Monday, December 31, 2007

Pemimpin Level 5

The challenge of leadership is to be strong, but not rude. Be kind, but not
weak. Be bold, but not a bully. Be thoughtful, but not lazy. Be humble, but not timid. Be proud, but not arrogant. Have humor, but without folly.
(Jim Rohn, America’s foremost business philosopher)


Saya bukan pengagum Benazir Bhutto. Tahu diapun dari media. Saya juga tidak anti terhadapnya. Tetapi ketika headline news di televisi jam 22.00 wib (Kamis, 27/12/07) memberitakan penembakan disertai bom bunuh diri yang ditujukan kepadanya, saya tersentak. Kematiannya yang tragis benar-benar mengagetkan dan mengharukan saya. Sampai-sampai, ketika paginya Delta FM menyelenggarkan bincang-bincang tentang pembunuhan itu, saya sempatkan mengirim sms. Benazir yang pernah berucap tidak takut mati sekarang dipaksa menghadapinya. Kematian telah menghampirinya melalui peluru yang menembus leher dan dada. Itulah resiko seorang pemimpin.

Kematian Benazir yang digilai pengikutnya ini mengingatkan saya pada tingkatan kepemimpinan versi John C. Maxwell yang dikutip Rhenald Kasali dalam bukunya Re-Code Your Change DNA. Menurutnya leadership itu ada lima tingkatan. Level yang mana si Benazir ini, silahkan anda nilai sendiri setelah mengetahui lebih lanjut penjelasan dari tiap level yang saya coba tulis di bawah ini.

The Door. Tingkatan yang paling rece-rece oleh Maxwell disebut the door. Pemimpin di level ini modalnya adalah sebuah SK. Dengan surat keputusan yang dipegangnya dia menganggap sudah menjadi pemimpin. Otomatis semua bawahan harus mengikuti apa yang dia perintahkan. Legal formalnya sudah dia miliki berupa surat keputusan. Itu berarti secara struktural, dia ada di posisi paling puncak. Suka tidak suka semua jajaran yang ada di bawahnya harus mengakui dia sebagai orang pertama. Kebijakan yang dia keluarkan harus diikuti semua anggota. Semua kegiatan harus sepengetahuan dan seijin dia. Layaknya sebuah pintu, semua jajarannya harus melalui dia. Jika anda ada di level ini, anak buah anda mengikuti perintah anda karena suatu keharusan. They follow you because they have to, suka atau tidak suka.

Permission/Relationship. Pemimpin level 2 menjalankan tugasnya bukan sekedar berbekal SK. Surat itu buat dia hanya sebagai legalitas posisinya doang. Hatinya mulai digunakan dalam menjalankan pekerjaan dan memutuskan suatu masalah. Bagi dia pendekatan personal terhadap bawahannya perlu dilakukan. Anak buah yang dipimpin pun akan merasa dimanusiakan. Mereka bisa melihat dan merasakan pemimpinnya tidak kaku hanya mengikuti aturan yang ada. Pemimpin ini akan maklum bila suatu saat anak buahnya tidak maksimal kerjanya karena ada masalah pribadi di luar kantor. Bila anda pemimpin level 2, anak buah akan kerja semangat karena anda memimpin dengan cinta. Mereka tidak keberatan anda pimpin. Intinya mereka bukan kerja dengan terpaksa, tetapi memang mau dan dengan senang hati. They follow you because they want to.

Production (Result). Pemimpin level 3 bukan hanya pintar menyenangkan hati anak buahnya dan memelihara hubungan baik, tetapi secara kemampuan dia memang hebat. Anak buah bisa melihat hal itu. Mereka mengakui bila pemimpinnya memang orang yang kompeten. Karena itulah mereka bukan hanya senang dengan pimpinannya yang supel tetapi juga mengagumi (admire) karena kinerjanya. Hasil kerja pimpinannya bukan hanya kacangan tetapi luar biasa. Bukan hanya omdo, omong doang, tapi ada buktinya. Semua orang bisa melihat dan merasakannya.

People Development (Reproduction). Pimpinan di level 4 ini bukan hanya menjaga hubungan dengan anak buah dan berkinerja baik, tetapi juga memikirkan kesinambungan kepemimpinan yang dia jalankan. Bagi dia, anak buah yang extraordinary bukan menjadi lawan atau ancaman tetapi merupakan benih berharga yang harus dibina. Bila perlu, bawahan lain yang ordinary, biasa-biasa saja, berusaha dikembangkan menjadi extraordinary juga. Oleh karena itulah dia terus berusaha menciptakan calon-calon pemimpin di organisasinya untuk menggantikan posisinya kelak atau menjadi pemimpin di tempat lain. Anak buah yang melihat pimpinannya tidak egois, tidak mementingkan kemajuan diri sendiri, mereka bukan hanya sekedar kagum (admire) tetapi sudah meningkat menjadi loyal. Muncul kesetian terhadap pemimpinnya. Loyalitas ini bila perlu akan ditukar dengan nyawanya sendiri. Dia rela nyawanya dipersembahkan untuk pemimpinnya.

