Rabu (30/1) sebelum Jakarta dilanda banjir (Jum’at, 1/2), saya meluncur menuju bandara Soekarno-Hatta menggunakan bis Damri yang poolnya ada di depan Boker alias Botani Square. Murah dan gampang. Selain memang saya tidak punya apa yang orang Malaysia sebut dengan ’kereta’. Hari itu ada tamu dari Malaysia yang harus saya jemput.
Tamu ini menghubungi saya beberapa hari sebelumnya via telepon. Dia melakukannya setelah dua email yang dikirimkan tidak sampai ke mailbox saya. Memang kadang-kadang hal itu terjadi, tidak tahu kenapa. Anda tahu dia siapa? Tentu saja anda nggak tahu. Pertanyaan tolol ya? Itulah acapkali yang suka dilakukan orang. Sudah tahu jika orang lain nggak tahu, tetap ditanyakan juga. Saya akan back to basic sebelum ngelantur kemana-mana. Kembali ke tamu saya itu.
Dia itu turis yang masuk ke Bogor yang tahu saya karena saya punya situs di internet. Jika pengertian turis itu semua orang asing yang masuk ke Bogor, ya berarti dia merupakan seorang turis. Tapi dia tidak datang ke Bogor untuk bersenang-senang. Dia mengunjungi kota hujan ini untuk sebuah penelitian. Anda tahu binatang cenggeret? Kadang-kadang ada yang bilang tongceret. Orang Jawa bilang garengpung atau gareng saja. Orang awak (Padang) memanggilnya uwie-uwie. Orang Malaysia yang tamu saya ini menyebutnya riang-riang. Serangga seperti belalang atau jangkrik yang mengeluarkan bunyi saat menjelang petang dan hidup di pohon-pohon besar. Binatang inilah yang jadi korban penelitian orang Malaysia ini. Tamu saya ini seorang calon doktor. Dia sedang mengambil S3 sekaligus dosen di UKM, Universiti Kebangsaan Malaysia.
Di Bogor, dia melakukan penelitian di museum zoologi yang ada di komplek LIPI Cibinong. Museum ini memiliki koleksi serangga yang lengkap, baik jenis maupun tahunnya, termasuk serangga yang bernama cenggeret. Specimen atau contoh cenggeret yang ditemukan tahun 1920-an pun ada. Museum zoologinya sendiri tadinya terpusat di komplek kebun raya, yang sekarang dekat dengan Bogor Trade Mall (BTM). Sejak 1995, katanya, sebagian isinya mulai dipindahkan ke Cibinong. Jadi sekarang, museum zoologi yang di dekat BTM untuk konsumsi turis. Sedangkan yang ada di Cibinong, koleksinya diperuntukkan penelitian seperti teman baru saya dari Malaysia ini.
Sekitar seminggu waktu yang dia butuhkan untuk meneliti. Jamnya pun mengikuti jam kerja LIPI. Saat saya menemuinya, dia bilang kayaknya satu minggu tidak cukup untuk menyelesaikan penelitiannya. Namun dia harus pulang ke negaranya. Rencana terbang pulangnya 6 Februari. Hanya meneliti seekor serangga ternyata membutuhkan waktu lama. Tidak tanggung-tanggung, penelitiannya itupun merupakan proses untuk mencapai gelar doktor. Tingkat pendidikan formal tertinggi yang bisa diraih.
Bagi orang-orang desa, cenggeret merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari mereka. Buat calon doktor, binatang yang meriah itu menjadi obyek yang menantang. Saya tidak akan mengotak-atik cenggeret lagi, tapi akan ngomongin manusianya. Kita yang terlalu awam dengan cara kerja dan berpikir mereka yang sekolah amat sangat tinggi ini kadang-kadang tidak mengerti apa yang mereka omongkan dan kerjakan. Saking tidak mengertinya kita ini, kemudian muncul istilah linglung buat orang-orang cerdas ini. Bahkan doktor yang sudah mendapat gelar profesor tidak luput juga dari olok-olok tentang ketinggian ilmu mereka yang menjadikan bingung orang lain. Karena saking bingungnya, justru si profesor ini yang di mata orang biasa menjadi orang yang linglung. Bagi mereka, profesor sama dengan orang linglung. Saya pernah dengar joke tentang profesor yang linglung ini. Tentu saja hanya sekedar olok-olok. Mau dengar?
