Dua hari saya menikmati jalan-jalan. Menelusuri tempat-tempat di wilayah Bogor yang baru buat saya. Kali ini jalan-jalannya karena tugas dari kantor. Saya harus melakukan survei terhadap rumah para calon mahasiswa baru BEC. Karena program yang dimiliki BEC untuk kaum dhuafa, mereka yang kuliah di BEC sama sekali tidak dipungut biaya, maka perlu benar-benar diseleksi. Benar-benar dilihat apakah calon mahasiswa itu memang dari keluarga tidak mampu. Untuk itulah survei dilakukan. Melihat secara langsung kondisi keluarga dan rumah calon mahasiswa.
Hari pertama survei, kemarin, 18 Juli 2006, saya meluncur ke wilayah Jasinga. Pertama kalinya saya ke tempat ini, dan kesampaian juga keinginan saya untuk sampai di Jasinga. Ada empat calon mahasiswa di wilayah Jasinga. Semua tempat yang saya kunjungi membuat saya terkesan. Karena medannya, ada wilayah yang harus saya jangkau menggunakan ojeg. Dan ini yang paling berkesan buat saya. Nama tempat tersebut adalah kampung Sipak II, desa Sipak, kecamatan Jasinga. Lokasinya ada di tepian sungai Cidurian. Untuk menuju kampung tersebut, ojeg saya harus menyeberangi jembatan panjang yang melintasi sungai tersebut. Tampaknya, bila dilihat dari konstruksinya, bangunan tersebut dibangun sudah cukup lama. Seperti jembatan peninggalan Belanda. Pondasi-pondasinya yang terbuat dari batu kali menyangga lempengan baja sebagai jalannya. Terlihat cukup kokoh membentang di atas sungai Cidurian yang lebar tetapi tidak begitu banyak airnya. Barangkali karena musim kemarau. Saat saya lewat ada beberapa penduduk setempat yang sedang mandi dan mencuci di tengah sungai. Baik laki-laki maupun perempuan. Saya bisa bayangkan alangkah dahsyatnya sungai tersebut apabila banjir. Tetapi kata keluarga calon mahasiswa yang saya kunjungi, sungai itu tidak pernah meluap sampai ke perkampungan di sekitarnya saat banjir. Mudah-mudahan saja tidak akan pernah terjadi.
Saat pulang dari kampung Sipak, saya lihat banyak kitiran dari bambu di atas pepohonan. Ada berbagai macam ukuran, besar dan kecil. Saat tanya ke tukang ojeg yang saya naiki apa nama setempat dari baling-baling bambu tersebut, dijawabnya kolecer. Dan penduduk membuat kolecer hanya sekedar untuk bunyi-bunyian saja. Dari benda tersebut memang terdengar bunyi saat tertiup angin meskipun tidak terlalu keras. Sebuah permainan yang selaras dengan alam.
Dari Jasinga, saya menuju ke kampung Wates, desa Bantar Karet, Kecamatan Nanggung. Tempatnya searah dengan jalan menuju ke pertambangan emas Pongkor. Setelah turun dari angkot Leuwiliang-Nanggung, disambung dengan ojeg untuk menuju desa tersebut. Sebenarnya ada angkutan umum yang menuju lokasi tersebut tetapi tidak banyak. Ngeri dan penat ketika naik ojeg. Ngeri karena jalannya yang berkelok-kelok dan menanjak, meskipun jalannya sudah di-hotmix (diaspal halus). Penat karena perjalanannya lama. Pantat rasanya panas duduk di atas sadel ojeg. Namun demikian saya terhibur dengan pemandangan yang khas Indonesia di sepanjang jalan menuju lokasi.
Tujuan terakhir adalah desa Benteng di kecamatan Ciampea. Dan seperti biasa bila mencari alamat, saya kesasar lumayan jauh. Harusnya saya turun dari angkot tapi malah terus mencari-cari. Karena yakin bahwa saya tahu tempatnya, makanya saya tidak tanya ke sopir angkot. Seingat saya, ada tulisan Astana di gapura menuju kampung Astana, tapi ternyata tidak. Akhirnya, harus jalan kaki ke arah saya datang tadi di bawah terik matahari siang. Bayangin saja, jalan kaki jam 2 siang. Kepala rasanya empot-empotan. Tapi, buat saya, asyik juga.
Hari ini, 19 Juli 2006, hari kedua saya jalan-jalan untuk survei. Target pertama adalah kampung Cimanggu, desa Gunung Malang, kecamatan Tenjolaya, kabupaten Bogor. Sama seperti ke kampung Wates, jalannya nanjak. Kali ini saya nggak naik ojeg, tapi naik angkutan umum. Namun demikian tetap ngeri juga, meski tidak disertai penat. Karena duduk berimpitan dengan penumpang lain di sebelah supir, walaupun tidak penat tetapi akibatnya kaki saya kesemutan. Saat turun, kaki kiri rasanya kebas, nggak terasa nginjak tanah. Hampir saja mau jatuh. Di bawah ini saya sertakan pemandangan di desa Gunung Malang. Foto-foto ini saya ambil dari atas angkot yang sedang jalan.
Turun dari Gunung Malang langsung menuju wilayah Cibeureum. Ada tiga calon mahasiswa di tempat tersebut. Sempat saya keluar masuk pasar Dramaga untuk mencari alamat yang dituju. Sesuai petunjuk yang diberikan, saya harus turun di pasar untuk mencapai rumah para calon mahasiswa itu.
Buat saya, menyenangkan sekali kesasar-sasar saat melakukan survei. Aneh? Barangkali benar menurut anda. Bagi saya, kesasar bisa menjadi pengalaman yang menarik. Saya jadi tahu tempat-tempat yang sebelumnya belum pernah saya datangi. Termasuk ketika saya melakukan survei tahun lalu di Carang Pulang. Sebuah nama yang menimbulkan pertanyaan dalam benak saya. Kenapa tempat tersebut dinamakan seperti itu mungkin karena penghuninya jarang pulang. Itu sih dugaan saya saja. Kebetulan gambar-gambar yang dulu pernah saya ambil ketika muter-muter di Carang Pulang masih ada. Meskipun kesasar, dan akhirnya ketemu juga alamat yang saya cari, saya menikmati pemandangannya. Sekali lagi, silahkan menikmati keindahan alam khas Carang Pulang (kabupaten Bogor).
Very best site. Keep working. Will return in the near future.
ReplyDelete»
wah kampoeng saya ada disini. jauh ya
ReplyDeletedesa sipak itu kampung asal saya mas, coba saja pas sungainya meluap, mungkin degdegan nyebrang jembatannya..hehee
ReplyDeleteMantapks...
ReplyDelete