Thursday, March 13, 2008

Pemanasan Celana Dalam

Betul, udaranya yang sejuk semakin memantapkan keputusan saya memilih Bogor sebagai tempat tinggal. Tapi sayangnya, sejuknya udara Bogor yang mengesankan saya itu terjadi bertahun-tahun yang lalu. Saya rasakan saat pertama kali masuk Bogor di tahun 1991 atau 1992. Persisnya saya lupa, maaf. Namun itu bukan hal yang penting untuk diceritakan di sini. Saya akan kisahkan untuk anda tentang kunjungan pertama ke Bogor yang saya lakukan itu. Rasanya itu yang lebih ingin anda baca barangkali. Betul?

Tahun itu saya sengaja ikut main ke rumah teman kuliah yang ngekost di Bogor. Pertama, karena memang saya belum pernah ke Bogor sehingga saat ada ajakan main ke kota hujan itu langsung saya iyakan. Lumayan, kan dijamin nggak kesasar dengan adanya pemandu. Kedua, saya sendiri memang punya rencana akan tinggal di Bogor, jadi selain main juga sekalian survei. Dengan naik KRL dari Jakarta, saya berdua dengan teman yang kostnya di Sempur Kaler, Bogor itu menikmati perjalanan senja hari. Karena harus kuliah dahulu sampai sore, maka perjalanan ke Bogor saya lakukan menjelang petang.

Perjalanan pertama ke Bogor itu juga pengalaman pertama saya naik KRL. Ndeso banget ya, baru sekali-sekalinya naik KRL. Saat kereta lepas dari stasiun Cilebut, stasiun terakhir sebelum stasiun Bogor, udara sejuk menyegarkan menyambut saya. Wajah ini segar banget diterpa angin malam. Saat sampai di Cilebut kira-kira sudah jam tujuhan malam. Saya benar-benar terkesan. Apalagi saat sudah mau masuk stasiun Bogor dan turun dari kereta, betul-betul unforgetable experience. Seluruh badan ini terasa segar banget. Badan yang saat di dalam kereta tadi terasa gerah dan penat karena penumpang yang empet-empetan, begitu kaki menginjak peron stasiun Bogor jadi segar lagi. Pengalaman dengan Bogor yang akan selalu saya ingat. Pasti itu!

Namun sayang seribu kali sayang, segarnya Bogor yang pertama kali saya nikmati saat di stasiun maupun di Sempur Kaler, perkampungan di pinggir sungai Ciliwung yang akhirnya saya kost di daerah itu juga, sekarang sudah hilang. Bogor sudah tidak nyaman lagi. Saat ini Bogor tidak ada bedanya dengan Jakarta, panas dan gerah. Bogor yang saat saya datangi beberapa tahun yang lalu begitu lancar lalu-lintasnya, sekarang berubah menjadi kota seribu angkot. Ada ribuan angkot yang berkeliaran di Bogor. Belum lagi tambahan mobil yang masuk dari Jakarta terutama pada akhir pekan.

Dengan makin padatnya lalu-lintas dan banyaknya rumah maupun pabrik yang dibangun, hal ini bisa menjawab pertanyaan mengapa Bogor sekarang tidak sesegar beberapa tahun yang lalu. Dulu saat masih kost di Sempur Kaler, saya pasti kedinginan di pagi hari. Selalu mencari-cari alasan untuk diri sendiri agar bisa mandi pagi agak siangan. Sekarang ini, Sempur Kaler yang berada di daerah cekungan sebelah sungai Ciliwung yang dulu (katanya) pernah mau ditenggelamkan menjadi bendungan saat pemerintahan presiden Soekarno sudah tidak dingin lagi. Sempur yang ada di bawah saja sudah tidak nyaman, apalagi wilayah-wilayah yang lebih tinggi. Sudah pasti deh mendidih.