Personhood. Orang yang sudah menjadi pemimpin level 5 bukan hanya menimbulkan hormat (respect) bagi anak buahnya, juga pihak lain. Manusia ini layaknya dewa. Orang menjalankan perintah karena dia yang mengatakan, karena dia orangnya. Segala hal yang menimbulkan kekaguman dan kesetiaan sudah mewujud dalam bentuk pribadi pemimpin ini. Dalam tataran ini bisa saja dia tidak memiliki SK. Bukan dia pemimpinnya, tetapi semua orang menghormatinya. Di masa Firaun, nabi Muhammad bukan rajanya, tetapi orang hormat terhadapnya. Dalam sebuah organisasi, akan sangat mungkin kita temukan pemimpin resminya baru ada di level 1 sedang di antara yang dipimpin itu ada pemimpin level 5. Akan menjadi luar biasa jika anda ini bukan hanya pemimpin resmi tetapi juga pemimpin level 5.

Jika anda mau jadi pemimpin, atau sekarang sudah ada di posisi itu, pemimpin apapun, jadilah pemimpin level 5. Perlu upaya memang, tetapi sangat mungkin kan? Nah bagaimana jika anda merasa dipimpin oleh orang yang anda rasa bukan orang pandai? Tentu saja pandai di sini bukan hanya terkait dengan kecerdasan otak. Yang jelas, pimpinan yang tidak pandai ini pasti hanya ada di level 1.

Ada resep yang mungkin berguna bagi anda tentang hal-hal yang harus dilakukan jika atasan anda bukan orang pandai. Kiat-kiat ini saya ambil dari buku Manajer Bijak karya Sam Deep dan Lyle Sussman (judul aslinya Smart Moves).

  1. Jangan mengharapkan lebih daripada yang dapat dilakukannya. Jika anda tidak mempunyai harapan terhadap atasan, anda tidak akan kecewa.

  2. Pandanglah perilaku yang tidak anda sukai sebagai masalah atasan, bukan masalah anda.

  3. Jangan menjadi jengkel terhadap sesuatu yang sebenarnya bersumber pada ketidakmampuan. Pengalaman kami menunjukkan bahwa kejengkelan tidak ada gunanya. Sebab utama dari keputusan yang keliru seringkali adalah ketiadaan informasi atau sekedar ketololan.

  4. Perbanyaklah berhubungan dengan bawahan dan kurangi hubungan dengan atasan.

  5. Tunjukkan pada atasan apa yang seharusnya dilakukannya untuk membuat hubungan anda berdua lebih produktif dan organisasi lebih sukses.Ini harus dilakukan dengan hati-hati. Salah satu caranya adalah dengan mengajak atasan mengikuti sesi umpan-balik, seperti berikut. Ambillah selembar kertas kosong yang hanya berisikan tiga judul: “Lakukan lebih banyak… Lakukan lebih sedikit… Pertahankan…” Di bawah masing-masing judul ini tulislah perilaku anda yang anda yakin akan ditempatkan dalam kategori yang sama oleh atasan anda. Mintalah atasan anda melakukan hal yang sama dengan menuliskan perilaku yang ia yakin anda akan menempatkannya dalam kategori yang sama baginya. Sekarang anda mempunyai dasar untuk diskusi yang selalu anda harapkan berlangsung antara anda dengan atasan. Masing-masing dari anda akan melihat perilaku tadi dan katakanlah mana yang anda setujui, tidak anda setujui, dan ingin anda tambahkan. Aturan dasar terpenting dalam sesi umpan-balik ini adalah bahwa masing-masing dari anda harus memilih sendiri tiga perilaku dari daftar akhir yang akan anda ubah demi memperbaiki hubungan anda berdua dengan bantuan dari pihak lainnya.

  6. Jagalah peluang anda di luar kalau-kalau anda memutuskan untuk mengundurkan diri.Peliharalah ketampakan anda di organisasi dan profesi anda. Perbaruilah terus resume anda.

  7. Bertahanlah dan nantikanlah pengganti atasan yang lebih baik.

  8. Prestasi baik anda mungkin akhirnya membuat anda dipromosikan ke posisi yang sekarang diduduki atasan anda.

  9. Bila semua gagal, sempurnakan resume anda dan kirimkan itu ke perusahaan pencari tenaga kerja.

Sekarang anda coba tengok diri sendiri bila saat ini kebetulan mendapat amanah menjadi pemimpin. Pemimpin apapun. Apakah anda ini seperti bangsa dinosaurus yang gambarannya pernah disampaikan dalam Lokakarya Kepemimpinan, Manajemen, dan Penataan Universitas Pakuan Bogor, 29-30 Agustus 2007, di bawah ini atau tidak.

DINOSAURUS, apakah anda termasuk juga?

Suka bertingkah aneh-aneh, lucu dan menggelikan.
Kemauannya enggak jelas, sulit untuk dimengerti orang.
Suka mengancam, menakut-nakuti dan menggertak orang.
Sering marah-marah dan mengamuk tanpa ada sebab yang jelas.
Suka mengejek dan merendahkan orang lain.
Bahkan kalau menghukum orang merasa bangga dan senang.

Tidak mau “mainannya” diganggu.
Teritorialnya tidak boleh dimasuki orang.
Egois, mau menang sendiri, tanpa ada toleransi.
Sok disiplin, sok peraturan, nggak ada keluwesan sama sekali.
Suka cekcok dan berantem dengan sesama “species.”
Tega menekan dan memeras sesama “bangsa.”
Enggak peka terhadap perasaan orang lain.
Sulit diberitahu, ndableeeg!!

