Friday, April 11, 2008

Setan

Sadar atau tidak kita ini sebenarnya hidup dikelilingi oleh setan. Anda pasti sudah pernah dengar kata setan (atau malah merasa pernah melihat?).

Bagi orang beragama, setan bukan sesuatu yang asing lagi karena setan sering disebut dalam kitab suci. Dalam tulisan ini, saya akan mengajak anda melihat setan yang ada di masyarakat. Setan yang ingin saya perlihatkan itu bisa berujud secara fisik maupun yang hanya berupa isu atau mitos belaka. Yang jelas penamaan yang menggunakan kata setan itu karena ada unsur kesamaan makna. Jika kita lihat di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi ketiga, 2002, halaman 1055, setan dapat memiliki arti: 1) roh jahat (yang selalu menggoda manusia supaya berlaku jahat); 2) kata untuk menyatakan kemarahan; sumpah serapah; 3) orang yang sangat buruk perangainya (suka mengadu domba dsb).

Nama yang diembel-embeli kata setan ini ada yang hanya populer di masyarakat daerah tertentu saja ada juga yang sudah dikenal luas di Indonesia. Ada pula yang tidak begitu dikenal oleh masyarakat umum tetapi sangat mashur di kalangan komunitas tertentu. Kita lihat misalnya sebuah tanjakan yang menuju puncak Gunung Gede dari arah Kebun Raya Cibodas oleh para pendaki dikenal dengan sebutan tanjakan setan. Bisa jadi nama itu diberikan karena medannya yang luar biasa sulit. Meskipun tanjakan itu kemudian dipasangi bentangan kawat baja untuk membantu pendaki naik atau turun, tetap saja tidak mudah melewatinya. Apalagi bila pendaki membawa carrier yang berat. Jika seperti itu biasanya yang dilakukan adalah menaikkan atau menurunkan barangnya dahulu baru disusul orangnya. Itu pun bukan sebuah pekerjaan yang mudah.

Kampung setan atau pasar setan juga cukup populer di kalangan pendaki. Untuk gunung-gunung tertentu yang dianggap angker, istilah tersebut sering muncul. Gunung yang dianggap angker biasanya karena sering menelan korban atau ada mitos menyeramkan yang melingkupi gunung itu. Di Jawa Barat Gunung Salak dianggap angker sehingga tidak banyak pendaki yang mendatanginya. Dibandingkan Gunung Gede atau Gunung Pangrango yang setiap tahunnya dikunjungi ribuan pendaki dari Jabodetabek, Gunung Salak yang puncak tertingginya 2.211 Mdpl hanya dalam hitungan ratusan jumlah pendakinya per tahun. Dengan adanya sebuah makam yang dipercaya sebagai makam Mbah Gunung Salak di puncak gunung dan komplek makam Pangeran Santri di lereng yang menuju desa Girijaya, semakin lengkaplah keangkeran Gunung Salak. Ketika para pendaki berjalan di malam hari dan mendengar bunyi-bunyian maka dianggapnya suara itu berasal dari kampung setan atau pasar setan. Padahal bisa saja suara itu sebenarnya datang dari desa yang ada di lereng atau kaki gunung. Dengan adanya keyakinan seperti itu keindahan lereng dan puncaknya Gunung Salak akibatnya tidak banyak yang menikmati. Sungguh patut disayangkan.

Bila anda suka makan bakso, di wilayah Bogor kota atau di daerah Puncak terdapat penjaja bakso yang menamakan barang dagangannya bakso setan. Tambahan kata setan untuk bakso ini pasti karena ukurannya yang tidak wajar. Bentuknya yang bisa 20 sampai 30 kali lipat dari bakso biasa ini bisa tidak habis dimakan oleh satu orang. Untuk orang-orang tertentu bakso setan ini malah menakutkan. Bukan takut karena ada setannya tetapi gamang melihat ukurannya yang super besar.

Masih tentang makanan. Di daerah Peterongan, Semarang, ada pedagang kreatif yang menamai menu masakannya dengan nama yang membuat orang penasaran. Menu masakan itu adalah oseng-oseng setan. Anda bisa menebak mengapa diberi nama seperti itu? Tentu saja bila dilihat dari kacamata pemasaran, agar orang penasaran kemudian tertarik untuk mencobanya. Selain itu, penambahan embel-embel kata setan di belakang oseng-oseng bisa dipastikan karena terkait dengan hal yang tidak lumrah dari masakan itu. Bila dilihat dari bahan bakunya, oseng-oseng setan sebenarnya masakan biasa saja seperti oseng-oseng atau tumis yang kita kenal selama ini. Yang tidak biasa adalah jumlah cabe yang digunakan. Apabila satu porsi masakan oseng-oseng umumnya hanya menggunakan beberapa buah cabe, oseng-oseng setan yang bahan utamanya tetelan sapi diolah dengan satu kilo cabe. Dan tidak tanggung-tanggung, cabe yang dipilih adalah jenis rawit yang terkenal menyengat pedasnya. Bila anda memiliki perut yang sensitif barangkali perlu dipertimbangkan lagi jika akan mencoba oseng-oseng setan.