Suatu ketika ada seorang profesor yang berangkat kerja. Beliaunya ini seorang kepala departemen di sebuah perguruan tinggi. Sampai di kantornya, salah satu anak buahnya mengomentari sekaligus tanya tentang sepatu yang dipakai sang profesor. Anda tahu? Sepatu yang ada di kaki sang profesor dua warna, kaki kanan coklat sebelah kiri hitam. ”Prof, kok sepatunya sebelah-sebelah?” Dengan santainya, sang profesor menjawab. ”Hiya, saya juga heran. Di rumah ada juga yang seperti ini, satu hitam satu coklat.”
Joke yang enteng, tapi mengena. Gampang dimengerti dan saya yakin anda pasti tertawa, minimal tersenyum. Bila tidak, anda perlu dicurigai. Jangan-jangan anda termasuk jenis manusia yang dijadikan olok-olok dalam joke itu. Manusia linglung.
Kenapa bisa linglung ya? Analisanya orang bodoh mengatakan karena mereka terlalu lama sekolah sehingga otaknya menjadi panas. Sama seperti mesin, bila otak kelamaan panas akhirnya jadi soak juga. Rusak karena overheat. Gitu katanya. Benar atau tidak, silakan dipikirkan sendiri. Dan karena kerusakan otak ini, kemudian muncul olok-olok lain untuk gelar PhD yang merupakan tingkat tertinggi dari gelar pendidikan formal, atau orang kita bilang gelar dari S3. Tahu maksudnya S3? Ini nih, S...S...dan S (bercanda ding).
PhD yang merupakan singkatan dari bahasa Latin Philosophiae Doctor atau diinggriskan menjadi Doctor of Philosophy kemudian diplesetkan menjadi Permanent head Damage alias kerusakan otak permanen. Anda yang PhD, mohon maaf. Saya tidak mengolok-olok anda. Tapi anda perlu tahu di luar dunia akademis anda, kadang orang melihat anda terlalu akademis: omongan anda, kelakuan anda. Anda yang merasa sudah berpikir secara holistik, filosofis, orang awam malah tidak bisa mengerti dengan pikiran anda. Sekolah anda yang tinggi menjadikan lingkungan anda merasa anda ini tidak membumi, kaki anda tidak menginjak tanah. Apakah anda sebangsa hantu? Tentu saja tidak. Anda kan akademisi. Karena ketinggian ilmu yang anda miliki, anda merasa orang lain tidak bisa nyambung. Begitu juga sebaliknya, orang lain merasakan anda ini tidak bisa dimengerti. Karena itulah di mata mereka, anda ini dikatakan orang linglung.
Saya tidak mendukung siapa-siapa, anda yang dianggap linglung, maupun mereka yang menurut anda tidak bisa nyampe ke tataran di mana anda berada sekarang. Bukan karena saya tidak punya prinsip. Masalahnya saya sendiri juga linglung. Saya bingung sebenarnya saya ini sedang ngomong apa sih. Saya cuma berharap mudah-mudahan anda bisa mengerti apa yang sedang anda baca ini.
Bila anda PhD dan tersinggung, please, maafkan atas kekurangajaran saya. Mungkin anda akan mengumpat saya dengan mengatakan, ”Close your mouth and runway. Don’t follow mix if you no want ill all. Body ill all is not delicious know.” (Tutup mulutmu dan minggat. Jangan ikut campur jika tidak ingin sakit semua. Badan yang sakit semua itu tidak enak tauk.). Amat sangat ngawur ya bahasa Inggrisnya? Hla hiya lah! Namanya juga orang linglung.
Buat anda yang sekarang belum PhD, sekolahlah sampai mendapatkan gelar yang prestisius itu. Jika anda tidak terlalu pinter, ya jangan berkecil hati. Berusahalah terus. Bila anda gigih, anda pasti bisa. Bisa gila maksudnya.
Maaf bila tulisan saya ini norak. Saya membuat tulisan ini dalam rangka menyambut hari valentin yang tidak ada artinya dan tidak ada gunanya buat saya atau siapapun, termasuk anda. Apa hubungannya ya? Buat saya, hari yang paling istimewa adalah hari gajian. Titik.
