Monday, September 25, 2006

Guru Gagap

Kenapa universitas tidak ada atau jarang merekrut sarjana lulusan institut kependidikan sebagai tenaga pengajarnya? Karena mereka tidak dipersiapkan untuk menjadi dosen. Mereka dipersiapkan oleh perguruan tinggi tempat mereka kuliah untuk menjadi guru di bangku sekolah lanjutan pertama maupun atas. Sehingga ketika mereka dihadapkan pada mahasiswa, yang berbeda karakternya dengan anak SMA, kegagapan mulai terjadi.

Cara belajar siswa lanjutan dan mahasiswa berbeda. Dari segi usia juga mempengaruhi. Ditambah lagi sistem belajar mengajar di sekolah lanjutan masih banyak yang menggunakan cara komunikasi satu arah. Guru dianggap sebagai pihak yang mengetahui segalanya. Apa yang disampaikan oleh guru harus ditelan bulat-bulat oleh siswa tanpa diberi kesempatan untuk membandingkan, menganalisa kebenarannya. Sekolah yang menerapkan sistem satu arah ini jarang sekali ditemukan model belajar melalui diskusi maupun debat. Kalaupun ada, yang dianggap paling benar adalah apa yang dikatakan guru. Jadi yang keluar dari olah pikir siswa akan dianggap benar selama sesuai dengan kebenaran dari guru. Semboyan bhinneka tunggal ika tidak berlaku dalam hal ini.

Sudah waktunya perguruan tinggi atau lembaga pendidikan yang memiliki kurikulum pendidikan tinggi melihat kembali para tenaga pengajarnya. Tenaga pendidik yang menganggap siswa harus mengekor cara berpikir guru harus di-upgrade. Jangan sampai dengan cara yang mereka terapkan membuat mahasiswa melempem, tidak punya keberanian menyampaikan pendapat, dan tidak responsif maupun proaktif.

Sarjana pendidikan berbeda dengan sarjana umum. Institut kependidikan yang dulu bernama IKIP semacam UNJ atau UPI Bandung sekarang ini berbeda dengan UGM atau ITB. Mereka memang dipersiapkan oleh kampusnya menjadi profesional ahli kependidikan di sekolah lanjutan, tapi bukan di perguruan tinggi. Sedangkan sarjana lulusan bukan institut kependidikan dipersiapkan untuk menjadi tenaga ahli di bidangnya. Itulah sebabnya, ketika mereka yang bukan sarjana pendidikan dituntut untuk menjadi pengajar, mereka lebih fleksibel. Dalam praktek, mereka lebih siap dan tidak kaku dalam melakukan proses belajar mengajar di perguruan tinggi atau sekolah yang menerapkan kurikulum perguruan tinggi.

Anda yang sarjana pendidikan boleh protes. Tetapi faktanya memang seperti itu. Sarjana pendidikan lebih sesuai kalau mengajar di SMP/SMA. Mereka tidak sesuai untuk atmosfir belajar di pendidikan tinggi atau lembaga pendidikan berkurikulum pendidikan tinggi, kecuali yang tidak bermental guru SMP/SMA. Silahkan protes bila tidak setuju. Saya sangat menghargai perbedaan pendapat anda tersebut.

Saturday, September 23, 2006

Ramadhan Siapa Punya

Besuk bulan suci tiba. Marhaban ya Ramadhan. Sebuah keberuntungan yang tak terhingga bila kita bisa kembali bertemu dengan bulan yang dinanti-nantikan ini.
Kenapa ditunggu-tunggu, karena bulan ini penuh rahmat dan ampunan. Ibarat supermarket, bulan Ramadhan adalah bulan diskon. Banyak kelimpahan yang diberikan. Lailatul qadr contohnya. Nilai ibadah setara 83 tahun dijanjikan oleh Alloh bila bisa ketemu dengan lailatul qadr. Imbalan yang sangat menarik mengingat kita belum tentu bisa mencapai usia segitu.

