Ini bukan mistik. Ini bukan klenik. Ini bukan magic. Juga bukan takhayul. Tapi ini terkait dengan sugesti. Dorongan dari dalam yang muncul karena tanda atau simbol. Terkait dengan kejiwaan. Bentar, bentar… bentar dulu toh. Maksudnya apa sih ini?
Istilah semiotika sebenarnya sudah agak lama saya dengar. Tapi saya tidak begitu care. Biasa, karena tidak terkait langsung, jadi cuek bebek. Namun saya jadi peduli setelah saya main (1/6) ke rumah teman yang dosen UI sekaligus penulis sastra kondang. Saya biasa panggil dia pak Maman (nama lengkapnya Maman S. Mahayana).
Seperti biasa kalau main ke rumahnya, saya selalu berusaha menyedot isi kepalanya. Dia guru saya dalam menulis. Kebetulan saya punya tulisan yang bisa saya bawa dan dikonsultasikan. Dari penjelasannya yang panjang lebar, banyak ilmu yang saya peroleh. Saya jadi tahu penyebab kenapa tulisan yang saya buat itu tidak dimuat di koran. Kenapa selama ini tulisan-tulisan saya selalu ditolak media.
Masalah teknis dalam tulisan saya dia ungkapkan. Lead yang tidak menarik. Judul yang kurang provokatif. Pilihan kata yang mubazir. Kalimat yang bertele-tele. Paragraf yang segede gajah. Kemudian, selain masalah teknis, dia ungkapkan kecurigaannya terhadap keberuntungan tulisan saya. Ya yang ada kaitannya dengan semiotika. Jangan-jangan tanda tangan saya memperlihatkan sugesti negatif terhadap keberhasilan tulisan-tulisan yang saya kirim ke media. Selanjutnya saya disuruh memperlihatkan bentuk dan cara saya membuat tanda tangan. Begitu selesai, sontak dia teriak, “Nah, benar kan!” Dari tanda tangan saya itu, dia kasih komentar berdasarkan ilmu semiotika.
Bentuk dan cara saya membuat tanda tangan menunjukkan bahwa saya ini orang yang ingin cepat selesai, tidak peduli dengan kualitas hasil akhir. Hal itu terlihat dari cara cepat saya membuat tanda tangan. Dengan bentuk yang bolong-bolong, saya orang yang boros. Royal dalam menggunakan uang. Tarikan ke belakang ketika membuat huruf awal menandakan kecenderungan selalu melihat ke masa lalu. Menyalahkan masa lalu atas kegagalan yang terjadi sekarang. Bagian belakang yang menurun atau bentuk tulisan bagian belakang lebih rendah dari huruf depan menjadi cermin rasa pesimis dan lingkungan pergaulan yang tidak luas.
Saya disarankan untuk mempertimbangkan kembali bentuk dan cara membuat tanda tangan. Saya boleh setuju boleh tidak. Ini masalah sugesti berdasarkan keilmuan yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Sugesti merupakan pemicu dalam meraih impian. Orang yang punya cita-cita adalah mereka yang punya impian. Orang yang tidak punya impian tidak akan punya cita-cita, karena impian bagian dari cita-cita.
Sugesti bisa menjadi roket pendorong dalam mencapai keberhasilan. Dalam hal ini, keberhasilan tulisan saya menembus meja redaksi. Dan saya setuju tentang sugesti itu. Seratus persen setuju. Saya akan tidak setuju kalau kegagalan tulisan saya disebabkan karena tanda tangan yang memang jelek itu (halah!). Bentuk dan cara membuat tanda tangan bisa menjadi sugesti positif, ini yang menarik buat saya. Kalau toh dengan mengubah tanda tangan tidak ada kerugian yang harus ditanggung dan justru akan mendorong ke arah yang lebih baik, kenapa nggak dicoba. Nggak ada ruginya kok. Siapa takut.
Kalau anda belum tahu semiotika (bahasa Inggrisnya semiotics), dia itu ilmu yang mempelajari lambang-lambang dan tanda-tanda serta arti dan penggunaannya, terutama dalam penulisan. Bapaknya semiotika, Charles Peirce.
Pak Maman, selamat. Kau telah sukses membuat saya mau peduli dengan semiotika.
menurut aku Sugesti itu sama saja dengan keyakinan atau kepercayaan yang kita akui dalam diri kita, karena ini masalah keyakinan berarti sedikit masuk pada wilaya aqidah kalau dalam agama islam,.. jadi mesti hati-hati,..sekali lagi hati-hati,.. jangan sampai terserempet,..
ReplyDelete