Entah ini peringatan atau azab dunia yang ditimpakan kepada manusia Indonesia yang sudah lupa. Lupa, ada yang lebih berkuasa dari mereka yang memiliki kekuasaan; ada yang maha kaya dari yang super kaya; ada yang lebih dari sekedar jenius juara olimpiade fisika. Mereka lupa bahwa kehidupan ini ada pemiliknya. Hidup di dunia adalah menjadi tukang parkir. Apa yang dimiliki semua adalah titipan. Apabila pemiliknya datang meminta maka harus diserahkan. Nggak ada gunanya menyombongkan barang titipan. Konyol malahan. Bisa jadi tertawaan. Mau? Makanya jangan sok dengan apa yang dipunyai. Apapun. Kedudukan, kekayaan, kecantikan wal ketampanan, atau lebih-lebih jumlah pasangan yang lebih dari satu. Jangan deh! Percumtakbergun (percuma dan nggak ada gunanya).
Obrolan tentang burung yang punya flu pun tak luput dari bahasan saat saya dan para tetangga melakukan gotong royong membuat pos ronda baru. Meskipun, untuk menghibur diri, kami plesetkan musibah tersebut menjadi sebuah joke. Bahwa, pemusnahan unggas piaraan rumah tangga merupakan langkah pemerintah dalam memberantas kemiskinan. Artinya, orang-orang miskin yang hidupnya sudah susah terus diberantas. Juga, sekaligus meningkatkan kesejahteraan, yaitu, mereka yang sejahtera makin ditingkatkan. Kalau haji Rhoma Irama bilang dalam sebuah lagunya: ‘yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin’. Wo.. uwoooo.... (kalau ini mah lagu sendunya Betharia Sonata)Tulisan yang singkat ini sudah pasti tidak akan mengatasi kemalangan yang sedang dialami rakyat Indonesia. Apalagi menyembuhkan penyakit akibat flu burung maupun nyamuk aides. Nggak mungkin la yau... Tapi setidaknya, saya berharap, siapapun yang membaca, supaya berhati-hati dan waspada dengan penyakit tersebut. Selain itu, janganlah mengikuti apa yang dilakukan oleh mereka yang diberi amanah tapi malah mengkhianati, wakil rakyat yang menyakiti hati rakyat, penguasa yang korup, pemilik jabatan yang memanfaatkan jabatannya, dan para penghamba hedonisme. Jadi orang penting itu baik, tapi lebih penting jadi orang baik. Ya nggak?

Hari Minggu (7/1/07) ada undangan kawinan di Kampung Setu. Saya, istri, dan anak saya yang bontot berangkat untuk memenuhi undangan tersebut. Sengaja tidak naik ojek agar bisa jalan kaki melewati persawahan yang asri di belakang komplek perumahan. Karena berangkat setelah sholat dzuhur dan panas matahari yang menyengat, saya bawa payung yang besar buat dipakai bertiga.
Setelah basa-basi sebentar, kemudian pamitan. Beruntung pemandangan yang indah di sekeliling jalan yang dilewati bisa membuat lupa sementara perut yang lapar. Saat melewati pabrik tahu, saya sempatkan untuk mampir sebentar membeli tahu segar yang baru diangkat. Kalau tidak salah ingat, pabrik tersebut merupakan pabrik baru. Karena seingat saya ketika terakhir melewati jalan tersebut, pabrik tahu itu belum ada. Dari beli tahu tidak langsung pulang tapi naik odong-odong ke Cikampak. Saya ngamuk di rumah makan Padang Harapan Bundo. Jatah nasi buat nambah milik saya sendiri dan istri saya embat habis. Termasuk sepiring sambal yang baru disusulkan karena baru matang. Perut yang lapar menjadi penyebabnya.
Akhirnya. Kelar sudah teras di depan rumah yang pengerjaannya jauh melebihi waktu yang ditargetkan. Tadinya saat BEC libur akhir cawu selama sepuluh hari mulai 16 s/d 25 Desember 2006 saya anggap cukup untuk bisa merampungkan pembuatan teras. Sehingga, saat waktunya ngantor lagi, teras sudah tuntas. Rencana tinggal rencana. Tukang dan kenek yang janjinya mau mulai kerja tanggal 17 jadi mundur ke tanggal 18. Waktu tersisa tinggal delapan hari.
