Tuesday, January 27, 2009

What Money Can Buy?

Bila anda disuruh memilih menjadi orang kaya atau miskin, yang mana akan anda pilih? Ah, mengapa sebuah pertanyaan bodoh seperti itu saya ajukan ke anda. Sudah pasti anda akan memilih yang pertama. Jika dari anda ada yang memilih menjadi miskin, itu luar biasa. Pasti anda berada dalam kondisi khusus yang menyebabkan pilihan itu anda ambil. Hampir bisa dikatakan semua orang akan lebih senang menjadi kaya daripada miskin. Dan setujukah anda bila ada yang mengatakan bahwa menjadi kaya itu pilihan?

Sudah barang tentu dengan menjadi kaya, orang akan memiliki keleluasaan melakukan sesuatu di dunia ini. Apalagi dalam masa yang serba materialistis dan konsumtif ini, uang adalah raja-dirajanya kehidupan. Dengan uang, nyaris semua bisa didapat. Apa yang anda inginkan saat ini? Rumah megah, mobil mewah, liburan ekslusif, bahkan istri cantik atau suami tampan, akan bisa diperoleh dengan memiliki uang berlimpah. Kemudahan yang juga berarti kekuatan itu tentu saja akan diupayakan dengan segala daya oleh manusia. Bila perlu, apapun caranya, uang itu harus ditangan.

Monday, January 26, 2009

Pepes Arapaima Gigas

Semua sudah terhidang di meja, termasuk nasi liwet pesanan saya. Hanya satu menu yang belum keluar dan itulah yang saya dan 19 teman saya tunggu-tunggu. Meskipun hanya pepes ikan, hidangan itu selalu datang belakangan. Bukannya sengaja dilambatin tetapi memang karena dalam mempersiapkan pepes itu tidak boleh sembarangan. Sebuah hidangan yang benar-benar istimewa.

Sepuluh menit kemudian pepes itu datang. Pembawanya tidak cukup hanya satu pelayan melainkan dua orang. Dibawa dengan nampan yang bentuknya seperti tandu. Jelas sebuah nampan yang khusus didesain untuk membawa menu yang ukurannya tidak tanggung-tanggung. Seberapa besar pepes ikan yang pernah anda makan? Saya berani taruhan pasti tidak sebesar pepes yang satu ini. Pepes ikan paling besar yang pernah anda makan paling-paling pepes ikan emas yang tidak lebih dari satu kilo. Sedangkan yang sedang ada di hadapan saya dan teman-teman, adalah pepes ikan yang harus digotong oleh dua orang. Anda bisa kira-kira sendiri berapa beratnya.

Bungkus pepes ikan spesial itu sama dengan pepes ikan pada umumnya yaitu daun pisang. Bedanya adalah daun yang digunakan dari pisang jenis khusus yang memiliki lebar seluas seperai tempat tidur ukuran single. Jangan tanya saya mereka dapat daun pisang seperti itu dari mana. Terus terang, saya sendiri juga penasaran. Ikan yang besarnya sama dengan ukuran anak usia 10 tahun itu dibungkus dengan dua lembar daun pisang khusus.

Saya dan teman-teman saya sudah tidak sabar menyantap pepes itu. Begitu berada di atas meja, daun pembungkus yang lebar itu segera dibuka. Ketika bungkusnya sudah terbuka, menguar bau harum yang makin kuat. Selera makan saya tambah meningkat. Air liur ini rasanya mau menetes-netes, atau “ponyo” kata orang Sunda. Segera 20 pemangsa lapar menyerbu pepes ikan yang sudah terhidang. Dalam setengah jam, pepes itu sudah tandas, juga hidangan lain. Tinggal es teh manis menemani obrolan.

Rumah makan itu sebenarnya biasa-biasa saja. Karena memiliki menu pepes ikan spesial sajalah yang kemudian rumah makan itu menjadi istimewa. Lokasinya juga tidak berada di pusat kota. Rumah makan itu berada di daerah pinggiran Bogor yang bernama Katulampa. Banyak orang mengenal Katulampa karena ada bendungan yang populer. Bendungan ini terutama sering disebut-sebut ketika musim hujan. Bagi penduduk Jakarta, banjir tidaknya wilayah mereka tergantung dari bendungan ini. Itulah sebabnya, orang-orang Jakarta sering menuduh air banjir yang menggenangi rumah mereka merupakan kiriman dari Bogor.

