Friday, May 19, 2006

Mbah Maridjan

Gara-gara Merapi mau meletus mbah Maridjan jadi selebritis baru. Namanya menghiasi media. Bukan hanya lokal, tapi juga luar negeri. Puluhan wartawan Indonesia maupun luar saat ini sering mengerumuni simbah yang satu ini.

Bila mbah Maridjan ngeyel kalau Merapi tidak akan meletus, bisa dimaklumi. BPPTK (Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian) punya jalur yang berbeda dengan mbah Maridjan yang dianggap sebagai juru kunci gunung Merapi. BPPTK itu kan basisnya science, sedangkan mbah Maridjan berdasar wangsit. Kalau tiba-tiba ki Joko Bodo datang menemui mbah Maridjan, itu baru cocok namanya. Sebuah kolaborasi yang harmonis. Makanya tidak heran kalau mereka mengadakan acara ritual bersama. Sekarang terserah anda ada di kubu yang mana. Kelompok yang berpegangan pada ilmu pengetahuan, atau gangnya mbah Maridjan yang mengandalkan wangsit, klenik, mistik, bisikan dll.

Merapi sendiri yang jadi bintang utama adalah gunung yang paling aktif di dunia. Dia bukan pertama kalinya seperti itu. Sudah beberapa kali Merapi meletus. Yang tercatat di ensiklopedi nasional/vsi.esdm.go.id, letusan Merapi sebelumnya terjadi di tahun 1006 (jumlah korban tak tercatat), 1672 (3000 jiwa), 1822 (100), 1832 (32), 1849 (tak ada), 1872 (200), 1888 (tak ada), 1904 (16), 1920 (35), 1930 (1369), 1954 (64), 1961 (6), 1969 (3), 1976 (29), 1994 (66), 1997 (tak ada), 1998 (tak ada), 2001 (tak ada).

Baik meletus atau hanya sekedar mengeluarkan lava dan wedhus gembel, yang penting Merapi jangan sampai meminta korban, baik mbah Maridjan & his gang atau siapa saja. Kalau mau meletus, silakan meletus. Orang itu haknya kok.

Wedhus Gembel


Ngomongke wedhus, kewan siji iki ora ono urusane karo wedhus gembele gunung Merapi. Nanging lumayan kanggo menghibur para pengungsi soko wilayah sekitare gunung sing arep mbledos kuwi.

Angon Wedhus
Bunali pethuk Wonokairun lagi angon wedhus.
"Mbah, waduh wedhus sampeyan akeh yo?" jare Bunali
"Yo lumayan " jare si Mbah
"Pira kabehe, Mbah?" takon Bunali maneh
"Sing putih opo sing ireng?"
"Sing putih, wis"
"Selawe"
"Wik, cik akehe. Lha sing ireng?"
"Podho..." jare Wonokairun ambek ngarit suket.
Bunali takon maneh. "Mangan sukete yo akeh pisan, Mbah.."
"Yo.."
"Pirang kilo mangane sakdino?"
"Sing putih opo sing ireng?"
"Sing ireng, wis"
"Yo kiro-kiro limang kiloan"
"Lha sing putih?"
"Podho . . ."
Bunali bingung, laopo lek ditakoni kok kudu mbedakno sing putih tah ireng, wong jawabane yo podho ae.
"Mbah, opoko lek tak takoni perkara wedusmu, sampeyan mesti leren takon sing putih tah sing ireng barang. Padahal masiyo putih utawa ireng, jawabanmu podho terus. Sakjane ngono onok opo?"
"Ngene lho, sing putih iku wedhusku..."
"Lha sing ireng?"
"Podho . . ."

Tuesday, May 16, 2006

Life Begins at 40

Dua hari saya nggak masuk kerja. Hari ini (Selasa) dan kemarin. KO nya sendiri terasa sejak Sabtu. Gara-garanya minum teh botol dingin saat makan siang hari Jum’at. Kemudian pulangnya kehujanan. Pas minumnya sih enak. Tapi malemnya, hidung mulai terasa pengar, nggak nyaman rasanya. Terasa kalau mau pilek. Dan benar, Sabtu pagi hidung ini sudah penuh ingus, kepala empot-empotan. Kalau sudah begitu, bisa dipastikan, badan ikut-ikutan meriang. Kondisi bukannya makin membaik, tapi malah sebaliknya ketika malam Minggu. Bisanya cuma tiduran di kasur. Juga ketika Minggu pagi. Saat orang-orang jalan pagi menikmati hari libur dan menghirup udara pagi yang segar, saya terbaring di tempat tidur. Padahal juga ada undangan kerja bakti. Apa boleh buat, terpaksa tidak bisa ikut.

Sekarang pun sebetulnya belum fit bener. Namun agak mendingan. Sudah bisa menghadapi komputer meskipun kadang diselingi dengan batuk dan pergi ke kamar mandi membuang ingus.

Rasanya beda, sekarang dan dulu. Saat ini terasa bener kalau stamina mudah drop. Melakukan aktifitas yang agak berlebih, langsung teler. Minum yang dingin sedikit, langsung pilek. Rupanya stamina sudah tidak sebanding lagi dengan semangat. Keinginan untuk beraktifitas mesti harus mulai dipilah dan dipilih. Tidak boleh sembarangan. Kalau ada ungkapan ‘life begins at 40’ kok sepertinya tidak berlaku buat saya. Malahan yang saya rasakan, ‘diseases begin at 40’.