Penyebab lain yang dituduh sebagai biang kerok panasnya Bogor, dan kota-kota lain termasuk di luar negeri sono, adalah yang disebut dengan global warming – pemanasan global. Saya pernah tulis di blog ini tentang global warming. Istilah yang saat ini semakin sering kita dengar atau baca. Ada hal-hal tentang pencegahan atau setidaknya memperlambat terjadinya pemanasan global yang saya tulis di situ. Anda bisa akses lagi halaman tentang global warming itu bila mau.

Ada banyak bukti yang menunjukkan bahwa bumi ini semakin panas. Bahkan orang Indonesia sudah menunjukkan kepada dunia bahwa global warming itu sudah terjadi lama. Di tahun 70-an orang kita ada yang membuat film berjudul Bumi Makin Panas. Film esek-esek yang dibintangi Suzanna. Ya, nenek-nenek yang sekarang lagi main film horor bareng sama ambulan itu. Tapi tunggu dulu, sebenarnya sih saya hanya bercanda. Nggak ada urusannya antara filmnya Ali Shahab dengan global warming. Namun saya bisa membuktikan bahwa global warming memang sudah dan sedang terjadi sejak ratusan tahun lalu. Bukti bahwa global warming itu ada adalah berdasarkan celana dalam yang dipakai. Lho? Jika nggak percaya anda bisa lihat bukti di bawah ini.


Saya sendiri sekarang sedang sok menjadi warga dunia yang peduli global warming dan berperan serta memperlambat pemanasan itu dengan membuat kompos. Rencana membuat kompos yang pernah saya sampaikan dalam tulisan berjudul global warming beberapa waktu yang lalu sekarang sudah terlaksana. Saya sudah berhasil mendaur ulang sampah organik yang ada di dalam maupun lingkungan rumah saya. Saat ini sudah ada dua karung kompos jadi yang berhasil saya buat. Dan ada beberapa karung sampah organik lagi yang dalam proses pengkomposan. Bila lancar, dalam waktu yang tidak lama akan ada tambahan berkarung-karung kompos. Tinggal penggunaanya nanti yang perlu saya pikirkan.

Dengan tersedianya kompos siap pakai, jadi muncul ide-ide kreatif dalam pemanfaatannya di kepala saya. Yang pasti saya akan menggunakannya untuk menanam cabe rawit, caisim, dan sayur-sayuran lainnya. Sudah tergambar di kepala saya seolah-olah hal itu sudah terjadi, tanaman yang hijau segar dan subur karena dipupuk dengan kompos. Tidak usah khawatir, buat anda yang tertarik juga membuat kompos seperti yang saya lakukan, saya akan menulisnya di lain waktu. Dengan demikian anda yang belum pernah, bisa belajar dari tulisan yang saya buat. Bagi anda yang sudah pernah dan berpengalaman, anda bisa mengoreksi tulisan saya itu. Mau kan?

Ya sudah, saya pikir cukup di sini dulu sajalah. Lain kesempatan saya akan tulis mengenai remeh-temeh yang terkait dengan kompos. Benda yang saat saya buat sempat membuat saya ragu, jadi nggak ya kira-kira. Dan nggak nyangka ternyata berhasil juga.

Oke bro, jika ada sumur di ladang, bolehlah kita menumpang mandi. Jika ada umur panjang, insyaAllah kita ketemu lagi.

Jika anda geli cicak, janganlah dekat-dekat dengannya, karena dia bisa mematikan. Nggak percaya? Di dunia ini tidak sedikit orang meninggal karena cicak napas.
So what gitu loh…

1 comment:

  1. Bukan hanya celana dalam yang panas tetapi yang dibungkusnya mungkin semakin mateng aja. Dasar para kapitalis barat yang tidak peduli dengan global warning. Mereka tidak mau berpindah ke tenaga alternatif biologi dalam produksi prabriknya akibat langit ini semakin terhimpit dengan kepulan polusi limbah pabrik. mari kita rubah ini dengan revolusi total.
    http://www.infogue.com/kesehatan/pemanasan_celana_dalam/

    ReplyDelete