Barangkali bukan itu yang menjadi fokusnya. Yang terpenting dalam Ramadhan adalah puasa beserta aktifitas ibadah lainnya dijalankan dengan ikhlas. Kesempatan bisa menjalankan puasa Ramadhan bak mesin yang di tune up. Pencernaan yang selama sebelas bulan dipaksa untuk bekerja, sekarang sudah waktunya untuk diberi kesempatan istirahat sejenak. Ginjal yang bertanggung jawab menyortir racun yang masuk bersamaan dengan makanan bisa sedikit lega. Porsi racun yang dia proses tidak sebanyak sebelum Ramadhan. Makanya kalau ingin sehat, puasalah.

Puasa itu ibadah ekslusif. Bila ibadah lain bisa dilihat orang lain, seperti sholat, zakat, atau haji, ibadah yang satu ini urusannya hanya antara pelaku dan Rabnya. Sang Khalik akan langsung memperhitungkan imbalan dari ibadah puasa yang dijalani hambanya. Seperti firman-Nya dalam hadits Qudsi:
“Kulluu ‘amali ibnu aadama lahu illash-syiyaam. Fa innahu lii wa ana ajzii bihi - Setiap amal anak Adam adalah untuknya sendiri kecuali shaum, karena shaum itu untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya.”

Ibadah ini juga mendidik kita untuk menjadi sabar. Mendidik manusia menjadi seorang muttaqien. Seorang yang selalu waspada dan hati-hati dalam mengemudikan mobil kehidupannya. Berusaha menjalankan segala perintah dan menjauhi larangannya. Ramadhan melatih kita untuk lebih tepo seliro (tenggang rasa). Banyak kaum yang dipaksa berpuasa meskipun bukan Ramadhan karena kefakirannya. Mereka bukannya punya hak istimewa untuk berpuasa. Puasa mereka lakukan karena keterpaksaan.

Ramadhan itu milik siapa saja. Milik umat muslim di manapun tempatnya. Tidak ada yang punya hak untuk mengklaim ibadah tersebut khusus milik yang kaya saja atau kaum papa semata. Semua punya kesempatan untuk memanen pahala dalam bulan mulia ini. Marilah kita ber-fastabikul khoirot, berlomba-lomba ke arah kebaikan. Ber-amar ma’ruf nahi munkar, bukan malahan amar munkar – ngajakin yang nggak bener.

Selamat menunaikan ibadah shaum. God blesses you.

Friday, September 22, 2006

Beda Kepala Beda Konsep

Manusia diciptakan unik. Warna rambut boleh sama. Bentuk kepala mungkin sama. Namun apa yang ada di dalamnya bisa bervariasi. Dalam memandang suatu masalah, kita seperti cerita tiga manusia buta dan gajah. Anda tahu kisah tersebut? Sekedar mengingat kembali, saya akan sampaikan kisah tersebut.

Suatu saat ada tiga orang buta yang ingin mengetahui bentuk gajah. Panca indera yang menjadi andalan adalah kulit tangan mereka untuk meraba. Masing-masing sudah berada di dekat gajah. Mereka mulai memegang dan meraba. Si buta yang pertama memegang belalai kemudian berkata bahwa gajah itu bentuknya panjang seperti ular. Yang kedua meraba-raba telinga, lalu bilang kalau gajah itu tipis dan lebar seperti kipas. Si buta ketiga dengan kedua tangannya mengelus-elus perut gajah kemudian berusaha mendorongnya. Setelah itu dia sampaikan kepada kedua temannya bahwa gajah itu rata seperti tembok. Siapa yang benar? Semua benar tentu saja. Hanya kebenaran mereka sifatnya parsial.

Dalam menilai sebuah kejadian, kadang kita seperti orang-orang buta tersebut. Kita menggunakan kemampuan, keahlian, dan latar belakang masing-masing. Sebenarnya bukan masalah dan bahkan bisa memperkaya dan memperdalam hasil penilaian bila hasil yang berbeda-beda tersebut digunakan untuk saling melengkapi. Bila ada hal yang berbeda dari orang lain, alangkah baiknya kalau kita bukan hanya mengukur dari diri sendiri. Lebih bijaksana kalau kita juga menggunakan kacamata yang dipakai orang lain.

