Beberapa hari sebelumnya Izal & Reyhan sudah heboh menanyakan rencana camping ke gunung. Mereka sudah nggak sabar pengen hari yang ditunggu segera tiba. Maklum saja, ini merupakan camping beneran yang pertama buat mereka. Selama ini camping yang dilakukan adalah bersama-sama teman bermainnya dan di sekitar rumah. Kalau mau makan atau minum mereka tinggal pulang. Malahan guling kesayangannya ikut-ikutan dibawa ke tenda.
Saya sudah rencanakan jauh-jauh hari untuk camping ketika melihat ada tanggal merah di hari Sabtu yang Isal & Reyhan sekolahnya libur. Saya sendiri setiap Sabtu memang libur. Maknya anak-anak juga libur bila tanggal merah. Tapi Izal & Reyhan masuk sekolah di hari Sabtu, bahkan ketika tanggal merah (yang bukan libur hari besar Islam) sekalipun.
Sabtu pagi (31/3) di rumah sudah sibuk mempersiapkan apa yang akan dibawa camping nanti. Ternyata tidak sedikit barang bawaannya. Satu carrier, tiga backpack dan satu tas kecil berisi kamera dan benda berharga lainnya. Izal komentar, pergi ke rumah Emak (ibunya istri) aja tidak sebanyak ini bawaannya. Itupun ternyata ada barang yang ketinggalan. Saya baru sadar kalau kursi lipatnya tidak kebawa ketika sudah sampai di tujuan.
Jam 08.30 akhrinya kami berangkat. Izal, Reyhan dan emaknya naik ojeg ke jalan raya. Saya pilih jalan kaki dengan memanggul carrier yang lumayan ‘mantab’ beratnya, padahal isinya cuma dua sleeping bag, satu tenda, empat mie instan, dan beberapa barang remeh-temeh. Disamping nglemesin kaki (badannya jadi lemes juga ternyata, karena bawa barang berat) juga ngirit ongkos ojeg. Kemudian disambung angkot dua kali lagi untuk sampai ke tujuan.
Singkat cerita, kami sampai di camping ground. Sebelum mendirikan tenda, semua barang dititipkan ke warung dekat tempat kemah karena kami ingin melihat ‘Curug 1000’ dulu tanpa harus dibebani dengan tas-tas yang berat dan merepotkan di punggung. Hanya satu backpack berisi air minum, baju ganti anak-anak setelah mandi di air terjun nanti dan tripod, serta satu tas kecil berisi kamera yang dibawa.
Pulang dari air terjun sekalian mencari tempat mendirikan tenda yang nyaman. Akhirnya ketemu juga tempat berkemah yang jauh dari jalan tempat lalu lalang orang menuju atau pulang dari air terjun. Tempatnya tenang, tidak ada camper lain di tempat tersebut, hanya kami berempat. Ada dua tenda di dekat jalan menuju air terjun, tapi jauh dari tempat kami. Setelah diputuskan untuk berkemah di situ, baru saya sama Izal mengambil barang-barang yang kami titipkan di warung.
Saat sore hari sempat turun hujan, lebat dan banyak geledek. Kami berempat hanya tiduran di dalam tenda. Ranting dan dahan yang dikumpulkan untuk api unggun nanti malam sempat saya tutupi dengan ponco meskipun sebagian sudah terlanjur basah. Saya hanya berdoa mudah-mudahan hujannya hanya sore saja sehingga malamnya bisa bikin api unggun. Ternyata doa saya dikabulkan. Thanks God.
Paginya, kayu sisa api unggun semalam saya bakar lagi. Lumayan, mengurangi dinginnya udara pagi yang masih terasa. Mie instan dan telur yang dibawa kemudian dimasak untuk sarapan. Benar-benar menu makan pagi yang lezat meski hanya sepiring mie rebus dan secangkir teh manis hangat. Ini merupakan ransum terakhir yang bisa dinikmati. Setelah itu tidak ada apa-apa lagi yang bisa dimakan. Cuma ada beberapa potong biskuit yang sebentar lagi juga pasti habis.
Saya hanya bermalas-malasan, bercengkerama dengan anak dan istri. Santai, menikmati liburan bersama keluarga, sebelum memberesi barang-barang bawaan. Saya berdua dengan istri ngobrol ngalor-ngidul, sementara Izal dan Reyhan main sendiri.
Jam 11.55 kami baru turun. Satu jam kemudian baru sampai di jalan aspal. Angkot yang mengantar kemarin sudah nongkrong di ujung jalan sesuai janjinya untuk menjemput kami lagi. Segera barang saya masuk-masukkan dan tidak lama kemudian angkot berangkat menuju Cibatok. Turun di pertigaan Cibatok, sebelum pindah angkot menuju rumah, kami masuk ke warung Padang dulu untuk mengamuk. Sarapan pagi jam tujuh hanya dengan mie instan, sedangkan sekarang sudah hampir jam dua, siapa yang nggak pengen ngamuk di warung kalau begitu?
Jam 14.30 sampai di rumah dengan selamat. Dinginnya udara gunung sudah kami tinggalkan. Goodbye Curug 1000. See u next time. Buat saya dan istri, ini bukan camping yang pertama. Tapi iya buat Izal & Reyhan. Katanya mereka menikmatinya. Izal malahan nggak pengen pulang saat membongkar tenda. Nggak heran, udara, suasana, dan panorama alam adalah candu yang bisa membius dan melenakan mereka yang menikmatinya. Sampai ketemu lagi di camping ground yang lain.