Tamu ini menghubungi saya beberapa hari sebelumnya via telepon. Dia melakukannya setelah dua email yang dikirimkan tidak sampai ke mailbox saya. Memang kadang-kadang hal itu terjadi, tidak tahu kenapa. Anda tahu dia siapa? Tentu saja anda nggak tahu. Pertanyaan tolol ya? Itulah acapkali yang suka dilakukan orang. Sudah tahu jika orang lain nggak tahu, tetap ditanyakan juga. Saya akan back to basic sebelum ngelantur kemana-mana. Kembali ke tamu saya itu.
Dia itu turis yang masuk ke Bogor yang tahu saya karena saya punya situs di internet. Jika pengertian turis itu semua orang asing yang masuk ke Bogor, ya berarti dia merupakan seorang turis. Tapi dia tidak datang ke Bogor untuk bersenang-senang. Dia mengunjungi kota hujan ini untuk sebuah penelitian. Anda tahu binatang cenggeret? Kadang-kadang ada yang bilang tongceret. Orang Jawa bilang garengpung atau gareng saja. Orang awak (Padang) memanggilnya uwie-uwie. Orang Malaysia yang tamu saya ini menyebutnya riang-riang. Serangga seperti belalang atau jangkrik yang mengeluarkan bunyi saat menjelang petang dan hidup di pohon-pohon besar. Binatang inilah yang jadi korban penelitian orang Malaysia ini. Tamu saya ini seorang calon doktor. Dia sedang mengambil S3 sekaligus dosen di UKM, Universiti Kebangsaan Malaysia.
Di Bogor, dia melakukan penelitian di museum zoologi yang ada di komplek LIPI Cibinong. Museum ini memiliki koleksi serangga yang lengkap, baik jenis maupun tahunnya, termasuk serangga yang bernama cenggeret. Specimen atau contoh cenggeret yang ditemukan tahun 1920-an pun ada. Museum zoologinya sendiri tadinya terpusat di komplek kebun raya, yang sekarang dekat dengan Bogor Trade Mall (BTM). Sejak 1995, katanya, sebagian isinya mulai dipindahkan ke Cibinong. Jadi sekarang, museum zoologi yang di dekat BTM untuk konsumsi turis. Sedangkan yang ada di Cibinong, koleksinya diperuntukkan penelitian seperti teman baru saya dari Malaysia ini.
Sekitar seminggu waktu yang dia butuhkan untuk meneliti. Jamnya pun mengikuti jam kerja LIPI. Saat saya menemuinya, dia bilang kayaknya satu minggu tidak cukup untuk menyelesaikan penelitiannya. Namun dia harus pulang ke negaranya. Rencana terbang pulangnya 6 Februari. Hanya meneliti seekor serangga ternyata membutuhkan waktu lama. Tidak tanggung-tanggung, penelitiannya itupun merupakan proses untuk mencapai gelar doktor. Tingkat pendidikan formal tertinggi yang bisa diraih.
Bagi orang-orang desa, cenggeret merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari mereka. Buat calon doktor, binatang yang meriah itu menjadi obyek yang menantang. Saya tidak akan mengotak-atik cenggeret lagi, tapi akan ngomongin manusianya. Kita yang terlalu awam dengan cara kerja dan berpikir mereka yang sekolah amat sangat tinggi ini kadang-kadang tidak mengerti apa yang mereka omongkan dan kerjakan. Saking tidak mengertinya kita ini, kemudian muncul istilah linglung buat orang-orang cerdas ini. Bahkan doktor yang sudah mendapat gelar profesor tidak luput juga dari olok-olok tentang ketinggian ilmu mereka yang menjadikan bingung orang lain. Karena saking bingungnya, justru si profesor ini yang di mata orang biasa menjadi orang yang linglung. Bagi mereka, profesor sama dengan orang linglung. Saya pernah dengar joke tentang profesor yang linglung ini. Tentu saja hanya sekedar olok-olok. Mau dengar?
