Saya sengaja menggunakan kata kebo, bukan kerbau. Bagi saya kosakata kebo lebih mengena dan mak nyus. Saya merasa kebo lebih mewakili jiwa saya sebagai orang kampung dan ndeso dibandingkan kerbau. Kerbau itu berbau kota. Heran ya kok bisa begitu? Nggak usah diambil hati lah, dan tidak perlu dipikir dalam-dalam (lagian siapa yang mikirin?). kadang apa yang terjadi di bumi ini tidak bisa atau memang tidak perlu dipikirkan. Seperti kenapa ada orang suka makan tomat, yang lain nyium saja sebel apalagi suruh makan. Bahkan dengan iming-iming akan dikasih upah saja tetap ogah. Nah seperti itulah yang orang bule suka bilang, there's no accounting for taste. Selera tidak bisa diperdebatkan.
Bila saya menjuduli tulisan ini dengan unsur kebo, jangan stil yakin dulu kalau saya akan membicarakan binatang memamah biak ini. Kebo ini saya jadikan pilihan karena pada dasarnya ada kesamaan dengan manusia. Saya pikir kadang-kadang memang seperti itu. Jika anda merasa mirip kebo ya silakan. Bukan saya yang bilang begitu. Terus dibandingkan binatang, manusia kadang-kadang justru malah lebih binatang daripada binatang itu sendiri, harimau misalnya. Walaupun dia disebut binatang buas, anda pernah menemukan harimau membunuh anaknya sendiri, dengan alasan apapun? Jika beberapa waktu yang lalu ada ibu di Bekasi membunuh dua anak kandungnya atau pernah juga sebelum kejadian itu ada seorang ibu di Malang yang meracuni ketiga anaknya selain dirinya sendiri, masih berhakkah kita menyandang gelar manusia? Memang sudah pasti ibu-ibu pembunuh itu punya alasan, tetapi rasanya tidak bisa diterima akal sehat atas kelakuannya itu.
Kebo memang berbeda dengan manusia (ya iya lah, masak ya dong), tetapi naluri hewani yang dia miliki untuk menentukan koloninya tidak ubahnya seperti manusia. Anda tidak pernah kan menjumpai kebo kumpul dengan harimau? Mereka pasti ubyang-ubyungnya dengan kebo juga. Manusia juga seperti itu. Kita akan mencari teman bermain yang memiliki unsur kesamaan dengan kita. Tukang copet ngumpulnya juga dengan pencopet (anda copet?), remaja masjid bergaulnya dengan orang masjid (kalau yang ini kayaknya saya deh), orang o-on jalan bareng dengan orang bego (anda tersinggung?), si pinter ngegang dengan orang pinter juga (heran, kok bisa tahu ya kalau saya punya gang ini), dan banyak lagi. Dengan demikian komunikasi yang terjadi bisa berjalan dengan lancar dan baik.
Memang sebagai manusia yang dilengkapi dengan akal, kita bisa lebih fleksibel. Bila kebo tidak mungkin kumpul dengan harimau, seorang ustad mungkin saja berteman dengan garong bila dipikir perlu. Dengan memiliki bukan hanya otak (brain) tetapi juga akal pikiran (mind), kita bisa menimbang-nimbang dulu. Anehnya, meskipun sudah dilengkapi satu set otak dan akal pikiran, tetap saja manusia tidak bisa menggunakan otaknya untuk berpikir. Pernah dengar all people have brain but only few use their mind? Cocok kan? Seperti itulah kita ini kadang-kadang.
Kita kembali lagi bicara tentang kesamaan manusia dan binatang dalam mencari teman. Saya juga seperti itu dan saya yakin anda juga. Sudah jamak bila kita akan memilih-milih siapa yang harus dijadikan teman. Dan memang kita kadang harus menyesuaikan diri karena terpaksa, karena tidak ada pilihan lain. Contoh gampang saja misalnya dalam skala kecil, kita harus menyesuaikan diri berteman dengan orang lain dalam ruang kelas atau teman sekantor. Atau dalam ukuran yang lebih besar, anda harus hidup dalam masyarakat yang pasti lebih kompleks dan heterogen dibandingkan sekedar kelas atau kantor. Dan itulah kehebatan manusia dibandingkan kebo yang tidak mungkin bisa melakukan adaptasi berteman dengan harimau. Analogi yang ngawur dan tidak relevan ya (menurut anda)? Memang seperti itulah saya, kadang-kadang suka ngawur.
