Mungkin sudah sebelas tahun saya tidak menonton bioskop. Semenjak anak pertama saya bisa ngoceh (kayak burung saja!), saya tidak berani nonton. Takut ocehannya yang lebih kenceng dari suara film yang lagi diputar mengganggu penonton lain. Sejak saat itu saya putuskan beli player sebagai pengganti nonton di gedung bioskop. Saat itu dvd player belum ada. Pemutar film yang kualitasnya bagus yang ada baru pemutar laser disc. Piringan laser gedenya sama dengan piringan hitam. Gambar yang dihasilkan bagus dan jernih. Tetapi karena ukurannya yang jumbo, tentu saja sekarang kalah dengan dvd. Siapa yang mau bawa-bawa cd segede gajah.
Seingat saya, film bioskop terakhir yang saya tonton, kalau nggak salah, True Lies di Dewi Sartika Theater. Filmnya Arnold yang sempat diprotes oleh orang Islam karena mendiskreditkan golongan ini. Saya termasuk beruntung bisa menonton sebab besoknya film itu ditarik dari peredaran karena dilarang diputar.
Dengan tidak menonton di gedung bioskop lagi, saya merasakan ada yang hilang ketika menonton film di tv atau dari player. Meskipun saya sudah menggunakan speaker besar, suara yang keluar tidak semenggelegar di gedung bioskop. Layar yang segede lima puluh sarung aki-aki dijahit jadi satu juga merupakan hal yang dahsyat dalam menonton bioskop. Nggak bisa deh, digantiin dengan home theater sekalipun.
Nah ketika di lantai paling atas BTM ada gedung bioskopnya, kesempatan buat saya untuk bisa nonton lagi. Tempatnya lumayan dekat dan mudah dijangkau. Tinggal turun dari angkot - nyebrang - nyampe deh. Selain itu anak-anak saya juga sudah tidak ngoceh lagi. Mereka sudah pinter ngomong semua dan ngerti kalau di dalam gedung bioskop tidak boleh ngoceh.
Kamis (17/5) Spiderman 3 diputar. Seluruh isi rumah rame-rame berangkat nonton film itu. Saat yang saya tunggu-tunggu untuk menikmati sofa empuk, suara menggelegar, dan layar segede sarung 50 aki-aki akhirnya tiba. Dengan antusias, sebelum ke atas, kami menuju ke pasar swalayan di lantai dasar untuk beli minuman dan kudapan untuk dinikmati saat nonton nanti. Rencananya. Waktu kami hendak masuk ke lobby theater, di pintu dua orang sudah mencegat dan mengatakan bahwa makanan dan minuman dari luar tidak boleh dibawa masuk, harus dititipkan. Betapa kecewanya. Tahu gitu tadi saya masukkan ke dalam tasnya Izal yang memang sebelumnya dijemput di sekolah. Jadi dari sekolah langsung ke gedung bioskop. Rupanya ini hanya masalah dagang. Dalam lobby memang ada penjual makanan dan minuman, tapi harganya gila. Sebotol air mineral yang di luar cuma Rp.1000 disitu dijual Rp.3000, popcorn Rp.7000. Yang lain harganya pasti edan. Saya suruh beli? Nehik!
Apa boleh buat, bioskop dinikmati tanpa kudapan dan minuman. Nggak masalah. Kedahsyatan suasana nonton di gedung bioskop membuat lupa urusan di pintu masuk tadi. Nanti kalau nonton lagi dan bawa tas, makanan dan minuman yang di pasar swalayan harganya cuma sepertiganya akan saya masukkan ke dalam tas. Buat saya, nggak masuk akal melarang orang membawa makanan dan minuman dari luar sementara di mal tersebut ada pasar swalayan menjual barang yang sama dengan harga jauh lebih murah. Lagipula bangunan itu kan bukan gedung bioskop tapi mal yang isinya macam-macam toko. Aneh!
Seingat saya, film bioskop terakhir yang saya tonton, kalau nggak salah, True Lies di Dewi Sartika Theater. Filmnya Arnold yang sempat diprotes oleh orang Islam karena mendiskreditkan golongan ini. Saya termasuk beruntung bisa menonton sebab besoknya film itu ditarik dari peredaran karena dilarang diputar.
Dengan tidak menonton di gedung bioskop lagi, saya merasakan ada yang hilang ketika menonton film di tv atau dari player. Meskipun saya sudah menggunakan speaker besar, suara yang keluar tidak semenggelegar di gedung bioskop. Layar yang segede lima puluh sarung aki-aki dijahit jadi satu juga merupakan hal yang dahsyat dalam menonton bioskop. Nggak bisa deh, digantiin dengan home theater sekalipun.
Nah ketika di lantai paling atas BTM ada gedung bioskopnya, kesempatan buat saya untuk bisa nonton lagi. Tempatnya lumayan dekat dan mudah dijangkau. Tinggal turun dari angkot - nyebrang - nyampe deh. Selain itu anak-anak saya juga sudah tidak ngoceh lagi. Mereka sudah pinter ngomong semua dan ngerti kalau di dalam gedung bioskop tidak boleh ngoceh.
Kamis (17/5) Spiderman 3 diputar. Seluruh isi rumah rame-rame berangkat nonton film itu. Saat yang saya tunggu-tunggu untuk menikmati sofa empuk, suara menggelegar, dan layar segede sarung 50 aki-aki akhirnya tiba. Dengan antusias, sebelum ke atas, kami menuju ke pasar swalayan di lantai dasar untuk beli minuman dan kudapan untuk dinikmati saat nonton nanti. Rencananya. Waktu kami hendak masuk ke lobby theater, di pintu dua orang sudah mencegat dan mengatakan bahwa makanan dan minuman dari luar tidak boleh dibawa masuk, harus dititipkan. Betapa kecewanya. Tahu gitu tadi saya masukkan ke dalam tasnya Izal yang memang sebelumnya dijemput di sekolah. Jadi dari sekolah langsung ke gedung bioskop. Rupanya ini hanya masalah dagang. Dalam lobby memang ada penjual makanan dan minuman, tapi harganya gila. Sebotol air mineral yang di luar cuma Rp.1000 disitu dijual Rp.3000, popcorn Rp.7000. Yang lain harganya pasti edan. Saya suruh beli? Nehik!
Apa boleh buat, bioskop dinikmati tanpa kudapan dan minuman. Nggak masalah. Kedahsyatan suasana nonton di gedung bioskop membuat lupa urusan di pintu masuk tadi. Nanti kalau nonton lagi dan bawa tas, makanan dan minuman yang di pasar swalayan harganya cuma sepertiganya akan saya masukkan ke dalam tas. Buat saya, nggak masuk akal melarang orang membawa makanan dan minuman dari luar sementara di mal tersebut ada pasar swalayan menjual barang yang sama dengan harga jauh lebih murah. Lagipula bangunan itu kan bukan gedung bioskop tapi mal yang isinya macam-macam toko. Aneh!
No comments:
Post a Comment