlah bahwa anda akan memperoleh senyuman juga. Tapi coba anda bersikap egois terhadap sekeliling anda, jangan berharap anda akan mendapat balasan kerjasama dari lingkungan anda. Mana ada orang egois disenangi orang lain? Yang ada malah saat si egois itu jatuh, maka orang akan bertepuk tangan dan bersorak atas kesialan anda itu. Bila perlu mengadakan syukuran dengan memotong sapi, kambing, dan ayam agar lebih meriah perayaannya.

Ah, itu kan lamunan saya yang berlebih-lebihan. Untuk bagian akhir di atas, nggak usah dianggap serius lah. Bila anda punya sapi, kambing, dan ayam, mending dipotong dan dibagi-bagikan kepada tetangga, bukan untuk mensyukuri orang-orang egois yang sedang tertimpa musibah. Janji ya?

Monday, June 02, 2008

Menguji Kesaktian

Dengar-dengar dan juga kebetulan saya pernah lihat sebuah acara di salah satu stasiun televisi, katanya, 1 Juni itu hari lahirnya Pancasila (Sakti?). Emang betul? Keterlaluan banget ya saya bertanya seperti itu? Anda boleh mengatakan saya ini orang Indonesia murtad. Saya kadang memang merasa seperti itu. Sebagai orang yang mengaku Indonesia asli, ada banyak keindonesiaan yang tidak saya ketahui, atau lebih tepatnya tidak saya pahami.

Anda setuju bila ada yang bilang Pancasila sakti? Terus di mana kesaktiannya? Coba kita lihat dan teliti sila-sila yang dia miliki satu persatu. Hafal kan lima dasar yang dimiliki Pancasila? Namanya juga Pancasila, pasti silanya ada panca. Ya, panca itu lima, sila artinya dasar. Baiklah, mari kita amati masing-masing sila itu dan kita cocokkan dengan segala sesuatu yang terjadi dengan bangsa yang menjadikannya sebagai falsafah ini. Bila cocok, berarti kita harus mengakui bahwa falsafah yang ada dalam lambang negara kita ini yang, sekali lagi, katanya, lahir di awal Juni, memang benar-benar sakti.

Sila pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa. Sudah pasti kita percaya dan meyakini tuhan itu esa (satu). Dan itu tidak perlu kita perdebatkan. Sudah jelas dan pasti kok. Bila ada yang punya keyakinan tuhannya lebih dari satu, ya biarin saja nggak usah dipikirin. Itu urusan mereka. Yang perlu kita amati di sini adalah kata Ketuhanan dalam sila itu. Memang anda yakin bangsa ini memiliki tuhan bila, misalnya, seorang pejabat negara datang ke paranormal agar nantinya bisa diangkat menjadi menteri? Bagaimana dengan kasus lama tentang menteri agama yang mengacak-acak Istana Batutulis yang gara-garanya karena mendapat wangsit bahwa ada harta karun terpendam di bawah istana yang dibangun di masa kekuasaan presiden Soekarno itu?

Konsep ketuhanan dalam agama-agama yang ada di negeri ini saya yakin sama. Artinya, agama apapun memiliki something, itu kalau boleh diistilahkan seperti itu, yang menjadi sembahannya. Seperti dalam Islam, Allah merupakan dzat (pihak) yang disembah. Namun perlu diketahui, Allah beda dengan tuhan. Bila Allah itu The One & Only, tuhan bisa macam-macam. Rokokpun bisa menjadi tuhan, seperti yang pernah ditulis penyair Taufik Ismail dalam sebuah sajaknya. Tuhan yang bentuknya beraneka ragam ini akhirnya bisa berujud hantu. Coba anda ucapkan dengan cepat kata tuhan, maka akan kedengaran kata hantunya. Dan bisa jadi saat berhenti, kata terakhir yang anda ucapkan adalah hantu. Itulah yang terjadi. Buat sebagian kita, bahkan yang mengaku beragama, hantulah yang dipertuhan dan, hantu lebih menakutkan dibandingkan tuhan. Inikah kesaktian sila pertama Pancasila bagi bangsa yang dikenal sebagai bangsa yang berketuhanan?

Sila kedua: Kemanusiaan yang adil dan beradab. Emang benar, bangsa kita ini manusiawi, adil, dan beradab? Bila ada petugas kelurahan yang memakan raskin (beras untuk orang miskin), apakah itu manusiawi? Saat dana dan sembako bantuan yang harusnya untuk korban bencana tsunami, banjir, dan gempa bumi tetapi kemudian ditilep, di mana rasa kemanusiaannya? Sila itu ternyata tidak sakti lagi. Bangsa kita akan menjadi manusiawi bila menyangkut diri sendiri dan keluarganya, bukan orang lain, meskipun sebangsa dan setanah air. Saya rasa sila kedua itu akan cocok bila berbunyi Kemanusiaan yang suka ngutil dan biadab. Bagaimana, setuju?