Keunikan seseorang bisa berwujud perilaku. Seorang mahasiswa yang menurut dosennya menyimpang, sudah pasti karena dia berbeda dengan dosen tersebut. Kalau dosen hanya menggunakan nilai yang dia gunakan, alangkah dangkal dan naifnya. Bisa jadi justru mahasiswa tersebut, di mata dosen lain, dianggap kreatif, penuh imajinasi, berkeinginan kuat untuk maju. Sehingga yang terlihat di dalam kelas, dia sering bertanya dan selalu mendebat dosennya sampai benar-benar yakin bahwa apa yang disampaikan dosennya benar. Bila dosen tersebut tipe pengajar yang menganggap mahasiswa hanya sebagai obyek, duduk dan menelan semua yang disampaikan, tidak punya hak untuk meragukan apa yang diajarkan, sudah pasti akan shock dan stres berat. Ujung-ujungnya, anak didiknya itu dianggap biang kerok, seorang troublemaker di kelas.

Kalau anda seorang pengajar, entah guru, dosen, mentor, tutor, trainer, coach, atau apapun istilahnya, bersifat dan bersikaplah terbuka. Jangan perlakukan anak didik anda sebagai obyek. Mereka adalah partner dalam belajar. Kerjasama, diskusi, atau kalau perlu berdebatlah untuk mencari kebenaran. Guru yang orang Jawa memanjangkannya menjadi digugu lan ditiru (dipercaya dan diikuti) menjadi keharusan dalam cakupan perilaku. Artinya tingkah laku pengajar harus bisa menjadi contoh positif bagi anak didiknya. Diluar itu, perlakukan mereka sebagai partner.

Bila anda adalah siswa atau mahasiswa, beranilah. Bertanyalah apabila anda kurang jelas. Utarakan pendapat dan sampaikan apa yang ada di benak apabila merasa apa yang disampaikan pengajar anda meragukan. Saya tepat ada di belakang anda, kalau anda mau berbuat seperti itu.

Saturday, September 16, 2006

Jadul

Anak saya menganggap saya orang jadul, alias jaman dulu. Mahasiswa saya berpikiran sama seperti anak saya. Teman sekerja yang usianya lebih muda, barangkali juga mentreat saya sebagai produk jadul. Anak tetangga temen main Izal dan Reyhan, anak saya, juga melihat saya dan mengatakan saya ABG, angkatan babe gue. Saya sendiri merasa sudah tidak seperti waktu SMA atau saat kuliah. (Hla hiya lah! Sudah jelas itu! - yang ini ngomong sendiri, sambil menatap guratan yang mulai muncul di muka yang terlihat dalam cermin).

So what? Apakah yang namanya jadul tidak bisa bermanfaat atau memberikan kontribusi positif? Sebagaimana sebuah produk, manusia juga memiliki lifecycle, siklus hidup. Suatu saat Harley Davidson – tau kan? itu tuh si moge or motor gede - dianggap sebagai motor jadul, kuno, tidak modern, tidak cool. Orang malu mengendarai karena motor tersebut identik dengan tunggangannya kaum hippies, brandalan, dan orang-orang jorok. Setelah usaha keras untuk mengubah citranya menjadi positif, sekarang HD dianggap sebagai mogenya orang-orang eksklusif. Bahkan di Indonesia ada komplotannya, maksudnya kumpulan para penggemarnya. Sebagian besar anggotanya malahan para eksekutif, selebritis, dan orang-orang top lainnya. Sayangnya setiap melihat konvoi mereka dijalan, kesan yang muncul adalah arogansi. Seperti yang punya jalan saja, mereka menguasai jalan. Kadang menimbulkan kemacetan. Padahal banyak orang kegerahan di dalam angkot. Termasuk saya.

Celana denim (jean) juga termasuk produk jadul. Dia beberapa kali mengalami metamorfosis. Dari yang awalnya dibuat untuk para penggembala sapi liar kemudian menjadi uniform wajib kaum hippies, anak kuliahan, dan bahkan para pecinta mode. Celana jean dianggap sebagai simbol pemberontakan. Sekarang, dianggap aneh kalau ada anak SMA nggak punya jean. Lifecycle celana jean terus berputar dan akan terus berputar. Artinya, sampai nanti produk jadul ini akan terus dipakai.