Merasa paling kuat, paling besar dan paling berkuasa.
Anggap enteng orang, tidak menghargai sesamanya.
Merasa paling berjasa, sok pahlawan.
Suka ngambek dan bersikap masa bodoh.
Berani hanya di kandang sendiri.
Badan segede gunung, nyali cuma sekecil kacang ijo.

Anda boleh ngomelin saya jika tersinggung setelah membaca tulisan di atas. Bila demikian, ada peribahasa bagus yang cocok buat anda yang marah-marah. Barang siapa yang berkotek ialah yang bertelur. Siapa yang merasa tersindir, dialah yang berbuat seperti yang disindirkan itu.

Anda ayam bukan? Eh dinosaurus?

Monday, December 24, 2007

Kortek

Survei membuktikan, sebagian orang-orang yang memiliki hp termasuk golongan kortek alias korban teknologi. Anda boleh percaya boleh tidak. Jika percaya ya sokor, kalau tidak ya silahkan melakukan survei sendiri. Nggak ada yang ngelarang kok.

Banyak orang yang tidak peduli atau barangkali tidak tahu dengan tata krama rapat. Bila anda termasuk yang tidak tahu bahwa dalam rapat itu ada etika, sopan santun, yang perlu dipatuhi, anda masih bisa saya sebut orang terhormat. Anda melanggar etika karena tidak tahu atau tidak sadar apa yang dilakukan telah melanggarnya. Anda ini saya anggap sama seperti orang yang mengonsumsi minuman beralkohol sehari-hari tanpa menyadari barang itu haram. Bukan salah anda dan anda tidak bisa disalahkan atas perbuatan anda. Jadi bolehlah orang seperti anda ini dianggap masih dalam masa jahiliyah.

Cara efektif mengangkat anda dari kejahiliyahan ya dilakukan enlightenment, pencerahan. Perlu diberikan pengajaran, perlu dibukakan mata anda agar tahu bahwa ternyata ada tata krama rapat yang perlu dipatuhi. Dengan datangnya pencerahan seperti itu dan kalau anda sadar, tentunya anda tidak akan melakukan pelanggaran itu. Bila ternyata masih tetap melanggar meskipun tahu itu tidak benar, anda bisa memberikan penilaian terhadap diri anda sendiri. Saya sangat memahami jika orang lain kemudian menjuluki anda dengan sebutan sok modern, kampungan, bejat, tak bermoral, belegug, atau kata-kata yang lebih pedas dan kasar lainnya. Baik dengan terang-terangan maupun gelap-gelapan.

Lalu apa yang bisa dijadikan contoh sebagai ketidaksopanan dalam rapat? Penggunaan hp. Terus apa salahnya dengan telepon bergerak ini? Ya nggak ada! Yang salah ya yang punya, orangnya. Memang siapa sih yang tidak merasa perlu memiliki hp di jaman sekarang ini? Anak para tetangga saya yang masih di sd saja kemana-mana nenteng benda canggih ini, apalagi orang kantoran. Saat telepon ini dibawa ke dalam ruang rapat dan berbunyi ketika saat sedang rapat, nah di situlah masalah muncul. Dengan terdengarnya suara hp, karena ada sms maupun telepon masuk, otomatis konsentrasi peserta rapat pecah. Itu pertama. Kedua, orang yang membaca sms atau menjawab telepon itu konsentrasinya tidak lagi pada jalannya rapat. Fatalnya lagi, bila yang bersangkutan adalah pemimpin rapat atau peserta yang mendapat giliran ngomong, berhentilah rapat yang sedang berlangsung.

Kebiasaan membawa hp tanpa mengaktifkan fungsi silent ke dalam ruang rapat rupanya banyak dilakukan orang-orang yang mengaku dirinya modern. Bukan itu saja. Jika kita lihat mereka juga membawa hp aktif di tempat-tempat yang semestinya benda itu dimatikan atau paling tidak diaktifkan fungsi tak bersuaranya seperti di museum, ruang seminar, tempat ibadah, atau perpustakaan. Saya kok kadang-kadang berpikiran negatif saja terhadap orang-orang seperti ini. Yang saya rasakan, mereka ini kok tipe orang-orang kampungan yang sok kota dan modern, serta biar kelihatan sibuk dan penting. Naif sekali jika dengan menggenggam hp yang super canggih dan lebih dari satu terus merasa orang akan melihatnya sebagai orang yang super sibuk dan super penting. Bagi saya, kesibukan seseorang itu dilihat dari outputnya yang bermanfaat buat orang banyak, bukan dirinya sendiri. Berapa banyak pencapaian yang sudah dia hasilkan dan untuk kemaslahatan orang lain? Jika nol besar, ya itulah golongan orang-orang yang sok sibuk dan penting, pakai super lagi.

Saya tidak anti dengan anda yang punya hp super canggih keluaran terbaru atau anda yang memiliki lebih dari satu. Kalau boleh saya menyarankan, mendingan anda ini seperti Mr Bean ketika mau mengerjakan ujian. Nonton nggak film itu? Dia membawa banyak alat tulis di kantongnya. Biar anda kelihatan super, bawa saja, yah, 20-an hp. Jika ingin makin luar biasa, hp-hp yang anda bawa itu sebaiknya merek-merek terkenal dan keluaran terbaru. Percayalah, saya akan menilai anda sebagai manusia super sibuk dan penting di muka bumi ini. Dan saya akan lebih salut lagi jika anda nonton bioskop, opera, wayang orang, melihat koleksi di museum apapun, membaca primbon di perpustakaan, atau sedang ikut rapat, hp-hp itu anda matikan. Jika tidak, sebaiknya anda tahu bahwa anda ini termasuk salah satu kortek yang ada di negeri ini.