Katulampa di mana rumah makan pepes ikan istimewa itu membuka usahanya memang ada di pinggir kota. Namun anda tidak usah khawatir bila ingin ke sana. Tempatnya mudah dijangkau dan apabila anda tidak memiliki kendaraan sendiri, ada angkot yang melintasi lokasi tersebut. Dengan ongkos Rp2500 atau Rp3000 anda akan diantar sampai tujuan. Dengan kemudahan yang ditawarkan seperti itu, tidak aneh bila tempat itu dikunjungi banyak orang. Orang-orang Jakarta yang suka menuduh Bogor sebagai pengekspor air bah pun turut datang, terutama di akhir pekan.

Omong-omong, anda gemar menyantap pepes ikan? Pepes ikan apa yang menjadi kesukaan anda? Saya juga senang makan pepes ikan, ikan apapun, terutama ikan emas dan peda. Makanan ini sudah pasti lebih sehat karena kandungan kolesterolnya rendah dan tidak digoreng. Banyak tempat memiliki jenis pepes ikan yang khas daerah itu, baik ikan maupun rempah-rempah yang digunakan sebagai bumbunya, seperti pepes ikan yang berasal dari Bogor. Datanglah ke Bogor bila anda berminat makan pepes ikan, selain talas, soto, nasi goreng petai, dan asinan yang menjadi cirinya Bogor si Kota Hujan.

Bagaimana, anda tertarik untuk datang dan mencoba pepes spesial dari Kota Hujan? Anda pasti tidak punya bayangan seperti apa pepes ikan yang harus dibawa oleh dua orang dan dibungkus daun pisang selebar seperai. Saya berani jamin, di tempat anda tidak mungkin akan ada pepes ikan yang bisa menandingi pepes ikan khas Bogor ini. Bila anda betul-betul penasaran dan kemudian datang ke Bogor hendak mencicipi pepes ikan raksasa seperti yang saya nikmati, anda harus siap kecewa. Maaf, apa yang saya ceritakan di atas sebenarnya hanya angan-angan saya saja. Namun ada obat yang mungkin akan mengurangi kekecewaan anda. Meskipun tidak bisa makan pepesnya, anda masih bisa melihat ikannya. Benar, saya serius. Ikan raksasa itu memang ada.

Saya mau ngaku saja. Tulisan ini saya buat karena terinspirasi oleh ikan yang katanya berasal dari Amazon. Nama ikan itu Arapaima Gigas. Mirip-mirip nama penyanyi yang suka mendendangkan lagu keroncong yang didangdutkan. Penyanyi yang pakaiannya mirip orang Somalia atau negeri-negeri di Benua Afrika. Anda kenal Rama Aipama? Badan ikan itu bersisik mirip ikan emas. Berwarna coklat keabu-abuan. Panjangnya sekitar 1,5 meter. Entah ganas atau tidak tetapi di pinggir kolam ada papan bertuliskan larangan memberi makan karena berbahaya. Apakah ikan itu bisa dimakan atau tidak, saya juga tidak tahu. Namun bila akan dibikin pepes, daun pisang tidak akan muat.

Dari informasi di Wikipedia, Arapaima Gigas memiliki nama lain Pirarucu atau Paiche. Dia merupakan salah satu ikan air tawar terbesar di dunia yang berasal dari Amerika Selatan. Panjangnya bisa sampai 2 meter, bahkan kadang dapat mencapai 2,5 meter. Bobot ikan Arapaima Gigas yang pernah ditemukan seberat 200 kg. Jadi kira-kira dibutuhkan berapa orang untuk memepes ikan air tawar raksasa itu bulat-bulat?

Thursday, January 22, 2009

Makanan yang Menyembuhkan

Selama tiga hari kemarin, teman istimewa saya menikmati tidurnya bukan di kamar sendiri. Tempat tidurnya enak, nyaman, ruangannya ber-AC, dan … segalanya dilayani. Sarapan, makan siang, makan malam, kudapan, semua disajikan oleh orang-orang yang ramah. Yang lebih penting lagi, tidak ada bau obat di dalam kamar. Lho? Ya, dia ada di rumah sakit.

Orang sakit penyebabnya bisa macam-macam. Salah satunya adalah disebabkan oleh makanan. Makanan yang dibutuhkan oleh tubuh manusia, bila tidak hati-hati memilihnya, akan mencelakakan pemakannya. Manusia itu kan mahluk rakus. Apa saja dimakan. Sampai yang haram, meskipun tahu, kadang sengaja dimakan juga. Makanya tidak heran bila ada yang sakit karena salah makan. Beda dengan binatang. Kambing misalnya. Tidak pernah kita temukan kambing makan selain rumput atau dedaunan. Kambing tidak akan makan daging, karena dia tahu itu bukan makanannya. Oleh sebab itulah kambing tidak pernah sakit macam-macam. Anda pernah lihat kambing menderita darah tinggi? Kalau kambing bandot ngamuk itu bukan karena darah tinggi, tetapi karena betinanya anda godain.