Suatu ketika ada seorang profesor yang berangkat kerja. Beliaunya ini seorang kepala departemen di sebuah perguruan tinggi. Sampai di kantornya, salah satu anak buahnya mengomentari sekaligus tanya tentang sepatu yang dipakai sang profesor. Anda tahu? Sepatu yang ada di kaki sang profesor dua warna, kaki kanan coklat sebelah kiri hitam. ”Prof, kok sepatunya sebelah-sebelah?” Dengan santainya, sang profesor menjawab. ”Hiya, saya juga heran. Di rumah ada juga yang seperti ini, satu hitam satu coklat.”
Joke yang enteng, tapi mengena. Gampang dimengerti dan saya yakin anda pasti tertawa, minimal tersenyum. Bila tidak, anda perlu dicurigai. Jangan-jangan anda termasuk jenis manusia yang dijadikan olok-olok dalam joke itu. Manusia linglung.
Kenapa bisa linglung ya? Analisanya orang bodoh mengatakan karena mereka terlalu lama sekolah sehingga otaknya menjadi panas. Sama seperti mesin, bila otak kelamaan panas akhirnya jadi soak juga. Rusak karena overheat. Gitu katanya. Benar atau tidak, silakan dipikirkan sendiri. Dan karena kerusakan otak ini, kemudian muncul olok-olok lain untuk gelar PhD yang merupakan tingkat tertinggi dari gelar pendidikan formal, atau orang kita bilang gelar dari S3. Tahu maksudnya S3? Ini nih, S...S...dan S (bercanda ding).
PhD yang merupakan singkatan dari bahasa Latin Philosophiae Doctor atau diinggriskan menjadi Doctor of Philosophy kemudian diplesetkan menjadi Permanent head Damage alias kerusakan otak permanen. Anda yang PhD, mohon maaf. Saya tidak mengolok-olok anda. Tapi anda perlu tahu di luar dunia akademis anda, kadang orang melihat anda terlalu akademis: omongan anda, kelakuan anda. Anda yang merasa sudah berpikir secara holistik, filosofis, orang awam malah tidak bisa mengerti dengan pikiran anda. Sekolah anda yang tinggi menjadikan lingkungan anda merasa anda ini tidak membumi, kaki anda tidak menginjak tanah. Apakah anda sebangsa hantu? Tentu saja tidak. Anda kan akademisi. Karena ketinggian ilmu yang anda miliki, anda merasa orang lain tidak bisa nyambung. Begitu juga sebaliknya, orang lain merasakan anda ini tidak bisa dimengerti. Karena itulah di mata mereka, anda ini dikatakan orang linglung.
Saya tidak mendukung siapa-siapa, anda yang dianggap linglung, maupun mereka yang menurut anda tidak bisa nyampe ke tataran di mana anda berada sekarang. Bukan karena saya tidak punya prinsip. Masalahnya saya sendiri juga linglung. Saya bingung sebenarnya saya ini sedang ngomong apa sih. Saya cuma berharap mudah-mudahan anda bisa mengerti apa yang sedang anda baca ini.
Bila anda PhD dan tersinggung, please, maafkan atas kekurangajaran saya. Mungkin anda akan mengumpat saya dengan mengatakan, ”Close your mouth and runway. Don’t follow mix if you no want ill all. Body ill all is not delicious know.” (Tutup mulutmu dan minggat. Jangan ikut campur jika tidak ingin sakit semua. Badan yang sakit semua itu tidak enak tauk.). Amat sangat ngawur ya bahasa Inggrisnya? Hla hiya lah! Namanya juga orang linglung.
Buat anda yang sekarang belum PhD, sekolahlah sampai mendapatkan gelar yang prestisius itu. Jika anda tidak terlalu pinter, ya jangan berkecil hati. Berusahalah terus. Bila anda gigih, anda pasti bisa. Bisa gila maksudnya.
Maaf bila tulisan saya ini norak. Saya membuat tulisan ini dalam rangka menyambut hari valentin yang tidak ada artinya dan tidak ada gunanya buat saya atau siapapun, termasuk anda. Apa hubungannya ya? Buat saya, hari yang paling istimewa adalah hari gajian. Titik.
hi are you malaysian? because your name is not like indonesian :)
ReplyDeletenope. i'm 100% indonesian. that name is my online name. what's in a name my friend?
ReplyDelete