Wednesday, May 16, 2007

Buhul

Buhul itu beda dengan bisul. Tapi buhul sama artinya dengan simpul. Ikatan pada tali, itu yang disebut dengan buhul. Buhul itulah yang sedang dibuat oleh para pengajar BEC saat makan siang bersama di rumah makan Gurih 7 hari Kamis (10/5) minggu kemarin. Sebuah ikatan yang kuat sedang diupayakan untuk membuat rasa persaudaraan dan tali silaturahmi semakin solid. Dengan demikian kinerjanya akan semakin produktif.

Gurih 7 yang ada di Jl. Pajajaran (dekat Warung Jambu) yang dipilih karena tempat tersebut yang bisa dihubungi via telepon. Tadinya mau santap siang di rumah makan Kabayan. Karena tidak punya nomornya dan ketika mencoba menggunakan fasilitas 108, pihak Telkom malah ngasih nomor yang di Jakarta, diputuskanlah pergi ke Gurih 7. Dua-duanya merupakan rumah makan Sunda. Akan tetapi, Gurih 7 punya keunggulan. Disamping tempatnya yang lebih luas, dia juga menyediakan kolam ikan yang diisi dengan ikan emas yang ukurannya segede-gede bayi. Saung-saung yang berada di pinggiran kolam tersebut disediakan bagi para pengunjung yang ingin menikmati hidangan sambil memberi makan ikan, atau hanya sekedar melihat-lihat. Kalau di Kabayan, pengunjung hanya bisa melihat ikan yang ada di aquarium. Nggak asoy.

Kami ngeriung di saung yang ada di pinggir kolam yang sudah mereka sediakan atas pesanan kami. Sambil menunggu hidangan datang, kami ngobrol sambil menikmati ikan emas yang berenang kesana-kemari menunggu orang melemparkan makanan buat mereka. Sesuai dengan janji, dalam waktu yang tidak terlalu lama, hidangan satu-persatu mulai dikeluarkan. Gurami bakar dan goreng, ayam goreng, pepes tahu, semur jengkol, karedok, dan beberapa menu lainnya. Setelah semua pesanan komplit, masing-masing mulai sibuk menikmati makan siang.

Makanan yang tersisa di meja tinggal sedikit. Rupanya kami semua kelaparan. Sayur asem yang belum disentuh saya minta dibungkus untuk dibawa pulang. Sayang kalau tidak dibawa, sudah dibayar kok. Sambil menunggu turunnya makanan dalam perut, obrolan yang sempat terputus dilanjutkan.

Makan siang di luar tersebut dilakukan saat jam istirahat. Jam 11.30 kami mulai jalan. Diperkirakan waktu makan siangnya pasti melibihi jam 12.45 yang merupakan waktu masuk kembali. Dan memang iya. Bukannya kami tidak tahu kalau kepergian tersebut akan menyita waktu belajar. Akan tetapi, demi memperkuat kerjasama tim, resiko tersebut harus diambil. Bagaimanapun juga, kalau tim pengajarnya kompak, mahasiswa juga yang nantinya akan menikmati. Kalau pengajarnya seneng, fresh, tidak tegang, maka mahasiswa juga akan terbawa suasana tersebut. Jadi acara tersebut yang kelihatannya hanya untuk kepentingan pengajarnya saja sebenarnya juga untuk keperluan mahasiswa. Win-win solution lah. Tapi bagaimanapun juga, kalau para mahasiswa merasa dirugikan karena jam kuliahnya jadi terpotong, saya mewakili para pengajar yang lain mohon maaf. Bukan itu maksud kami. Swear deh.

No comments:

Post a Comment