Sila ketiga: Persatuan Indonesia. Anda percaya bangsa kita ini bersatu? Anda setuju bila saya katakan persatuan di negeri ini hanyalah sebuah utopia bila kebijakan yang diterapkan tidak mengarah ke sana atau para pelakunya tidak menjalankannya dengan baik dan benar? Saya yakin anda masih ingat peristiwa biadab Mei 1998, genosida di Sampit, kerusuhan di Poso, kebrutalan di Ambon, dan tawuran yang melibatkan warga di wilayah-wilayah lain. Mana bisa disebut bersatu jika sesama saudara saling perkosa dan bunuh-bunuhan.

Saya tidak menyangkal bila dikatakan hanya melihat hal-hal negatif yang terjadi di tempat tertentu saja yang sifatnya lokal. Saya setuju dengan penilaian anda. Peristiwa tersebut memang hanya berskala lokal, artinya tidak terjadi di seluruh wilayah kekuasaan NKRI. Dan saya juga setuju bahwa peristiwa-peristiwa itu tidak bisa digunakan sebagai dasar untuk menyimpulkan tidak adanya persatuan di Indonesia. Tapi anda akan berpikiran lain, jika anda berada di wilayah konflik itu. Anda akan menganggap persatuan Indonesia hanyalah sila omong kosong seandainya anda atau keluarga anda adalah korban kerusuhan Mei yang traumatis itu.

Sila keempat: Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Kita ini mempunyai lembaga tinggi negara berupa MPR dan DPR untuk tingkat pusat dan DPRD untuk wilayah daerah yang katanya menjadi kepanjangan kita. Apakah anda merasa mereka mewakili suara anda? Saya kok tidak merasa seperti itu. Yang saya rasakan kok malah justru sakit hati dan merasa dikhianati. Bagaimana tidak? Di saat harga kebutuhan pokok terus membumbung, mereka yang mengaku anggota dewan yang terhormat malah menuntun kenaikan gaji dan tunjangan yang menurut mereka masih wajar (dalam otak mereka). Mereka masih berusaha menyusun rencana kerja yang sebenarnya lebih banyak senang-senangnya daripada kerjanya dengan melakukan studi banding dan program-program lain yang sebenarnya hanya jalan-jalan belaka.

Kepemimpinan yang dijalankan dan ditunjukkan saat ini seperti awan di langit. Secara fisik mereka ada dan terlihat. Namun mereka jauuuhhh... di awang-awang dan tidak membumi. Rakyat tidak merasakan manfaatnya. Justru yang diterima adalah hujan lebat yang kemudian menjadi bencana banjir saat awan itu berubah menjadi mendung hitam. Atau, awan itu menjadi penghalang hangatnya sinar matahari pagi. Ada kalanya rakyat dibawa-bawa hanya sekedar sebagai sarana memperoleh kekuasaan. Begitu kekuasaan teraih, hanya kepentingan pribadi dan kelompoknya saja yang diutamakan. Itukah yang dimaksud dengan kesaktian dari sila keempat dalam Pancasila?

Sila kelima: Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Berita terbaru yang dilansir media belakangan ini adalah bantuan langsung tunai atau BLT. Program ini dibuat untuk meringankan beban rakyat yang makin berat dengan naiknya bahan bakar minyak. Sesederhana itukah? Apakah itu yang disebut dengan keadilan sosial?

Saya pernah menyinggung bantuan yang sebenarnya ditujukan untuk rakyat miskin itu dalam tulisan Siapa yang Miskin?. Ternyata dalam prakteknya, ada orang-orang yang tidak berhak dan tergolong mampu yang justru menerima bantuan itu. Ironis. Sudah pasti bukan ini yang dimaksud keadilan sosial oleh Pancasila. Bahkan yang namanya adil kadang harus dibeli. Anda bisa saksikan bagaimana sengsaranya seseorang yang mencari keadilan di lembaga hukum yang harus mengeluarkan banyak uang dalam memperjuangkannya.

Tanpa menafikan hal-hal positif, tulisan ini sengaja mengulas tentang kepincangan-kepincangan yang terjadi dalam penerapan dasar dan falsafah negara yang disebut Pancasila. Jika Pancasila itu dianggap sakti, dari segi mana kesaktian itu dilihat. Dalam hati umat manusia yang beragama, ada keyakinan bahwa hidup kita ini dijamin oleh Sang Pencipta. Kita harus percaya itu. Namun, dalam kehidupan bernegara, pemerintahlah yang seharusnya menjamin kelangsungan hidup rakyatnya. Bila pemerintah yang menjadi gantungan hidup rakyat ini justru mengeluarkan kebijakan yang tidak mempedulikan hajat hidup rakyat, terus harus kemana lagi rakyat Indonesia ini mesti bergantung? Jika kita ini disuruh gelantungan di pohon, itu kan sudah hak ekslusifnya nyemot. Masa kita harus berperilaku seperti itu juga? Apa mentang-mentang kita ini dianggap primata yang ada kemiripan dengan mahluk-mahluk yang hobi makan pisang dan menjadi teman setia Tarzan dan Si Buta dari Goa Hantu itu? Sakiiiiittttttt... sakit.