Sudah jamak dalam dunia fashion, apa yang dulu dianggap kuno akan ditampilkan lagi menjadi baru. Tahu model baju yang di pakai anak band Naif? Ya seperti itulah. Bisa jadi suatu saat nanti pakaian manusia gua akan ngetrend lagi. Orang jalan-jalan di mall seperti manusia gua, hanya mengenakan celana kulit binatang sambil membawa pentungan tulang. Satpamnya diam saja melihat pengunjung berpakaian seperti itu. Karena dia sendiri memakai cancut kulit binatang juga.

Yang terpenting adalah bukan jarang - jaman sekarang - atau jadul, tapi seberapa besar manfaat kita buat diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan tempat kita berada sampai detik sekarang. Mengklaim orang modern tetapi kelakuannya primitif, masih menunjukkan perilaku binatang (contohnya rakus, tidak mau berbagi), malah lebih memalukan. Bilangnya anak modern, tapi tidak bisa membaca. Ngaku anak gaul, tapi menggauli lawan jenisnya tanpa ada ikatan pernikahan. Itu bukan ciri manusia modern, seperti itu adalah produk jadul. Artinya, sejak jaman jahiliyah perbuatan itu sudah ada.

Bila anda menjadi jadul seharusnya bisa menjadi lebih wise dikarenakan kaya pengalaman dan memiliki banyak pengetahuan. Kuda tua lebih tahu jalan. Itu yang diucapkan pepatah Cina: an old horse knows the route.

Tuesday, September 12, 2006

Obat Ngantuk Mujarab

Nemuin mahasiswa ngantuk di kelas sudah tidak keitung lagi. Dari yang hanya sekedar memejamkan mata sesaat sampai yang mau terjungkal dari kursi. Dari yang pura-pura menaruh tangan di jidat sekaligus menutupi mata yang ngantuk sampai yang berusaha memelototkan mata mati-matian hingga mirip tokoh kartunnya Walt Disney, Pluto. Terutama setelah makan siang, yang merupakan jam rawan. Hampir bisa dipastikan sebagian mahasiswa pasti ada yang ngantuk. Bila melihat seperti itu, saya suka nggak tega untuk membangunkannya. Kasihan. Saya nggak marah. Hanya saja menyayangkan kalau dalam kondisi ngantuk, otak pasti tidak bisa menyerap apa yang diajarkan di kelas.

Yang biasa saya lakukan saat ketemu mahasiswa ngantuk adalah menyuruh mereka keluar kelas untuk cuci muka. Kadangkala manjur, mereka jadi melek lagi. Kadang-kadang juga setelah mukanya kering, mereka ngantuk lagi. Ini biasanya terjadi pada mereka yang sudah terkenal tukang tidur. Nggak laki nggak perempuan. Saya juga suka menyarankan supaya menyimpan kopi di loker untuk diminum bila dibutuhkan.

Bukan hanya mahasiswa saja yang ngantuk. Dosen pun sama. Dosen juga manusia, punya rasa punya hati (walah… joko sembung ngelas, gak nyambung blas). Hanya karena tanggung jawab atas kelas yang diajarlah yang membuat mereka bertahan untuk tidak tidur di kelas. Gimana jadinya kalo yang jadi panutan memberi contoh tidur di kelas, pasti seluruh mahasiswa akan rame-rame tidur berjamaah. Ibarat pepatah, guru kencing berdiri….. dua tiga pulau terlampaui. Itulah contoh pepatah yang ngawur.

Belum lama ini, saya terima kiriman dari teman yang tinggal di Belgia (Eropa). Salah satu sahabat saya saat kuliah dulu, yang bersuamikan orang Belgia. Yang dia kirimkan sangat cocok untuk para tukang ngantuk di kelas. Bila pengen tidak kentara kalau sedang merem matanya, boleh meniru seperti yang ada di gambar ini. Berani coba?

