Tahu artinya haul? Jika belum, maka saya perlu jelaskan dulu arti kata itu. Bukan saya hendak menggurui. Bila anda tidak tahu artinya, meskipun telah menebak mati-matian, kan bisa jadi nggak “konek” nantinya. Namun jika anda sudah sangat paham yang dimaksud dengan haul, ya mohon dimaafkan kebawelan saya ini.
Bila dilihat dalam KBBI (saya selalu menggunakan kamus besar ini sebagai acuan), haul artinya peringatan hari wafat seseorang yang diadakan setahun sekali. Selanjutnya barangkali akan muncul pertanyaan susulan di kepala anda. Terus, siapa yang diperingati saat kematiannya yang ke 90 tahun itu? Nah, untuk menjawab pertanyaan ini, saya ajukan lagi pertanyaan berikutnya. Bila anda rajin mengikuti tulisan saya, anda akan bisa melihat benang merahnya. Pertanyaan saya itu adalah, anda kenal yang namanya TAS atau Raden Mas Tirto Adhi Soerjo? Saya pernah menulis tentang dia dalam tulisan Medan Priyayi (Agustus 2008) dan RM Tirto Adhi Soerjo (September 2008).
Tulisan ini mengenai kegiatan yang digagas oleh para keturunan TAS dalam memperingati 90 tahun wafatnya yang diadakan di Sekolah Kedokteran Stovia yang sekarang menjadi Museum Kebangkitan Nasional (MKN). Dalam tulisan tentang peringatan meninggalnya bapak pers nasional ini, saya ingin mengungkapkan kebanggaan sekaligus kegembiraaan saya bisa menghadiri acara itu. Biar lebih teratur, berurutan, dan anda sendiri bisa memahami kenapa saya kok menjadi gembira dan juga bangga hanya gara-gara hadir dalam tahlilan-nya orang mati, saya mulai saja dari awal sebelum saya sampai di tempat itu.
Perihal TAS bagi saya sekarang ini sudah bukan orang asing lagi. Ketika keturunan TAS yang saya kenal menawarkan undangan menghadiri acara haul 90 tahun kakek buyutnya di Jakarta, tanpa berpikir dua kali saya langsung mengatakan mau. Apalagi oleh pihak panitia, peserta yang dari Bogor sudah disediakan satu bis sendiri, semakin mempermudah transportasi yang ikut. Bis itu akan menunggu di Universitas Pakuan (Unpak) Bogor dan jadwal berangkat jam 12.00 wib, Sabtu, 6 Desember 2008.
Jam 11.45 saya sudah ada di Unpak. Saya tidak ingin ketinggalan sehingga saya berusaha datang lebih awal. Keberangkatan jam 12 tepat yang sebelumnya panitia benar-benar mengingatkan rupanya tidak bisa dipenuhi. Bis baru berangkat jam 12.30. Kapasitas bis yang 54 tidak terisi penuh. Saya pun duduk sendirian di kursi untuk tiga orang di belakang sopir. Dan rupanya saya diandalkan menjadi penunjuk arah menuju lokasi karena kebetulan saya dulu pernah kost di dekat tempat itu.
Bis sampai di MKN yang menjadi tempat acara haul sekitar jam 14.30 wib. Acara rupanya belum dimulai. Meja penerima tamu yang ada di sebelah kiri dan kanan pintu masuk bahkan belum ada isinya. Panitia yang melihat kami datang tergopoh-gopoh menyiapkan penyambutan. Mereka tahu bahwa kami merupakan rombongan dari Unpak karena seluruh mahasiswa Unpak yang ikut mengenakan jas almamater.
Selesai mengisi buku tamu dan menerima souvenir kami kemudian masuk ke dalam MKN. Gedung yang dulunya merupakan sekolahnya TAS masih terpelihara dengan baik. Bangunan peninggalan jaman Belanda itu kelihatan kuno tetapi kokoh. Melihat tempat yang dulu pernah menjadi sekolah dokter itu membuat saya teringat cerita yang ditulis oleh Pramoedya Ananta Toer tentang TAS dalam bukunya Bumi Manusia. Dikisahkan saat TAS yang dalam novel itu bernama Minke ditelanjangi oleh para seniornya sebagai salah satu bentuk perploncoan terhadap mahasiswa baru. Barangkali bila cerita itu benar-benar terjadi, mungkin saja tempatnya adalah di mana saat itu saya sedang berdiri.
Setelah berjalan sesaat sambil melihat gambar dan barang-barang yang dipajang di dalam museum, di depan saya ada seorang laki-laki yang cukup umur sedang duduk sambil ngobrol dengan seseorang. Rambut, baju, celana, dan sepatu yang dipakainya memiliki warna sama, putih. Saya segera mengenali laki-laki itu. Dia adalah Remy Sylado, seorang budayawan dan penulis banyak buku. Salah satu novelnya yang difilmkan dan saya punya filmnya adalah Ca-Bau-Kan. Anda pernah nonton film itu? Saya sempat bersalaman dengan dia. Sebenarnya bukan hanya sekedar salaman dan bertegur sapa, saya ingin ngobrol banyak tetapi saya merasa tidak memiliki bahan obrolan, speechless. Dari situlah kebanggaan sekaligus kegembiraan bisa hadir dalam haulnya TAS dimulai.
Selain Remy Sylado, saat resepsi penganugerahan Sang Pemula Award malam harinya, ternyata banyak pesohor negeri ini yang menghadiri acara itu. Mereka adalah Rosihan Anwar, putri Pramoedya Ananta Toer, putri Proklamator RI Bung Hatta yang sekarang menjadi Menteri Pemberdayaan Perempuan, Meutia Farida Hatta, serta Menteri Pemuda dan Olahraga Adhyaksa Dault. Buyut TAS sendiri yang menjadi penyanyi, Dewi Yull, tidak ikut acara penganugerahan itu. Dia datang di sore hari pada saat seminar.
Itulah sebabnya, saya bangga datang di acara haulnya TAS karena orang-orang terkenal atau keturunannya juga ikut hadir. Saya gembira sebab bisa bertemu dengan orang-orang top, apalagi beberapa dari mereka adalah selebriti bagi saya seperti Remy Sylado, Rosihan Anwar, dan putrinya Pramoedya Ananta Toer. Dengan demikian, dalam seminggu ini dua kali kesempatan saya ketemu dengan kelompok manusia luar biasa, saat Wisata Sastra dan ketika menghadiri haulnya TAS.
Acara malam itu belum selesai ketika rombongan saya memutuskan untuk pulang. Saya keluar dari MKN jam 21.35. Saya tidak lagi memakai bis yang saya naiki saat berangkat tetapi menggunakan kendaraan dinas Fakultas Sastra Unpak. Dalam mobil dinas itu masih tersedia tempat duduk buat saya.
Hari itu, selain bisa ketemu dengan orang-orang terkenal di negeri ini, saya juga bernostalgia. Saya melewati tempat kost saya dulu yang berada di tikungan Jl. Abdul Rahman Saleh samping MKN atau Gedung Stovia. Saya juga makan siang di warung pinggir jalan di Jl. Kwitang dan membeli buku di toko buku Gunung Agung di mana saya dulu sering datang hanya sekedar untuk membaca. Di Gunung Agung Kwitang itu pula dulu saya pertama kali mengenal dan membeli yang namanya Root Beer Float Ice Cream kepunyaan AW alias American Warteg. Sssrruuuffff…. aahhhh….
No comments:
Post a Comment