Saat bikin kesepakatan dengan Mang Dayat (tukang), sengaja saya minta tenaga tiga orang termasuk tukangnya sendiri dengan harapan bisa menyelesaikan pekerjaan selama liburan tersebut. Yang saya amati, mereka memang terus bekerja. Tapi rupanya kecepatan kerja dengan hasil maksimal memerlukan waktu lebih lama dari delapan hari. Apa boleh buat. Daripada berantakan dan hasilnya kurang bagus, waktu terpaksa diperpanjang. Dengan tambahan delapan hari lagi, teras rumah yang memang sudah lama saya rencanakan jadi juga. Mang Dayat dan keneknya kerja terakhir 3 Januari 2007. Dengan demikian, ternyata, membuat teras bisa memakan waktu satu tahun. Bener kan? Dimulai tahun 2006, berakhir tahun 2007.
Tahun baru dimulai dengan rumah berpenampilan baru. Sekarang, tidak ada lagi rasa khawatir kehujanan atau kena tempias saat membaca di teras, pun saat menerima tamu. Saya sendiri jadi bisa membuat tamu nyaman bertandang ke rumah dengan duduk di teras yang walaupun sederhana, tanpa harus masuk ke dalam rumah yang kadang berantakan dan tidak memiliki tempat duduk buat tamu.
BEC mengadakan lagi acara tahunan yang diselenggarakan setiap hari raya Idul Adha. Bakti Sosial. Kali ini kegiatan diadakan di Desa Sukaharja, Kecamatan Cijeruk, Bogor, hari Senin (1/1/07). Acaranya sama seperti tahun kemarin. Memotong sapi. Yang agak beda, sekarang ini sapinya benar-benar gede. Harganya saja 15 juta. Dua kali lipat dari harga sapi yang dipotong di tahun kemarin. Selain itu, ada tambahan dua ekor kambing.
Saya diserahi tugas untuk menyerahkan hewan kurban tersebut kepada wakil dari masyarakat desa setempat. Agak kagok juga. Masalahnya, tokoh masyarakat yang mewakili bahasa Indonesianya kurang lancar, hanya bisa bahasa Sunda. Saya, bahasa Sunda nggak bisa. Untungnya Mita berbaik hati menawarkan diri untuk jadi penterjemah. Meskipun deg-degan karena masalah bahasa, akhirnya beres juga acara seremonial tersebut. Kemudian acara dilanjutkan dengan memotong hewan kurban.
Karena badannya yang besar, sapi yang jadi kurban sempat merepotkan. Walaupun sudah dikeroyok, orang-orang masih kewalahan untuk bisa menjatuhkan sapi tersebut. Tidak gampang ternyata main ‘smack down’ dengan sapi. Bagaimanapun juga manusia punya akal. Kalah main sendirian, kompakan main keroyokan. Apalagi temennya sapi tersebut hanya dua ekor kambing. Saya sih hanya menonton saja. Nggak mau ikut ngeroyok. Cukup nyerahin saja.
domba semua, tidak ada sapinya. Seperti biasa, saya hanya ikut membantu memotongi daging dan mencatat nomor pengambilan daging kurban yang sudah masuk. Saya belum pernah memotong sendiri hewan kurban. Pengennya suatu saat nanti bisa ikut membantu memotong hewan kurban, baik kambing, domba, maupun sapi. Ada campuran antara rasa nggak tega, takut, dan kasihan ketika melihat leher yang terbelah dan memancarkan darah segar karena golok tukang jagal. Namun demikian, selalu muncul perasaan suka cita saat mengikuti acara pemotongan kurban. Para tetangga yang setiap hari tidak bisa ketemu, saat itu datang bersilaturahim sambil rame-rame memotong dan mencacah daging kurban. Itulah berkah lain yang diperoleh dari hari raya Idul Adha.