Sunday, September 10, 2006

Orang Baik

Emang perlu jadi orang baik? Sebuah pertanyaan yang dianggap tidak penting buat sebagian orang. Sangat serius bagi sebagian lainnya. Kelihatannya gampang untuk jadi orang baik, tapi besar godaannya agar bisa seperti itu. Kalau kita sudah punya niat menjadi orang baik, hal itu perlu disyukuri. Artinya kita termasuk kelompok orang-orang yang baik. Meskipun masih dalam kategori berusaha.

Banyak cara yang bisa dilakukan untuk mewujudkannya. Cara gampang, sederhana, tanpa biaya, serta bisa dilakukan kapan dan oleh siapa saja adalah tersenyum. Bisakah anda mudah tersenyum kepada siapa saja? Walaupun mudah, nyatanya tidak banyak orang mau tersenyum. Ada yang tidak mau tersenyum karena menganggap tidak ada gunanya. Ada juga, dan ini yang paling banyak, yang merasa tidak wajib tersenyum karena tidak kenal.

Di masyarakat pedesaan, tersenyum begitu mudahnya diberikan. Bahkan kepada orang asing yang baru ditemui. Tidak ada rasa curiga yang perlu dikhawatirkan. Rasanya tenang, akrab, dan damai tinggal di pedesaan. Saya ingat ketika mau mendaki gunung Merbabu, beberapa tahun yang lalu. Setiap penduduk desa yang saya temui di jalan, selalu tersenyum. Saya merasa diterima di lingkungan desa di lereng gunung tersebut.

Kalau senyum bagi orang desa adalah berarti keramahan, buat masyarakat kota bisa menyimpan banyak makna. Saya justru takut ketika berada di Jakarta, ada orang yang mengajak tersenyum. Secara reflek saya langsung waspada. Otomatis muncul pertanyaan penuh curiga, mengapa dia mengajak tersenyum. Apalagi kalau saya merasa tidak kenal dengan dia. Kehidupan perkotaan yang majemuk membuat orang tidak mudah untuk tersenyum dan percaya dengan senyuman. Banyak perbuatan jahat yang diawali dengan senyum. Sebagai akibatnya, suasana kehidupan di kota jadi gersang. Lebih banyak orang kota hidup egois. Tidak care dengan kehidupan orang lain.

Mudah-mudahan senyum tulus bisa banyak ditemui di kota. Alangkah indahnya hidup ini bila setiap orang yang ketemu mau tersenyum. Hidup akan tenang saat banyak orang baik mengelilingi kita. Tidak penting siapapun dia. Memang baik jadi orang penting, tapi lebih penting jadi orang baik. Setuju?

Monday, September 04, 2006

Kampung Setan

Beranikah anda mendatangi kampung setan? Atau pertanyaannya dirubah, maukah anda ke puncak gunung yang ada kampung setannya? Bagi yang pemberani dan rasa ingin tahunya tinggi, pertanyaan itu bisa menjadi obat perangsang. Merangsang andrenalinnya untuk menghadapi tantangan tersebut. Sebaliknya bagi si penakut, lebih memilih untuk tidak menikmati indahnya puncak gunung kalau syaratnya harus masuk ke kampungnya para setan.

Itulah yang dialami gunung Salak. Gunung yang memiliki tujuh puncak yang puncak tertingginya bernama Puncak Salak I dengan ketinggian 2.211 Mdpl jarang dikunjungi karena dianggap angker. Berbeda dengan gunung Gede-Pangrango yang setiap tahunnya dikunjungi oleh ratusan pendaki, gunung Salak hanya didaki kurang dari separuhnya.

Keangkeran gunung Salak makin kuat karena di puncak tertingginya terdapat sebuah makam. Menurut kabar yang beredar, makam tersebut adalah makamnya Mbah Gunung Salak. Nama tersebut barangkali perlu ditelusuri lagi kebenarannya. Di wilayah makam itu sendiri tidak ada tanda-tanda yang menyatakan bahwa dibawah makam tersebut bersemayam jasad Mbah Gunung Salak. Yang ada hanyalah sebuah peringatan yang ditulis dalam bahasa Jawa ngoko (kasar). Peringatan tersebut menyatakan supaya pengunjung (pendaki) berperilaku sopan dan yang perempuan dilarang mendekati makam.