Di dunia hiburan seperti pasar malam sering ada bagian yang menampilkan hiburan yang seram-seram. Untuk mereka yang tertarik menguji nyali, hiburan ini cocok sekali. Bagian luar bangunan tempat pertunjukan biasanya berwarna gelap dan suram serta disinari lampu yang remang-remang. Di bagian dalam lebih menyeramkan lagi. Cahaya yang ada berasal dari lampu lima watt yang cenderung menggunakan warna hijau, biru, merah, atau jingga. Kemudian ada bentuk-bentuk seperti kerangka manusia yang bisa bergerak-gerak, kain putih melayang-layang, atau mahluk mengerikan yang tidak jelas bentuknya. Agar lebih mencekam ditambah dengan asap buatan yang berasal dari es kering, bau kemenyan, hembusan angin, dan suara lolongan anjing, tangisan, atau tertawa yang mendirikan bulu roma. Hiburan ini oleh pengelolanya diberi nama rumah setan. Sekarang nama rumah setan sudah populer di masyarakat terutama di kota-kota kecil atau kampung. Nama rumah setan kadang disebut juga rumah hantu atau istana hantu.

Selain rumah setan, masih di dalam pasar malam, sering juga disediakan hiburan yang mengundang maut. Karena bentuk bangunannya seperti tong atau drum dan di dalamnya ada pengendara motor yang mengelilingi bagian dalam tong seperti kesetanan maka pertunjukan itu dinamakan tong setan. Untuk bisa menyaksikan pengendara motor yang mempertunjukkan kebolehannya, para penonton ada di bagian atas mengelilingi tong raksasa itu. Di daerah Demak, Jawa Tengah, pertunjukan seperti rumah setan dan tong setan sering ditampilkan pada saat menjelang hari raya kurban atau oleh orang-orang setempat disebut dengan Grebeg Besar.

Kata setan juga sering digunakan untuk mengungkapkan kemarahan dan kejengkelan. Kadang-kadang ada orangtua yang karena begitu jengkelnya kepada anak kemudian mengucapkan umpatan ‘anak setan.’ Sebaliknya kata setan juga bisa menggambarkan keakraban ketika seseorang mengucapkan ‘setan lu’ kepada teman bermainnya. Dengan demikian kata setan dapat menunjukkan kemarahan atau keakraban tergantung kepada konteksnya.

Setan juga dipakai untuk menamai sebuah jenis angkutan umum. Di sekitar terminal bis Baranangsiang, Bogor, terdapat angkutan umum jenis L300 yang sering disebut angkutan setan. Sejak kapan dan dari mana asal-muasal nama itu tidak ada yang tahu. Konon julukan angkutan setan diberikan karena pengemudinya sering ngebut dan ugal-ugalan. Angkutan setan atau sering disingkat angset ini cukup populer bagi masyarakat yang hendak bepergian ke jurusan Sukabumi atau Cianjur. Kedua kota itu memang merupakan tujuan dari angset-angset yang selalu ngetem di seberang terminal Baranangsiang.

Begitu populernya kata setan yang ditambahkan untuk menamai sesuatu, sehingga di Jakarta muncul cerita tentang ojek setan.

Kisah ojek setan diawali ketika seorang ibu yang bekerja di sebuah kantor akan pulang. Rumah ibu itu ada di sebuah kampung yang terletak di belakang komplek pemakaman Tanah Kusir. Gang menuju kampungnya terletak persis di sebelah komplek makam. Saat itu sudah malam. Angkutan umum sudah jarang-jarang. Yang ada adalah para tukang ojek yang mangkal di dekat kantornya. Karena takut kemalaman, wanita itu terpaksa menggunakan ojek meskipun ongkosnya empat kali lipat. Bila naik kendaraan umum dia cukup membayar dua ribu lima ratus, maka dia harus mengeluarkan uang sepuluh ribu untuk ojek itu. Wanita itu berkata dalam hati, “Tidak apa-apalah harus membayar sepuluh ribu, yang penting bisa sampai dengan selamat.” Setelah harga disepakati, tukang ojek mengantarkannya pulang. Sampai di depan gang menuju rumah, wanita itu minta berhenti. Di mulut gang itu hanya terdapat lampu lima watt yang tentu saja menjadikan lingkungan sekitar remang-remang. Si tukang ojek mulai merinding. Dia tahu bahwa gang itu bersebelahan dengan kuburan. Sambil menunggu penumpangnya mengeluarkan uang dari dompetnya, tukang ojek memperhatikan dari atas sampai bawah wanita yang baru saja menjadi penumpangnya. Si wanita kemudian menyerahkan uang lima puluh ribuan karena kebetulan dia tidak memiliki uang pas. Tanpa memperhatikan lagi ongkos yang dia terima, tukang ojek itu langsung menarik gas motornya, ngebut. Melihat uangnya dibawa kabur, wanita itu kemudian teriak, “Ojek setaaaannnn…”

No comments:

Post a Comment