Mungkin anda akan berdalih hp-hp itu harus dalam keadaan aktif. Setiap saat orang-orang yang anda anggap penting (atasan, kolega, cem-ceman, teman) bisa saja akan menghubungi. Barangkali anda perlu lihat lagi apakah menyalakan hp itu memang penting atau sebenarnya bisa ditunda beberapa saat. Saya khawatir anda sudah terbiasa membesar-besarkan hal yang sebenarnya perkara sepele. Kebanyakan dari kita ternyata memang seperti itu. Hp seolah-olah menjadi seperti lintah, ke mana-mana nempel di badan. Di manapun barang itu harus ada. Tidak siang tidak malam.

Jika anda tetap ngotot menghidupkan hp saat rapat, itu artinya anda tidak menghargai dan tidak menganggap penting peserta dan rapat yang sedang anda ikuti. Apa ruginya sih mematikan sejenak hp? Toh rapatnya juga tidak seharian penuh. Kalaupun rapatnya memang diadakan seharian penuh pastilah ada jam-jam istirahat. Di saat break itulah anda bisa mengaktifkan hp atau barangkali melakukan hubungan (telepon mangsudnya). Enak kan? Peserta lain tidak terganggu dan anda sudah menunjukkan profesionalisme anda dan membuktikan anda memang bukan kortek. Sudah seharusnya kitalah yang memperalat hp bukannya diperalat. Sebagai pemilik, wajib hukumnya kita yang dipertuan, bukan diperalat.

Anda punya hp? Saya yakin hampir seratus persen yang membaca tulisan ini menjawab ya. Tapi apakah anda mematikan hp anda saat menghadiri rapat (osis, senat, karang taruna, kantor, rt, dll)? Saya juga yakin hampir seratus persen anda menjawab tidak. Jika anda termasuk yang menjawab ya, anda boleh protes.

Mulai sekarang bersikap cerdaslah dalam menggunakan hp anda. Secanggih dan sebanyak apapun hp yang anda miliki tidak akan mungkin, berani taruhan deh, barang itu menjadikan anda orang yang terhormat, penting, dan baik. Bagaimanapun dia hanya sebuah perangkat, nggak bakal bisa berfungsi sendiri. Baik buruknya tergantung manusianya. Kecanggihannya akan terlihat bila manusia menjalankannya. Jika salah dalam memanfaatkannya bisa mengakibatkan kita menjadi kortek, menjadi orang yang tidak baik meskipun penting. Malahan bisa-bisa dengan memiliki hp yang canggih dan bermacam-macam, bukannya dihormati tapi malah disepelekan, dianggap norak, kampungan, sok sibuk, sok penting. Hati-hati sajalah.

Memang baik menjadi orang penting, tapi lebih penting menjadi orang baik.

Tuesday, December 18, 2007

Gila Hormat

Datang tak dijemput, pulang tak diantar. Ini bukan jelangkung lho. Ketika membaca kalimat pertama itu, barangkali yang muncul di kepala anda sosok jelangkung. Memang ungkapan itu menjadi populer setelah mainan mistis berupa ritual memanggil setan itu difilmkan. Tetapi tahukah anda arti sebenarnya dari kata-kata itu yang sejatinya adalah peribahasa bangsa kita? Saya yakin tidak semua orang, termasuk anda mungkin, tahu makna sebenarnya. Ya toh? Tapi nggak usah terlalu dipikirkan. Anda sama dengan saya. Sebelum membuka-buka buku peribahasa yang memang saya miliki, saya juga tidak ngeh jika kalimat itu merupakan sebuah peribahasa dan memiliki arti yang berbeda dengan arti tertulisnya. Kebangeten ya? Sama bahasa sendiri kok nggak tahu. Yah, terserahlah ape lu kate. Memang itu faktanya.

Itulah yang terjadi. Kadang-kadang kita ini bangga dengan milik orang lain. Tidak jarang orang sibuk belajar menguasai bahasanya bangsa lain, sementara bahasa ibunya sendiri masih dangkal. Ya seperti saya inilah. Rasanya kesadaran berbahasa saya belum bisa dibanggakan. Saya yang lahir di negeri ini hanya belajar bahasa sebatas berada di bangku sekolah ditambah dengan lingkungan bermain. Itu belum cukup. Seharusnya apa yang sudah diterima dari guru di sekolah diperdalam lagi dengan membaca referensi-referensi lain. Dengan demikian, apa yang dimiliki bukan biasa-biasa saja tetapi benar-benar berbobot. Kan keren jadinya.

Balik lagi tentang peribahasa di atas, ternyata makna sebenarnya adalah memperlakukan seseorang tidak sebagaimana mestinya. Versi lain dari peribahasa itu yang saya baca di buku kumpulan peribahasa memang sedikit berbeda. Dalam buku itu ditulis, “Datang tidak berjemput, pulang tidak berantar”. Hanya beda di awalan, juga tak dan tidak, maknanya sendiri sama. Kenapa peribahasa itu bisa muncul, sudah pasti berdasarkan kejadian dalam kehidupan sehari-hari. Apakah anda pernah mengalami kejadian sebagaimana dimaknakan dalam peribahasa itu?