Friday, May 12, 2006

Tim Pencopet

Hati-hati kalau naik angkot di Bogor, terutama nomer 03 (Baranangsiang-Bubulak) dan 07 (Warung Jambu-Merdeka). Hari Kamis kemarin (11/5) sekitar jam 14.00 wib, saya dari mall Jambu Dua naik angkot 07. Saat sampai di seberang Bogor Permai, naik tiga orang laki-laki. Tinggi badan ketiganya hampir sama. Dua berbadan besar, yang satu agak kurusan. Sekitar sepuluh meter, ada lagi laki-laki yang menghentikan angkot kemudian naik. Dia juga memiliki tinggi yang sama, tetapi badannya sedang. Keempat laki-laki ini berusia antara 40-45 tahun. Tiga penumpang pertama membawa tas, dua tas kulit hitam dan satu tas kain warna coklat. Mereka penampilannya seperti pekerja kantoran. Kesannya tergesa-gesa dan jarinya menunjuk ke arah terminal Baranangsiang ketika menghentikan angkot. Saat masuk mereka ramah sekali dengan penumpang yang ada di dalam. Bagi saya, keramahan mereka justru mencurigakan. Hati ini rasanya nggak enak dan insting saya memerintahkan saya untuk waspada. Ternyata bukan cuma saya yang seperti itu. Istri saya yang ada di sebelah kiri saya juga merasakan hal yang sama. Ibu-ibu yang duduk paling belakang sebelah kiri istri saya, malahan gemetar sambil mulutnya komat-kamit berdoa. Rupanya dia tahu siapa mereka.

Karena duduknya tidak menguntungkan, empat laki-laki tersebut akhirnya turun sebelum pos penjagaan paspanpres. Begitu mereka pergi dan angkotnya jalan, si sopir kemudian bertanya kepada para penumpang apakah ada barang yang hilang atau tidak. Dia bilang kalau yang barusan turun adalah gerombolan pencopet. Ributlah para penumpang. Ternyata yang duduk di sebelah kanan dan depan saya tadi adalah pencopet. Untungnya dompet dan hp masih ada, meskipun dompetnya saya taruh di kantong celana sebelah kanan dan hpnya ada di tempat hp di ikat pinggang, sebelah kanan juga. Saya bersyukur bahwa tadi ketika mereka naik, saya langsung geser ke kiri. Bila saja saya diapit oleh mereka, mungkin sayalah yang menjadi korbannya.

Wednesday, May 10, 2006

Batu Roti


Foto ini diambil 15 April 2006 ketika hiking rame-rame dengan mahasiswa BEC angkatan 9. Mereka nginep semalam di rumah dan paginya berangkat menuju gunung kapur yang ada di depan perumahan saya. Jalur yang dipilih adalah melalui Desa Karang Mas. Gunungnya tidak tinggi. Hanya perlu waktu sekitar setengah jam untuk mencapai puncaknya yang disebut Batu Roti. Saya nggak tahu kenapa orang-orang disekitar gunung tersebut menyebutnya begitu. Mungkin karena bentuknya seperti roti tawar ketika dilihat dari bawah. Meskipun tidak setinggi puncak gunung Salak atau Gede, tapi dari tempat itu bisa melihat desa Cibadak, Ciampea, Warung Borong, Cibungbulang dll.

Monday, May 01, 2006

Semua Sibuk

Tidak terasa sudah masuk bulan baru lagi. Terakhir nulis di blog ini 8 April. Berarti sudah 22 hari vakum tidak membuat tulisan. Tiga minggu lebih sehari tanpa menorehkan gagasan di lembar maya ini. Tetapi, okelah, namanya juga banyak kesibukan. Meskipun lebih sebagai sebuah alasan daripada yang sebenarnya. Setidaknya memang seperti itu. Lainnya adalah faktor kemalasan menulis. Dan ini kayaknya yang lebih pas. Sebenarnya banyak yang mau disampaikan. Namun rupanya belum ada sinkronisasi antara hati dan otak, antara keinginan dan tangan yang bergerak memencet tombol keyboard.

Ada satu hal yang saya pikir perlu untuk disampaikan di sini. Bahwa, insyaAllah, akan terjadi perubahan kesibukan dalam rumah tangga saya. Diawali di bulan Juli, kemudian Agustus. Penyebabnya adalah pertama, anak kedua saya, Reyhan, Juli nanti sudah mulai sekolah di tingkat dasar. Bukan di taman kanak-kanak yang sekaligus ada penitipannya lagi. Artinya, harus cari pembantu yang menemani Reyhan setelah pulang sekolah. Kalau kemarin, selesai sekolah bisa langsung dititipkan di tempatnya belajar sampai dijemput kembali. Sekarang, harus ada yang standby di rumah untuk menunggu kemudian menjaga dia. Kedua, 25 April lalu istri saya positif diterima menjadi mahasiswa S2 di UI. Mulai kuliah, Agustus. Berarti, waktunya akan lebih banyak tersita untuk studi. Kegiatan di rumah yang biasanya dia pegang, bisa dipastikan, sebagian atau malah semuanya akan berpindah ke pundak saya.

Saya sendiri nggak tahu, apakah sanggup, menjadi lebih sibuk lagi. Namun biasanya, ketika waktunya tiba, akan mengalir begitu saja. Seperti yang sudah-sudah. Saya rasa. Wallahua'lambishawab.