Cara belajar siswa lanjutan dan mahasiswa berbeda. Dari segi usia juga mempengaruhi. Ditambah lagi sistem belajar mengajar di sekolah lanjutan masih banyak yang menggunakan cara komunikasi satu arah. Guru dianggap sebagai pihak yang mengetahui segalanya. Apa yang disampaikan oleh guru harus ditelan bulat-bulat oleh siswa tanpa diberi kesempatan untuk membandingkan, menganalisa kebenarannya. Sekolah yang menerapkan sistem satu arah ini jarang sekali ditemukan model belajar melalui diskusi maupun debat. Kalaupun ada, yang dianggap paling benar adalah apa yang dikatakan guru. Jadi yang keluar dari olah pikir siswa akan dianggap benar selama sesuai dengan kebenaran dari guru. Semboyan bhinneka tunggal ika tidak berlaku dalam hal ini.Sudah waktunya perguruan tinggi atau lembaga pendidikan yang memiliki kurikulum pendidikan tinggi melihat kembali para tenaga pengajarnya. Tenaga pendidik yang menganggap siswa harus mengekor cara berpikir guru harus di-upgrade. Jangan sampai dengan cara yang mereka terapkan membuat mahasiswa melempem, tidak punya keberanian menyampaikan pendapat, dan tidak responsif maupun proaktif.
Sarjana pendidikan berbeda dengan sarjana umum. Institut kependidikan yang dulu bernama IKIP semacam UNJ atau UPI Bandung sekarang ini berbeda dengan UGM atau ITB. Mereka memang dipersiapkan oleh kampusnya menjadi profesional ahli kependidikan di sekolah lanjutan, tapi bukan di perguruan tinggi. Sedangkan sarjana lulusan bukan institut kependidikan dipersiapkan untuk menjadi tenaga ahli di bidangnya. Itulah sebabnya, ketika mereka yang bukan sarjana pendidikan dituntut untuk menjadi pengajar, mereka lebih fleksibel. Dalam praktek, mereka lebih siap dan tidak kaku dalam melakukan proses belajar mengajar di perguruan tinggi atau sekolah yang menerapkan kurikulum perguruan tinggi.
Anda yang sarjana pendidikan boleh protes. Tetapi faktanya memang seperti itu. Sarjana pendidikan lebih sesuai kalau mengajar di SMP/SMA. Mereka tidak sesuai untuk atmosfir belajar di pendidikan tinggi atau lembaga pendidikan berkurikulum pendidikan tinggi, kecuali yang tidak bermental guru SMP/SMA. Silahkan protes bila tidak setuju. Saya sangat menghargai perbedaan pendapat anda tersebut.
Anak saya menganggap saya orang jadul, alias jaman dulu. Mahasiswa saya berpikiran sama seperti anak saya. Teman sekerja yang usianya lebih muda, barangkali juga mentreat saya sebagai produk jadul. Anak tetangga temen main Izal dan Reyhan, anak saya, juga melihat saya dan mengatakan saya ABG, angkatan babe gue. Saya sendiri merasa sudah tidak seperti waktu SMA atau saat kuliah. (Hla hiya lah! Sudah jelas itu! - yang ini ngomong sendiri, sambil menatap guratan yang mulai muncul di muka yang terlihat dalam cermin).
Beranikah anda mendatangi kampung setan? Atau pertanyaannya dirubah, maukah anda ke puncak gunung yang ada kampung setannya? Bagi yang pemberani dan rasa ingin tahunya tinggi, pertanyaan itu bisa menjadi obat perangsang. Merangsang andrenalinnya untuk menghadapi tantangan tersebut. Sebaliknya bagi si penakut, lebih memilih untuk tidak menikmati indahnya puncak gunung kalau syaratnya harus masuk ke kampungnya para setan.
Ada juga kabar bahwa makam tersebut sebenarnya hanya bikinan seseorang. Tidak ada jasad siapapun didalamnya. Makam itu dibuat semata-mata hanya untuk memberi kesan mistis. Angker. Dengan tujuan agar tidak banyak para pendaki yang datang. Dan ternyata berhasil bila melihat jumlah pendaki per tahunnya. Kalau melihat bukti, catatan, atau dokumen sejarahnya yang kurang valid dan hanya didasarkan cerita dari mulut ke mulut, bisa jadi kabar tentang kebohongan itu benar. Siapa yang berani menjamin keotentikannya bila cuma didukung oleh pernyataan lisan yang sulit sekali ditelusuri asal-usulnya.
Terlepas dari benar tidaknya cerita tersebut, gunung Salak memiliki pemandangan yang luar biasa indah. Hutannya yang masih lebih perawan bila dibandingkan gunung Gede-Pangrango menjadi imbalan tak ternilai yang dapat diperoleh pendaki. Kita akan bisa menikmati sinar matahari pagi yang berpendar cemerlang menembus lebatnya rimbunan dedaunan. Dalam perjalanan menuju puncak dari arah Wana Wisata Cangkuang, kawah Ratu terlihat jelas. Sepanjang jalan kita akan menemui berbagai spesies tanaman, diantaranya kantung semar dan anggrek hutan jenis dendrobium. Kalau beruntung, kita bisa ketemu dengan elang jawa (Spizaetus bartelsi) yang dengan gagahnya melayang-layang di udara. Banyak hal menarik yang dapat kita jumpai di punggungan maupun puncaknya gunung Salak. Dan ini lebih menakjubkan dibandingkan isu kampung setan yang muncul karena keberadaan makam di puncak gunung dan lerengnya.