Sadar atau tidak, mungkin kita pernah memperlakukan orang lain tidak sebagaimana layaknya. Contoh gampang saja, kita tidak menghormati orang yang lebih tua yang selayaknya memang harus kita hormati. Saya tidak menyalahkan yang muda dan membenarkan yang tua. Bisa saja itu terjadi karena ada sebab tertentu yang menjadi si muda tidak gampang menaruh hormat. Terbiasa dilayani, misalnya. Atau, bisa juga karena suatu hal yang ada di pihak yang tua yang menyebabkan dia tidak pantas diberi hormat oleh si muda. Orang tua yang pemabuk contohnya. Namun demikian, sopan santun yang ada di dalam masyarakat mendidik kita untuk menghormati orang tua. Alasan pertama adalah karena dari segi usia mereka memang lebih tua. Kemudian wawasan luas yang berasal dari banyaknya pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki bisa menjadi sumber belajar bagi yang muda. Setelah itu, perilaku positifnya bisa memberikan keteladanan. Itu ajaran yang kita terima, dan itu bukan berarti mendudukkan yang tua untuk jadi gila hormat.

Yang perlu ditambahkan dari etika itu, barangkali bukan hanya yang muda saja yang menaruh hormat kepada yang tua. Sebagai orang tua, tidak ada buruknya memberi contoh yang baik dengan menghormati juga yang muda. Penghormatan kepada yang muda di sini maksudnya adalah untuk menunjukkan bahwa sudah selayaknya manusia hidup itu saling menghormati. Orang tua yang menghormati anaknya menjadikan perilakunya itu sebagai pelajaran perlunya menghargai kepentingan pihak lain. Contoh dari orang tua mengajarkan untuk tidak mementingkan diri sendiri dan mendidik kepentingan kelompok (masyarakat) supaya lebih diutamakan. Orang tua atau orang muda sama-sama memiliki kepentingan dan masing-masing juga seharusnya saling menghormati.

Saya sendiri tidak ada masalah jika harus menghormati yang lebih muda. Dan saya memang selalu berusaha melakukan hal itu. Tidak ada ruginya buat saya. Nenek moyang saya (bukan ding) bilang nothing to lose lah. Apa ruginya jika menghormati yang lebih muda kemudian menghasilkan hubungan yang harmonis dan silaturahim jadi terpelihara? Tauladan ini diajarkan oleh nabinya orang Islam, Muhammad. Dan kalau anda ingin tahu, ini merupakan perilaku yang, menurut Stephen R Covey dalam 7 Habits-nya, dimiliki orang-orang efektif. Si Kofi ini menaruh habit itu ke dalam urutan yang kelima yang dia sebut dengan “Mengerti baru dimengerti.” Jadi bisa anda simpulkan toh, bagaimana sikap saya terhadap orang yang lebih tua. Sama yang muda saja seperti itu, apalagi sama yang tua. Saya juga punya prinsip lain yang berhubungan dengan tua-muda. Pengen tahu? Ini prinsip saya, “Kalau makan sama yang muda, jika tidur sama yang tua.” Jangan ngeres dulu! Saya bukan penganut dan pendukung poligami, meskipun itu sah. Dan saya juga tidak mau membalik prinsip itu yang barangkali buat anda yang ngeres akan lebih enak menjadi “Kalau makan sama yang tua, jika tidur sama yang muda.” Emang situ mau makan sayur bambu dan tidur di atas rebung?

Perihal hormat-menghormati, ternyata ada lho orang-orang yang gila hormat. Dan menurut saya, inilah contoh orang-orang yang tidak dewasa. Dari segi usia mereka memang tua, tetapi perilaku yang ditunjukkan tidak ada bedanya dengan anak tk yang suka ngambek. Gila hormat bisa juga menjadi cerminan jiwa orang yang egois. Harus keperluannya dulu yang dipentingkan. Sebagai kepala, dia merasa berhak dihormati anak buah. Sebagai orang tua, hanya si anak yang wajib menghormati. Hormat juga bisa menjadikan seseorang arogan. Karena merasa semua orang menghormati, maka jika harus menghormati orang lain, mulutnya atau dalam hatinya akan bilang no way! Kita juga harus hati-hati untuk tidak gila hormat. Bisa jadi gara-gara hormat nanti malah jadi gila beneran. Jika itu yang terjadi maka tidak ada bedanya dengan orang tidak waras yang suka berkeliaran di dekat kampus IPB Darmaga. Kerjaan dia setiap hari jalan kaki menyusuri jalan raya ke arah Bogor dan di lain waktu ke arah Leuwiliang. Dengan rambut gimbal Bob Marley-nya yang berkibar, tanpa busana secuilpun sehingga tititnya (maaf) melambai-lambai, sekujur tubuhnya kehitaman penuh daki dan sudah pasti baunya tidak ketulungan, dia berjalan dengan dada tegap mengikuti jalan. Itu dia lakukan setiap hari. Jika suatu saat dia melakukan perbuatan dengan menaruh tangannya di depan jidat seolah-olah sedang menghormat dalam upacara bendera, dia lah yang benar-benar disebut gila hormat sejati. Betul-betul orang gila yang sedang menghormat. Kira-kira mau nggak anda disamakan dengan si Bob Marley ini?

Selamat deh kalau begitu. Selamat jika anda tidak gila hormat. Selamat juga kalau anda sama dengan si gila hormat nudis dari kampus IPB, mudah-mudahan pintu hati anda segera dibukakan.