Saya sudah rencanakan jauh-jauh hari untuk camping ketika melihat ada tanggal merah di hari Sabtu yang Isal & Reyhan sekolahnya libur. Saya sendiri setiap Sabtu memang libur. Maknya anak-anak juga libur bila tanggal merah. Tapi Izal & Reyhan masuk sekolah di hari Sabtu, bahkan ketika tanggal merah (yang bukan libur hari besar Islam) sekalipun.
Sabtu pagi (31/3) di rumah sudah sibuk mempersiapkan apa yang akan dibawa camping nanti. Ternyata tidak sedikit barang bawaannya. Satu carrier, tiga backpack dan satu tas kecil berisi kamera dan benda berharga lainnya. Izal komentar, pergi ke rumah Emak (ibunya istri) aja tidak sebanyak ini bawaannya. Itupun ternyata ada barang yang ketinggalan. Saya baru sadar kalau kursi lipatnya tidak kebawa ketika sudah sampai di tujuan.
Jam 08.30 akhrinya kami berangkat. Izal, Reyhan dan emaknya naik ojeg ke jalan raya. Saya pilih jalan kaki dengan memanggul carrier yang lumayan ‘mantab’ beratnya, padahal isinya cuma dua sleeping bag, satu tenda, empat mie instan, dan beberapa barang remeh-temeh. Disamping nglemesin kaki (badannya jadi lemes juga ternyata, karena bawa barang berat) juga ngirit ongkos ojeg. Kemudian disambung angkot dua kali lagi untuk sampai ke tujuan.
Singkat cerita, kami sampai di camping ground. Sebelum mendirikan tenda, semua barang dititipkan ke warung dekat tempat kemah karena kami ingin melihat ‘Curug 1000’ dulu tanpa harus dibebani dengan tas-tas yang berat dan merepotkan di punggung. Hanya satu backpack berisi air minum, baju ganti anak-anak setelah mandi di air terjun nanti dan tripod, serta satu tas kecil berisi kamera yang dibawa.
Pulang dari air terjun sekalian mencari tempat mendirikan tenda yang nyaman. Akhirnya ketemu juga tempat berkemah yang jauh dari jalan tempat lalu lalang orang menuju atau pulang dari air terjun. Tempatnya tenang, tidak ada camper lain di tempat tersebut, hanya kami berempat. Ada dua tenda di dekat jalan menuju air terjun, tapi jauh dari tempat kami. Setelah diputuskan untuk berkemah di situ, baru saya sama Izal mengambil barang-barang yang kami titipkan di warung.
Saat sore hari sempat turun hujan, lebat dan banyak geledek. Kami berempat hanya tiduran di dalam tenda. Ranting dan dahan yang dikumpulkan untuk api unggun nanti malam sempat saya tutupi dengan ponco meskipun sebagian sudah terlanjur basah. Saya hanya berdoa mudah-mudahan hujannya hanya sore saja sehingga malamnya bisa bikin api unggun. Ternyata doa saya dikabulkan. Thanks God.
Paginya, kayu sisa api unggun semalam saya bakar lagi. Lumayan, mengurangi dinginnya udara pagi yang masih terasa. Mie instan dan telur yang dibawa kemudian dimasak untuk sarapan. Benar-benar menu makan pagi yang lezat meski hanya sepiring mie rebus dan secangkir teh manis hangat. Ini merupakan ransum terakhir yang bisa dinikmati. Setelah itu tidak ada apa-apa lagi yang bisa dimakan. Cuma ada beberapa potong biskuit yang sebentar lagi juga pasti habis.
Saya hanya bermalas-malasan, bercengkerama dengan anak dan istri. Santai, menikmati liburan bersama keluarga, sebelum memberesi barang-barang bawaan. Saya berdua dengan istri ngobrol ngalor-ngidul, sementara Izal dan Reyhan main sendiri.
Jam 11.55 kami baru turun. Satu jam kemudian baru sampai di jalan aspal. Angkot yang mengantar kemarin sudah nongkrong di ujung jalan sesuai janjinya untuk menjemput kami lagi. Segera barang saya masuk-masukkan dan tidak lama kemudian angkot berangkat menuju Cibatok. Turun di pertigaan Cibatok, sebelum pindah angkot menuju rumah, kami masuk ke warung Padang dulu untuk mengamuk. Sarapan pagi jam tujuh hanya dengan mie instan, sedangkan sekarang sudah hampir jam dua, siapa yang nggak pengen ngamuk di warung kalau begitu?
Jam 14.30 sampai di rumah dengan selamat. Dinginnya udara gunung sudah kami tinggalkan. Goodbye Curug 1000. See u next time. Buat saya dan istri, ini bukan camping yang pertama. Tapi iya buat Izal & Reyhan. Katanya mereka menikmatinya. Izal malahan nggak pengen pulang saat membongkar tenda. Nggak heran, udara, suasana, dan panorama alam adalah candu yang bisa membius dan melenakan mereka yang menikmatinya. Sampai ketemu lagi di camping ground yang lain.
It must be an unforgetable experience for the kids. It is worth to be tried. Salam (A-an nDemak)
ReplyDelete