Ada juga kabar bahwa makam tersebut sebenarnya hanya bikinan seseorang. Tidak ada jasad siapapun didalamnya. Makam itu dibuat semata-mata hanya untuk memberi kesan mistis. Angker. Dengan tujuan agar tidak banyak para pendaki yang datang. Dan ternyata berhasil bila melihat jumlah pendaki per tahunnya. Kalau melihat bukti, catatan, atau dokumen sejarahnya yang kurang valid dan hanya didasarkan cerita dari mulut ke mulut, bisa jadi kabar tentang kebohongan itu benar. Siapa yang berani menjamin keotentikannya bila cuma didukung oleh pernyataan lisan yang sulit sekali ditelusuri asal-usulnya.

Makam lain pendukung keangkeran gunung Salak adalah makam Pangeran Santri. Bila turun dari puncak menuju desa Girijaya atau mulai mendaki dari desa tersebut, kita akan melewati komplek makam Pangeran Santri. Lokasinya yang tinggi di lereng gunung dengan susunan pepohonan menjulang rapat semakin menjadikan tempat tersebut sunyi senyap. Tidak ada suara kehidupan manusia selain dua orang juru kunci dan binatang hutan yang ada disekitar makam tersebut.

Terlepas dari benar tidaknya cerita tersebut, gunung Salak memiliki pemandangan yang luar biasa indah. Hutannya yang masih lebih perawan bila dibandingkan gunung Gede-Pangrango menjadi imbalan tak ternilai yang dapat diperoleh pendaki. Kita akan bisa menikmati sinar matahari pagi yang berpendar cemerlang menembus lebatnya rimbunan dedaunan. Dalam perjalanan menuju puncak dari arah Wana Wisata Cangkuang, kawah Ratu terlihat jelas. Sepanjang jalan kita akan menemui berbagai spesies tanaman, diantaranya kantung semar dan anggrek hutan jenis dendrobium. Kalau beruntung, kita bisa ketemu dengan elang jawa (Spizaetus bartelsi) yang dengan gagahnya melayang-layang di udara. Banyak hal menarik yang dapat kita jumpai di punggungan maupun puncaknya gunung Salak. Dan ini lebih menakjubkan dibandingkan isu kampung setan yang muncul karena keberadaan makam di puncak gunung dan lerengnya.

Bagi pendaki berpengalaman, iming-iming keindahan alam pasti lebih menarik daripada ketakutan tak beralasan terhadap kampung setan. Pun buat pendaki pemula, sangat disarankan untuk mendaki Puncak Salak I tanpa harus dihantui cerita kosong tersebut.

Harapan Badut

Untuk merayakan kebebasan, malam ini (3/9) saya menikmati santapan di rumah makan Padang Harapan Badut. Setelah sebulan penuh berkutat dengan proyek terjemahan. Sebenarnya sih istri yang punya proyek. Saya hanya membantu, namun benar-benar bikin exhausted. Meskipun terbebas untuk sementara, tapi lumayan juga. Bisa bernafas lega dan tidak merasa dikejar-kejar deadline. Kebetulan juga malam ini istri lagi males masak.

Anda pasti bingung mendengar rumah makan Padang namanya Harapan Badut. Saya hanya mengikuti apa yang diucapkan Reyhan, anak saya yang kedua. Rumah makan tersebut tidak jauh dari komplek perumahan saya. Cukup naik angkot sekali dan hanya perlu waktu dua menit untuk sampai. Seperti biasanya masakan Padang, rasa pedas merupakan ciri khasnya. Dan memang itulah yang membuat nafsu makan bertambah. Saya beserta dua anak dan istri tercinta menyantap hidangan yang ada. Karena tiba-tiba menjadi lapar, dua nasi putih tambahan saya sikat satu setengahnya. Yang setengah dimakan Izal dan istri saya.

Setelah puas makan, kami keluar dari rumah makan yang di bagian luarnya tertulis “Harapan Bundo”. Hlo? Kok? Ya, memang itulah namanya. Kenapa kok jadi Harapan Badut, tanya sendiri pada Reyhan.