Monday, December 17, 2007

Pertemanan

Saya nggak tahu, apa memang tidak mudah untuk dengan sengaja membuka diri agar tertular, atau memang sayanya yang rada-rada, ehm, belet. Waduh, belibet banget sih ngomongnya. Maksud saya gini, suka ada kesempatan yang datang menghampiri, tapi saya tidak bisa memanfaatkannya dengan baik. Bila melihat kesempatan yang ada, sebenarnya amat sangat terbuka untuk bisa memanfaatkannya. Jika anda pernah dengar ungkapan bila dekat penjual ikan jadi anyir, main dengan tukang minyak wangi jadi harum, bisa jadi ada benarnya. Ketika saya memiliki teman yang hebat menuangkan idenya dalam bentuk tulisan, sebenarnya saya punya peluang untuk jadi wangi atau anyir. Karena teman saya ini penulis, ya berarti ada kesempatan buat saya untuk jadi pinter nulis juga. Namun kenyataannya, kata-kata bijak itu masih hanya sebatas ungkapan karena saya merasa tidak maksimal dalam memanfaatkan kesempatan itu. Bukan, bukan dia yang salah. Kesalahan sepenuhnya ada di pundak saya. Saya tahu artinya pepatah bijak buruk muka cermin dipecah. Sudah pasti saya tidak akan menyalahkan orang lain karena ketidakbisaan saya. Hanya saja yang saya rasakan, bila kita punya teman yang hebat, bukan persoalan yang mudah untuk tertular menjadi seperti teman bermain kita itu.

Teman saya yang satu ini bukan kaliber biasa-biasa saja. Kalibernya sudah skala luar negeri. Dia sudah go internasional, karyanya sudah dikenal di luar negeri. Meskipun baru taraf Asia, prestasi itu sudah barang tentu lebih dari sekedar cukup untuk dibanggakan. Dan ini peluang yang amat sangat berharga buat saya untuk menghisap segala keahlian yang dia punyai. Sayangnya buah pisang buat sembelit, kayaknya gampang ternyata sulit cing. Cuma sebatas sulit memang, bukan artinya tidak mungkin. Dengan demikian masih terbuka kemungkinan untuk mengatasi kendala-kendala yang muncul. Sulit bukan berarti tidak ada peluang. Jika kita ketemu persoalan yang kata orang sulit, itu kan artinya tidak gampang saja toh? Bukannya artinya tidak mungkin. Bagaimanapun, segala sesuatu yang ada di dunia ini serba mungkin. Cuma ada satu hal yang tidak mungkin, yaitu makan kepala sendiri. Bercanda memang, tapi hal itu ada benarnya juga. Maksud saya begini. Memang sebenarnya bukan hanya makan kepala sendiri yang tidak mungkin, masih ada yang lain. Akan tetapi, kalau saya menyebutkan bahwa cuma itu yang tidak mungkin itu maksudnya adalah bahwa apapun yang kita hadapi, jika yang ada di kepala kita hanya kemungkinan untuk berhasil, maka segala kendala yang muncul akan menjadi mungkin untuk diatasi. Yakinlah itu.

Balik lagi ke teman saya itu, dia pernah saya singgung-singgung di blog ini tanggal 2 Juni lalu yang judulnya Semiotika. Dan saya yakin, kalau anda kuliah di Fakultas Sastra Unpak Bogor atau FIB UI, pasti kenal dia. Jika anda mengaku pecinta sastra, berani taruhan, pasti tahu penulis dan kritikus sastra yang bernama Maman S Mahayana. Jika tidak kenal maka sebaiknya anda jangan ngaku-ngaku pecinta sastra. Dia memang dahsyat. Jangan bandingin dengan Pramoedya Ananta Toer, bukan lawannya memang. Setidaknya untuk saat ini. Namun demikian, bukan hal yang mustahil kalau pak Maman, saya biasa memanggilnya seperti itu, suatu saat nanti namanya sebesar penulis yang pernah dicalonkan menerima hadiah nobel itu.

Memang tidak semudah membalikkan telapak tangan untuk bisa meniru dia. Buat saya, kadang-kadang untuk bisa meniru apa yang pak Maman lakukan menjadi masalah yang pabaliut atau bahasa Jawanya complicated. Bukannya saya sengaja tidak mau menyederhanakan, tetapi masalahnya adalah saya harus memperbanyak jam terbang. Kalau sekedar bisa nulis, itu kan memang simpel. Saya bisa menjaminnya karena saya tahu persis bahwa saya ini tidak buta huruf. Namun, bukan hanya itu doang kan.

Semangat untuk mau terus menulis juga menjadi syarat. Inilah bahan bakarnya untuk bisa jadi mahir. Itulah jam terbang yang saya perlukan, dan juga anda butuhkan jika anda juga ingin bisa menulis. Dan itu yang selalu dilakukan pak Maman terhadap saya. Setiap saya main ke rumahnya, pulangnya selalu dibawain oleh-oleh. Kadang buku-buku baru, kadang catatan-catatan, kadang teknik khusus atau ilmu anyar, yang intinya adalah, setelah beberapa hari saya harus setor tulisan yang berasal dari oleh-oleh yang dia berikan itu. Cara itu memang manjur buat saya. Mau nggak mau saya harus membuat tulisan. Dia sengaja memaksa saya untuk memperbanyak jam terbang.

