Sunday, October 08, 2006

Childish

Sambil menikmati ta’jil setelah selesai sholat magrib, saya ngobrol bersama para tetangga di masjid. Salah satu ada yang mengeluh kalau lagi nggak enak badan. “Masuk angin,” katanya. Tetangga yang lain kemudian menjawab: “Masing mending masuk angin. Daripada masuk kristen?” Kami tertawa semua.

Adalagi yang cerita bahwa puasa hari pertama dan kedua terpaksa bocor. Sakit perut yang mengakibatkan keluar air melulu saat buang hajat membuatnya teler. Sudah berobat ke dokter dan dikasih obat. Ternyata tidak sembuh juga. Lalu beli obat di warung, eh malah sembuh. Sontak yang lain nimpalin, “Dasar perut kampung!”

Sebenarnya ada yang lebih manjur dari obat manapun untuk sakit perut. Untuk menghentikan buang-buang air yang terus-terusan, direkomendasikan makan jagung rebus. Dijamin langsung berhenti. Yang habis sakit perut nggak percaya. Proteslah dia. Mana mungkin, kan justru jagung memicu mencret. Gitulah katanya. Karena sebenarnya hanya bercanda saja, maka yang memberi saran menjawab. Dijamin buang-buang airnya pasti langsung berhenti dengan memakan jagung rebus. Caranya, jagungnya dimakan. Kalau sudah habis, tongkolnya disumbatkan ke lubang tempat mencret keluar.

Bila ketemu dengan teman, atau yang sudah akrab seperti dengan para tetangga, usia tidak bisa menjadi ukuran untuk menjadi dewasa. Saling ngecengin sebagaimana dilakukan anak-anak sekolah atau kuliahan juga tetap dilakukan. Menjadi tua itu sudah pasti, tetapi menjadi dewasa adalah pilihan. Perilaku kekanak-kanakan bisa muncul dari orang yang secara umur sudah dewasa. Sebaliknya, seorang yang masih dikatakan anak-anak bisa berbicara atau berperilaku seperti orang dewasa. Saya punya tetangga yang punya anak seperti itu. Dan saya pernah menjadi “korbannya” saat saya menanyakan keberadaan bapaknya. Rasanya aneh dan sedikit jengkel diperlakukan seperti itu. Kok dia bisa seperti itu, padahal usianya baru sembilan tahunan.

Saya barusan menengok pak Jafar lagi. Dia mantan tetangga yang tinggalnya dulu persis di sebelah kiri rumah saya. Dia sekarang tinggal di rumah bu Een yang merupakan adik dari istrinya, setelah hampir sebulan dirawat di RS PMI. Berdasarkan hasil scan, ada pendarahan di otak. Menurut cerita istrinya, pak Jafar tiba-tiba pingsan setelah makan siang di kantor. Kemungkinan bisa jadi penyebab dia jatuh adalah karena penyakit darah tingginya. Sejak itu dia tidak kenal siapa-siapa. Pak Jafar mengalami amnesia. Dia masih belum mengenali siapa-siapa. Istrinya sendiripun dia tidak kenal. Sorotan mata dan senyumnya kembali seperti anak-anak. Innocent.

Subhanallah. Begitu gampang Allah membalikkan kehidupan manusia. Pak Jafar yang tadinya tidak bisa diam, sekarang terkapar di tempat tidur. Yang tadinya gagah dengan badan tegap dan terlihat jantan dengan kumisnya yang tebal, sekarang polahnya seperti seorang bocah. Dia masih belum bisa jalan. Baru belajar duduk dan jongkok. Pendarahan yang terjadi di otaknya melumpuhkan segalanya.

Mudah-mudah cepat sembuh dan kembali normal pak Jafar. Semoga.

No comments:

Post a Comment