Wednesday, January 21, 2009

Borobudur

Beberapa waktu yang lalu saya menonton film tentang pendirian mercusuar tertua di dunia bernama Bell Rock. Menara pemandu yang berada di lepas pantai utara Skotlandia itu disebut sebagai salah satu dari tujuh keajaiban dunia industri. Film itu mengingatkan saya kepada harta yang dimiliki bangsa ini yang juga pernah menjadi salah satu dari tujuh keajaiban dunia. Borobudur. Ya, Candi Borobudur. Saya yakin anda pasti mengenalnya. Sekalipun anda belum pernah mengunjungi candi itu.

Dalam perjalanan ke Jawa Tengah belum lama berselang, saya sempatkan mengunjungi Borobudur. Ini merupakan kunjungan pertama saya. Agak keterlaluan memang. Meskipun berkali-kali saya melewati Magelang, belum pernah sekalipun saya mampir ke candi yang juga merupakan kekayaan warga dunia. Begitu kaki ini menginjakkan pelataran obyek wisata itu, saya tertegun melihat keagungan Borobudur. Kemegahannya menimbulkan hasrat saya untuk mengetahui lebih jauh. Begitu melihat wujudnya, saya juga menyesal kenapa dulu saya selalu enggan bila ada yang mengajak ke Borobudur. Selalu saya jawab, meski tidak terucapkan, “Ngapain ke sana. Batu kok ditonton.” Ternyata salah besar. Kedangkalan berpikir saya terhadap maha karya itu mengakibatkan pengetahuan saya tentang Borobudur menjadi minim. Saya harus mengetahui lebih banyak. Malu rasanya menjadi “bego” tentang harta kekayaan sendiri.

Saturday, January 10, 2009

Surprising Haute Cuisine

Ke mana anda tahun baru kemarin? Baik tahun baru 1 Muharram 1430 H maupun 1 Januari 2009. Apakah anda merayakannya dengan sebuah pesta, berkumpul atau justru tidak peduli? Bila yang anda lakukan adalah yang terakhir, berarti anda sama dengan saya. Tapi ada hal sebelum tahun baru yang sangat mengesankan juga membuat saya terheran-heran, yaitu ketika saya menemukan jenis masakan asli Indonesia. Hidangan itu bagi saya merupakan sebuah surprising haute cuisine. Apa itu?

Saya asli Indonesia. Makanan yang saya konsumsi sampai saat ini juga hidangan Indonesia meskipun kadang-kadang makanan asing saya santap pula. Anehnya, selalu ada saja kuliner Indonesia yang baru bagi saya dan membuat saya terpukau. Apakah anda pernah seperti itu? Saya yakin anda pasti pernah mengalaminya. Apalagi bila anda tipe orang yang pantatnya “lancip”, alias suka melancong wal khususon suka wisata kuliner. Dalam kesempatan ini saya akan cerita tentang dua jenis makanan yang mungkin buat anda, apalagi yang sehari-harinya ketemu dengan makanan itu, bukan merupakan santapan istimewa. Saya akan kisahkan bagaimana saya bisa bertemu dengan makanan yang, kalau dalam dunia mode ada istilah adibusana, bolehlah santapan ini saya sebut adiboga atau orang “sono” bilang haute cuisine. Setuju?

Beberapa waktu yang lalu saya ada kesempatan ke Jawa. Saya kadang heran dengan sebutan ini. Propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, DKI Jakarta, semua berada di Pulau Jawa. Namun bila orang dari Jakarta atau Jawa Barat pergi ke Jawa Tengah atau Jawa Timur mereka mengatakan pergi ke Jawa. Karena kebiasaan yang sudah lama berlangsung ini maka saya juga mengistilahkan perjalanan saya beberapa waktu yang lalu dengan pergi ke Jawa. Kepada beberapa teman saya katakan juga saat pamitan bahwa saya hendak ke Jawa. Inilah yang dikatakan salah kaprah oleh orang Jawa.

Tujuan saya adalah ke Wonosobo yang ada di kaki gunung Sumbing. Di sebuah desa bernama Talunombo yang masuk Kecamatan Sampuran Kabupaten Wonosobo, hajatan pernikahan salah seorang teman diadakan. Saya pernah ke Wonosobo, tetapi puluhan tahun yang lalu. Dan ini adalah perjalanan kedua saya ke tempat tersebut. Sekaligus sebagai pembangkit kenangan saya ketika dulu pertama mendaki gunung. Gunung itu adalah Sumbing.

Saya berangkat dari Bogor 26 Desember 2008. Bersama-sama rombongan dari Unpak dan menggunakan bis milik universitas itu, kami berangkat pukul 19.35 wib. Yang saya tidak sukai dari perjalanan malam adalah tidak bisa melihat pemandangan di sepanjang perjalanan. Untungnya teman saya membawa papan catur. Pemandangan sepanjang jalan yang hilang tergantikan dengan beberapa set permainan catur. Meskipun akhirnya permainan itu membuat saya pusing dan muntah-muntah.