Kesamaan antar manusia yang menjadi landasan pertemanan kadang tidak ada sangkut-pautnya dengan umur. Yang saya maksudkan adalah, memang bila dilihat dari usia bisa jadi seperti orangtua dengan anak. Namun, karena ada benang merah yang menyatukan maka pertemanan itu bisa terjalin. Barangkali anda pernah nonton film Home Alone 2. di situ digambarkan persahabat yang njomplang dari segi usia antara Kevin (Macaulay Culkin) yang menjadi tokoh sentral dengan perempuan gelandangan tua yang suka memberi makan ratusan burung merpati liar. Kevin yang masih anak-anak bertemankan orang tua, dan mereka sama-sama senang (anda tahu kira-kira benang merahnya?). Itu ada dalam film memang, tapi terjadi juga di dunia nyata. Bisa jadi di lingkungan anda ada namun selama ini anda tidak memperhatikan.
Saya juga mirip Kevin. Sama seperti di Home Alone 2, saya juga berteman dengan orang-orang yang beda usia. Jika Kevin sebagai yang lebih muda, saya yang tuanya. Bagi saya, it’s okay. Selama kita saling menghargai dan menghormati, kenapa umur mesti dipermasalahkan. Ketika sahabat-sahabat muda saya ini bertandang dan bermalam di rumah saya Jum’at (7/3) yang lalu, saya senang banget. Sayangnya mereka hanya sebentar. Datangnya sudah malam, sekitar 19.30 wib, pagi-pagi jam 05.30 sudah ijin pulang. Alasannya adalah menghindari polisi. Kenapa? Mereka bersepuluh, sepeda motornya cuma empat. Bisa anda hitung sendiri berapa motor yang harus dinaiki tiga orang. Parahnya lagi, hanya beberapa yang pakai helm. Tipikal anak muda, suka cari penyakit. Mereka adalah Fajar, Encu, Dedi, Reza, Bedul (Hudri), Kiki, Yadi, Junot (Ryan), Dede, dan Edi. Sembilan dari mereka tanggal 19 April nanti akan diwisuda, hanya Bedul yang sudah lulus duluan. Dia alumni angkatan satu tingkat di atas yang sembilan orang lainnya.
Selain mereka, hari ini (Minggu, 30/3/08) sahabat-sahabat muda saya yang lain juga pada main ke rumah. Rombongan yang ini lebih senior dari mereka yang sepuluh orang. Dua di antaranya sudah married. Dari yang dua itu yang satu sekarang malah sedang hamil tua anak keduanya. Kelompok senior ini beberapa hari sebelumnya memang sepakat ingin main sekaligus makan siang di rumah saya. Jika datang semua, jumlah sebenarnya lebih dari yang terlihat di foto. Karena sebagian ada halangan, mereka tidak bisa hadir. Bila anda bandingkan tampang dan pose saat berfoto, mereka kelihatannya sih tidak beda jauh dengan foto juniornya di atas. Kalau saya bilang orang-orang ini lebih senior, saya tidak mengada-ada, hanya di foto saja mereka tidak kelihatan bedanya. Bila dilihat gelagatnya, kelompok ini merupakan calon potensial untuk menjadi gang tukang main. Terbukti, saat makan siang mereka kembali memastikan rencana untuk main ke Sukabumi 19 April nanti. Padahal, minggu kemarin, mereka habis main di Ciomas. Hebring euy!
Bila anda memilih-milih teman, berarti anda seperti kebo. Jangan tersinggung dulu. Maksudnya, seperti kebo yang mencari kebo lain. Jadi, kalau anda ketemu kebo di jalan dan kemudian anda ajak berteman, itu namanya kumpul kebo.
No comments:
Post a Comment