Seandainya saja saya punya ilmu Thi-khi-i-beng (mencuri sukma memindahkan nyawa) semacam yang dimiliki Cia Keng Hong. Tau ilmu itu? Kenal tokoh itu? Mereka rekaan dari penulis Kho Ping Hoo atau Asmaraman S Kho Ping Hoo yang orang Solo itu dalam buku cerita silatnya yang berjudul Pedang Kayu Harum (Siang-bhok-kiam). Suatu ilmu yang sangat dahsyat. Cia Keng Hong dapat menyedot kesaktian yang dimiliki lawannya hanya dengan menempelkan telapak tangannya ke dada atau punggung lawannya. Akibatnya, dia makin tambah sakti dan lawannya jadi mati, minimal teler. Kalau saya punya ilmu itu, saya akan minta ijin dulu sama Kho Ping Hoo untuk memodifikasinya. Akan saya rubah ilmu itu bukan untuk menyedot tapi untuk memfotokopi kesaktian. Jadi, yang disedot tidak mati atau teler tapi masih seger buger. Kan win-win solution tuh namanya. Kesaktian saya nambah, kesaktian dia nggak ilang. Saya hepi dia juga hepi. Nggak boleh sirik lho. Anda juga boleh kok melakukan seperti apa yang saya lakukan.

Itulah cara yang paling gampang buat saya saat ini. Sebelum bisa yang benerannya, menghayal dulu. Bagaimanapun juga khayalan itu bisa menjadi pemicu untuk melakukan sesuatu. Banyak contohnya. Ketika kita berkhayal dan kemudian khayalan itu menjadi obsesi yang tak terbendung, tanpa disadari segala energi yang kita miliki akan diupayakan untuk mewujudkannya. Pernah mengalami seperti itu? Kita bisa belajar dari apa yang dilakukan Henry Ford. Karena obsesinya untuk menciptakan sebuah mobil yang modern, muncullah apa yang dikenal dengan mobil T. Kita bisa mencontoh om Mukibat, impiannya untuk mendapatkan hasil panen yang lebih besar mendorong dia untuk terus bereksperimen sehingga muncul jenis singkong yang dulu dikenal dengan ketela mukibat yang merupakan persilangan antara singkong dengan pohon karet.


Maman S Mahayana, Pramoedya Ananta Toer, Kho Ping Hoo, Henry Ford, dan Mukibat, semua itu manusia seperti kita. Meskipun ada yang makan roti campur keju dan ada juga yang makan singkong campur keju (kali), pada dasarnya mereka semua sama seperti anda, seperti saya, tapi bisa nggak kita ini menjadi seperti mereka? Cobalah.

Wednesday, December 12, 2007

AIFKR

Bingung ya baca judul di atas? Sengaja. Itu namanya anagram. Pernah dengar anagram? Atau malah merupakan hal biasa yang suka anda lakukan? Bila anda kenal permainan Scrabble dan suka memainkannya, anda pasti kenal istilah itu. Jika tidak, saya bisa simpulkan anda termasuk newbies dalam permainan ini. Anagram merupakan salah satu teknik yang digunakan dalam Scrabble. Teknik anagram dilakukan dengan cara menggeser-geser tile (huruf) yang dimiliki sehingga terbentuk sebuah kata. Karena permainan Scrabble menggunakan bahasa Inggris, tentu saja kata yang terbentuk harus kata bahasa Inggris. Sebagai contoh, bila memiliki huruf ABC, maka kata yang bisa dibentuk adalah CAB. Kata lain, BAC, bisa juga dibuat dari huruf-huruf itu. Masalahnya adalah apakah kata itu punya arti dalam bahasa Inggris, bila tidak, berarti kata BAC tidak bisa diterima.

Judul di atas misalnya, bisa kita susun menjadi beberapa kata. Saya tidak meminta anda untuk menyusunnya menjadi kata dalam bahasa Inggris. Pusing nanti. Saya hanya menanyakan kepada anda, kata apa dalam bahasa Indonesia yang terpikirkan di benak anda dengan melihat lima huruf itu yang bisa anda susun? Mungkin akan segera muncul di otak anda: FAKIR, KAFIR, atau FIKAR. Kata yang terakhir coba anda cek, ada tidak di dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Jika tidak ada, dalam permainan Scrabble, kata itu berarti unacceptable.

Sebenarnya tulisan ini tidak akan membicarakan tentang permainan Scrabble. Kalaupun saya mengawali dengan teknik anagram yang ada dalam permainan Scrabble, itu semata-mata sebagai prolog saja. Yang ingin saya sampaikan di sini adalah kata bentukan dari anagram lima huruf itu yaitu kata fakir dan kafir. Bila mengacu pada kamus bahasa kita, fakir artinya orang yang sangat berkekurangan atau bisa juga orang yang terlalu miskin. Kafir punya arti lain lagi, yaitu orang yang tidak percaya kepada Allah dan rasul-Nya.

Antara fakir dan kafir jelas berbeda. Orangnya pun bisa tidak sama. Maksudnya, antara si fakir dan si kafir bisa lain-lain orangnya. Sebaliknya, mungkin saja fakir dan kafir itu satu orang. Namun demikian, meskipun dari segi makna berbeda, ternyata kedua hal tersebut bisa memiliki hubungan yang dekat dan saling terkait. Batas antara fakir dan kafir begitu tipisnya. Seperti dalam teknik anagram, fakir bisa berubah menjadi kafir. Dalam kehidupan nyata, hal itu pun dapat terjadi. Kefakiran bisa membuat manusia menjadi kafir karenanya. Banyak contoh yang bisa dilihat dalam hidup kita.