Pagi hari rombongan sudah sampai di Ajibarang. Kemudian diputuskan untuk mencari sarapan dulu. Anggota rombongan kemudian menyebar mencari sarapan sesuai selera masing-masing. Sebuah rumah makan soto ayam dengan bangunannya yang kuno menarik perhatian saya. Bagi saya, sarapan soto ayam pasti nikmat setelah melakukan perjalanan jauh. Soto ayam memang salah satu makanan favorit saya. Harap anda ingat ya, bila ingin mentraktir saya, ajak saja saya makan soto ayam.

Saya masuk ke rumah makan itu. Penjualnya sedang menata puluhan mangkuk berderet-deret. Di dalamnya diisi dengan potongan ketupat, bihun, suwiran ayam, irisan telur, dan campuran yang lain. Ketika melihat isi dari mangkok, sempat timbul pertanyaan, “Soto ayam apa ini? Kok ada irisan ketupat segala.” Dengan memendam rasa penasaran, saya memesan masakan berkuah itu. Karena isinya sudah dipersiapkan sebelumnya, maka soto bisa cepat disajikan. Saya lihat penjualnya menuangkan kuah dan cairan kecoklatan ke dalam mangkok.

Saat semangkok soto ayam itu dihidangkan, keheranan saya semakin bertambah. Saya amati, selain ada kerupuk-kerupuk kecil berbentuk bintang dan pinggirnya warna-warni, ada saus kacang yang dituangkan di atas soto itu. Soto ayam plus saus kacang? Ini baru pertama buat saya. Saya ingin segera mencoba rasanya. Soto kemudian saya aduk. Dengan adanya saus kacang warna kuah soto menjadi coklat pekat dan terlihat seperti semangkok kolak. Seruputan pertama membuat saya menyimpulkan, soto ini lezat, tetapi bukan untuk saya. Kuahnya yang bercampur saus kacang menjadikan saya cepat eneg. Satu lagi dari keanekaragaman kuliner negeri sendiri yang saya temukan. Katanya, soto yang saya makan itu namanya Soto Sokaraja. Kenapa Soto Sokaraja ada di Ajibarang ya? Ah, sebuah pertanyaan bodoh. Soto Lamongan nyatanya ada di Bogor. Apalagi Soto Padang, dia ada di mana-mana, kecuali di bulan.

Selain Soto Sokaraja, ternyata saya menemukan hidangan penuh kejutan lainnya. Adiboga itu saya dapatkan di Desa Talunombo. Bila orang Padang menemukan masakan ini, pasti dia akan merasa bahwa itu santapannya. Masakan itu adalah sayur cabe. Benar, cabe yang dibuat oseng-oseng. Hebatnya lagi, oseng-oseng itu dicabein juga. Pedasnya? Ruaarrrrr biasa! Karena penasaran, saya sempatkan mencomot hidangan itu. Saya tidak berani mengambil banyak-banyak. Rasanya perut ini pasti akan protes bila saya isi terlalu banyak. Seperti yang sudah bisa diduga, rasanya bukan cuma pedas lagi. Kesimpulan saya, hanya orang-orang berperut tangguh sajalah yang cocok untuk hidangan itu. Dengan demikian, orang-orang Desa Talunombo pasti bukan orang sembarangan. Rupanya orang awak (Padang) punya saingan dari Pulau Jawa dalam hal mengkonsumsi cabe.

Secara kebetulan, teman yang asli desa itu kok ya mendapatkan suami yang keturunan Padang. Jadi cocoklah dalam hal mengkonsumsi sayur cabe yang dicabein itu. Mengenai nama dari sayur cabe itu, entah apa namanya. Saya sendiri saking terpukaunya tidak sempat menanyakan kepada teman saya itu atau penduduk asli lainnya.

Dua adiboga sudah mengejutkan saya, bahkan sayur cabe dari Desa Talunombo berhasil menguji nyali saya untuk mencoba. Saya yakin suatu saat pasti akan menemukan lagi masakan atau kudapan asli Indonesia yang di mata dan lidah saya masuk kategori surprising haute cuisine alias adiboga penuh kejutan. Bila anda siap terkejut dan berani menghadapi tantangan, jangan hindari makanan-makanan aneh yang anda temukan. Bila anda yakin masakan itu halal, embat saja. Toh paling-paling perutnya protes bila tidak cocok, atau nyengir-nyengir, atau mungkin mata jadi melotot. Saya pernah mengalami seperti itu ketika mencoba bunga Kecombrang.