Thursday, January 24, 2008

Delicious

Mesti harus saya mulai darimana untuk membuat tulisan ini sekarang? Kepala ini terasa meletup-letup penuh dengan segala hal yang ingin dikeluarkan. Namun, kalau anda pernah dengar istilah ‘bottle neck’, itulah yang ada di depan saya. Ada banyak angan-angan yang ingin dikeluarkan, sayangnya jalurnya malah mulai menyempit. Dan karena banyak dan bergumpal-gumpal, berkelindan bak cacing kremi, yang melimpah itu malah susah untuk keluar. Anda bisa bayangkan sendiri kan? Yah, tidak begitu beda jauh lah dengan orang sembelit. Perlu tenaga ekstra untuk mendorongnya keluar. Jijai ya? Selamat menikmati kalau begitu.

Sekarang ini, kepala saya lagi mpot-mpotan, pusing. Bukan karena sembelit lho. Barangkali karena stres ngadepin pekerjaan yang tidak habis-habis. Padahal pekerjaan itu sudah saya bawa pulang yang maksudnya untuk diselesaikan di rumah. Tapi ternyata gak gampang. Hampir tiap malam begadang di teras merampungkannya, tetep saja gak rampung-rampung. Dalam hati terus terang saja maunya tidak membawa pekerjaan ke rumah. Kenyataannya, anda tahu sendiri, saya sudah cerita, tidak gampang. Yang kadang saya lakukan, pekerjaan tetep saya bawa-bawa ke rumah tapi saya tinggal begitu saja di dalam tas. Saya lebih memilih menonton film baik dari tv maupun dvd. Bodo amat dengan pekerjaan.

Saat tidak enak bodi kayak sekarang ini, saya jadi ingat Reyhan anak saya. Beberapa waktu yang lalu, telunjuk kirinya patah. Pasti bukan main sakitnya. Melihat penderitaannya, saya tidak tahan melihatnya. Meskipun tidak saya tunjukkan di depannya, saya menangis karena dia, kasihan. Sekarang sih sudah membaik meskipun saya lihat jarinya agak berbeda bentuknya, sedikit bengkok. Entah karena masih dalam proses penyembuhan atau memang bentuknya seperti itu. Mudah-mudahan saja bisa balik normal seperti sedia kala. Setidaknya jarinya sekarang sudah bisa ditekuk tanpa merasa sakit lagi.

Namanya juga musibah. Sore itu saat kejadian, Reyhan pulang dari main sambil megangi tangannya. Saya yang baru pulang kerja, dengan masih pakai baju kantor, ngobrol di jalan depan rumah dengan istri sambil menunggu siomai yang lagi diracik penjualnya. Sambil menangis dikasih lihat jari telunjuknya yang kaku kehijauan kepada istri saya. Saya ikut melihat juga. Bentuknya aneh. Jari itu tidak bisa ditekuk dan melintir. Sambil mengaduh-aduh, anak saya yang kecil ini cerita penyebab kenapa jarinya bisa seperti itu. Barusan dia dari mesjid dekat rumah. Bersama teman sebayanya main bola di serambi mesjid. Ketika dia jatuh, telunjuknya keinjak temannya yang bernama Reza yang badannya besar, lebih gede dari dia. Kalau dalam film Doraemon, dia itu yang jadi Giant-nya. Mungkin belum begitu ngeh, setelah keinjak bukannya langsung pulang tapi malah jadi kiper. Katanya disuruh sama temannya. “Saat Reyhan jadi kiper, ada bola masuk Reyhan diemin saja. Habis tangan Reyhan sakit,” begitu katanya.

Ketika melihat bentuknya yang bengkok, saya pikir hanya keseleo saja. Karena melihat Reyhan kesakitan meskipun sempat makan siomai yang sedang saya hentikan, segera saya pinjam motor tetangga. Dengan dibonceng tetangga saya membawa Reyhan ke tukang urut, pak Jaka, di Ciampea. Saat sampai di rumahnya, ternyata pak Jaka belum pulang. Saya minta pak Syamsul tetangga saya yang mengantarkan saya supaya pulang saja membawa motor pak Ujang yang dipinjam. Saya kepikiran dengan motor yang diparkir jauh dari rumah pak Jaka, takut hilang.

Jam tujuhan pak Jaka datang. Reyhan segera diperiksa dan diurut. Saya nggak heran jika Reyhan menangis sejadi-jadinya saat diurut. Pasti sakitnya luar biasa. Yang membuat saya shock, pak Jaka mengatakan bahwa jari tangan Reyhan bukan hanya sekedar keseleo, tapi patah. Patah di bawah persendian kedua dekat pangkal jari. Untuk meyakinkan saya, saya diminta memegang bagian yang patah itu. Saya sendiri nggak tahu meskipun sudah memegangnya apakah jari itu patah bener atau tidak karena saya bukan ahli urut. Yang saya tahu, saya jadi kesakitan melihat anak saya menderita. Kasihan benar kau anakku.

Akhirnya diputuskan telunjuk Reyhan digip. Jangan membayangkan seperti gip di rumah sakit, cairan putih kayak semen. Gipnya pak Jaka berupa potongan bambu tipis sepanjang jari telunjuk Reyan yang dibalut dengan kain kasa. Sebelum dikasih potongan bambu, jari Reyhan dibalut kapas yang sudah dikasih minyak. Saat saya tanya, katanya minyak Cimande. Meskipun gip pak Jaka tidak sama dengan gambaran yang ada di kepala saya, setidaknya jari Reyhan sudah aman. Untuk sementara jari itu tidak akan bisa ditekuk, sengaja maupun tidak. Dengan demikian cukup membantu juga mengurangi penderitaannya.

Tiga hari kemudian, Reyhan datang lagi ke pak Jaka untuk membuka gip sekaligus melihat perkembangan. Kali ini diantar seluruh orang yang menyayanginya. Ayah, ibu, dan kakaknya. Kami rame-rame jalan ke rumah pak Jaka setelah turun dari angkot jurusan Leuwiliang-Bogor di pertigaan menuju Ciampea. Setelah magrib angkot yang ke arah Ciampea dari Leuwiliang sudah tidak ada lagi. Sesuai yang dikatakan pak Jaka pada sore hari, dia akan ada di rumah sekitar jam tujuhan. Dan memang benar, dia sudah ada di rumah saat kami datang. Karena hanya kami pasiennya, segera tangan Reyhan digarap. Meski agak sakit, jari yang masih terlihat lebam dan bengkok itu sudah bisa ditekuk, walaupun pelan-pelan. Setelah diurut sebentar, jari itu hanya dibalut dengan handyplast. Sebelum pulang kami diminta membuka handyplast itu tiga hari kemudian, sendiri, dan tidak perlu datang ke tempat pak Jaka lagi.

Sakit jasmani, sakit rohani, nggak ada enaknya. You know that! Rasanya nggak nyaman. Makanan yang delicious jadi terasa nggak lezat. Jika this body is not delicious, maksudnya badan lagi gak sehat, semua jadi pahit. Kayak Reyhan itu misalnya, pasti dia merasakan badannya terasa ill all (sakit semua). Tapi no what what (tidak apa-apa) lah, badai pasti berlalu.

No comments:

Post a Comment