Barangkali anda pernah dengar kisah seorang yang bersekutu dengan jin untuk mendapatkan kekayaan. Hanya karena ingin bisa kaya, dia rela membuat perjanjian dengan mahluk halus ini. Bahkan dengan syarat menyediakan tumbal pun dia setujui. Tumbal dalam bentuk apapun, nyawa misalnya. Sampai segitunya. Malahan cerita tentang gunung Kawi, bukan hanya kemurtadan yang terjadi tetapi juga dibumbui dengan kemaksiatan. Bagi orang-orang yang berburu keberuntungan dengan jalan pintas, gunung Kawi ini menjadi salah satu tempat tujuan.

Saya sudah berusaha browsing untuk mencari kisah tentang gunung Kawi, termasuk di situsnya majalah Intisari dimana cerita tentang praktek kemusrikan yang terjadi di gunung Kawi dulu pernah saya baca. Sayangnya saya tidak (belum) menemukan data yang saya butuhkan itu. Yang saya temukan malahan gunung Kawi yang ada di Malang (Jawa Timur) yang juga menjadi tempat mencari keberuntungan. Seingat saya gunung Kawi yang saya maksudkan ini, kalau tidak salah, berada di antara tiga batas wilayah: Sragen, Boyolali, dan Grobogan di Jawa Tengah sana. Saya yakin namanya memang gunung Kawi, atau barangkali gunung yang saya maksudkan itu namanya bukan itu ya. Kalau anda tahu, tolong tunjukkan kepada saya jalan yang benar (tersesat kalee...).

Karena data tertulis atau sumber informasi yang ada di internet tidak bisa saya berikan, ya nggak papa kan jika saya cerita berdasarkan apa yang dulu pernah saya baca dan dengar. Gimana? Oke kan?

Meskipun saya suka mendaki gunung, untuk gunung yang satu ini saya belum pernah menaklukannya. Dan perlu anda ketahui, saya tidak ada rencana untuk mendatanginya. Gunung ini memang bukan untuk para pendaki. Gunung Kawi hanya diperuntukkan mereka yang memburu kekayaan atau yang biasa disebut dengan pesugihan, bukan sunrise atau sekuntum edelweiss. Saya memang belum pernah ke sana, tapi lebih dari sekali saya mendengar kisahnya. Percaya atau tidak, aroma kemesuman yang disebarkan oleh gunung itu akhirnya juga menarik kaum pekerja seksual untuk buka praktek di sana.

Kesakralan gunung Kawi memang dahsyat. Orang yang datang tidak hanya dari sekitar gunung, dari luar pulau Jawa pun ada. Apapun akan diserahkan. Sampai-sampai begitu relanya orang mau memberikan imbalan untuk dapat memperoleh keinginannya. Anda percaya kalau ada orang yang mau menyerahkan kehormatan dirinya di gunung Kawi? Itu justru yang terjadi di tempat itu. Dan itu pula yang menjadi persyaratan jika ingin keinginannya terpenuhi. Konon katanya, keberuntungan akan datang bila mereka telah datang tujuh kali dan juga melakukan hubungan badan sebanyak tujuh kali juga dengan orang yang sama. Apa nggak gila ini namanya? Tetapi ya memang seperti itulah yang terjadi. Kegilaan yang muncul sering tidak melibatkan otak untuk menjalankan fungsinya. Yang paling dominan sudah pasti nafsu manusia yang pemenuhannya kadang melalui jalur yang tidak masuk akal dan menjijikkan. Percaya atau tidak, itulah yang terjadi di sana, dan itulah yang terjadi dalam kehidupan masyarakat kita. Ketika kehidupan ini sudah mentok, yang paling gampang adalah dengan lari ke klenik, takhayul, dan bentuk-bentuk pemujaan kepada selain Allah untuk mencari pemecahannya. “Quick and Simple,” barangkali seperti itu prinsip yang dipegang oleh pejabat, pengusaha, dan para pembesar kita yang masih setia mendatangi dukun dan paranormal. Jika akal sehat sudah tidak berguna dan keimanan bukan menjadi pegangan, tidak heran jika negara kita ini menjadi kerdil, dan akan tetap seperti itu selamanya.

Untuk anda ketahui, di Indonesia ini ada persekongkolan (untuk mengistilahkan persatuan) para dukun. Mereka memberi nama organisasinya IPI (Ikatan Paranormal Indonesia). IPI ini memiliki cabang atau yang dia sebut dengan DPC (dewan pimpinan cabang) di hampir seluruh pelosok Indonesia. Dan anda tahu berapa jumlah anggotanya saat ini? 13 juta! Selama bangsa kita masih dominan mempercayai hal-hal yang berbau klenik ini, jangan harap Indonesia bisa menjadi seperti Jepang, Singapura, Malaysia, apalagi Amerika.

Orang kalau sebuah negara agar dapat maju perekonomiannya syaratnya harus memiliki banyak entrepreneur, e lha kok kita ini yang banyak malah paranormal atau dukunnya. Ya bukannya menjadi maju tapi malah menjadi negara yang banyak demitnya. Serem ih.