
Masing-masing anggota tim mulai mempersiapkan perbekalan untuk individu maupun kelompok. Dalam waktu dua minggu, dua kali seluruh anggota tim bertemu untuk memastikan segala persiapan. Dan hari sebelum pemberangkatan, anggota tim ngumpul untuk yang terakhir kalinya. Segalanya okay. Kami siap berangkat.

Rame-rame kami jalan menuju depan Naga Swalayan. Dari depan toko tersebut kami ngeteng naik angkot 02 jurusan Bubulak-Sukasari. Tarif masih normal. Dua ribu rupiah. Sampai di Sukasari jam 8. Kemudian nyambung angkot jurusan Cicurug. Tadinya dari Sukasari mau ngeteng juga sampai Cicurug terus nyambung lagi naik angkot ke Cidahu. Tapi rupanya angkot Cicurugnya mau dicharter sampai di Cidahu dengan harga Rp. 70.000 setelah saya tawar dari Rp. 100.000. Dengan demikian masing-masing anggota saweran 7 ribuan.
Perjalanan dengan angkot charteran cukup menyenangkan. Kami bercanda, saling ngecengin. Banyak yang jadi korban. Termasuk saya. Tak terasa kami sudah hampir sampai di Wana Wisata Cangkuang di Cidahu. Tapi sebelum sampai di tempat tersebut angkot kami sudah dicegat petugas retribusi dan disuruh bayar 10 ribu untuk sepuluh orang. Baru kami boleh jalan lagi. Perjalanan selama dua jam rasanya cuma sebentar. Jam 10 kami sudah sampai di Wana Wisata Cangkuang, pintu masuk menuju gunung Salak. Wilayah yang masuk kabupaten Sukabumi. Dua orang turun dari angkot menanyakan tiket masuk. Ternyata sudah jadi 4 ribu per hari per orang. Padahal perkiraan kami masih Rp. 2.500. Cepet amat naiknya. Dengan demikian, karena kami bersepuluh, berarti harus membayar Rp. 120.000. Saya suruh mereka untuk negosiasi. Menawar harga yang menurut kami terlalu mahal tersebut. Bisa dimaklumi kalau untuk pemeliharaan diperlukan biaya. Tapi kadang timbul pertanyaan, kenapa harus bayar dan kalaupun bayar kok mahal amat, untuk bisa menikmati keindahan alam negerinya sendiri. Ternyata tim negosiasi berhasil. Kami cukup membayar 100 ribu. Berhasil, tapi jadi muncul pertanyaan lagi. Terus, uang itu benar-benar masuk ke kas pemerintah (daerah) atau masuk kantong pribadi? Nggak taulah. Tim pendaki tidak punya kepentingan dengan urusan itu. Yang penting masing-masing dari kami hanya mengeluarkan 10 ribu untuk mendaki dan ngecamp dua malam. Setelah beres urusan pembayaran, angkot kami suruh melanjutkan perjalanan. Rupanya terjadi salah pengertian. Sopir angkot mengira, dia cukup mengantar sampai di pintu masuk tersebut. Sedangkan yang kami inginkan, dia ngantar sampai di camping ground blok III. Lokasi ini berada sebelum Javana Spa. Sopir angkotnya kemudian mau menuruti kami. Dan, memang rupanya kami harus jalan. Angkotnya tidak kuat nanjak lagi setelah berjalan beberapa saat. Okelah. Daripada celaka, kami semua turun dan membayar biaya charteran sesuai kesepakatan. Terima kasih pak sopir.
Kami rame-rame jalan menuju Area Camping Blok III dan sampai di tempat tersebut jam 10.18. Masih belum terlalu siang untuk mulai pendakian. Dari tempat itulah pendakian yang sebenarnya dimulai. Kami berjalan memasuki hutan. Sudah berkali-kali saya melewati jalan tersebut, setelah dari Kawah Ratu. Tapi baru pertama kalinya saya mulai perjalanan dari jalan hutan itu. Biasanya, perjalanan saya mulai dari Bogor, yaitu dari Pasir Reungit atau Curug Seribu. Berkali-kali, tapi tidak membosankan. Selalu baru setiap kali melewatinya. Tidak pernah ada kata bosan. Tim kami terus mendaki sambil diselingi istirahat di sepanjang jalan untuk sekedar minum atau mengumpulkan tenaga. Istirahat agak lama saat mau sholat dzuhur dan makan siang di hutan yang pohonnya tinggi-tinggi. Ada sungai dan area untuk mendirikan tenda di dekat tempat tersebut. Kami sampai di tempat itu jam 12.23.
Saya manfaatkan waktu istirahat untuk menikmati keindahan hutan yang ada disekeliling. Sayangnya beberapa lebah hutan, kadang-kadang satu, dua, bahkan tiga, mengganggu konsentrasi saya. Mereka berkeliling dan mendengung-dengung di dekat telinga maupun muka. Dan herannya, lebah-lebah itu hanya mengerubuti saya, tidak yang lain. Apa karena saya manis ya?! (Walah, ji-ar habis!) Dikiranya saya madu kali. Atau malahan disangka lebah jantan. Kalau yang satu ini sih ada benarnya. Kan saya punya sengat juga. Bahkan bukan hanya di tempat tersebut saya diikuti lebah, di beberapa tempat sesudahnya juga saya mengalami hal yang sama. Heran. Ternyata penggemar saya bukan hanya manusia, sampai lebahpun doyan. Ih!! Pede bangget (huruf g nya ada dua karena saking pedenya).
Setelah memberi salam, tandatangan dan goodbye kisses (kalau pengen jontor bibirnya) kepada para fan berat, juga sholat dan makan siang tentunya, saya dan tim meneruskan perjalanan. Perjalanan dimulai lagi jam 13.20. Istirahat selama 57 menit sudah cukup buat kami. Dua puluh tujuh menit kemudian, kami sampai di pertigaan. Jalan ke kiri menuju Kawah Ratu, sebelah kanan ke arah Puncak Salak I. Kami istirahat sebentar di situ. Sekarang, di pertigaan tersebut ada warung. Mungkin keberadaan warung tersebut dapat membantu para pendaki. Tapi buat saya, ibarat duri dalam daging. Keindahan alam hutan dan gunung jadi berkurang keindahannya dengan adanya warung tersebut. Saya tahu warung itu pada perjalanan sebelumnya saat memandu 8 turis dari Cina. Jadi saat ini, untuk kedua kalinya saya melihat warung yang menyebalkan itu. Dekat warung di pinggir jalan menuju puncak ada papan merah bertuliskan putih “Taman Nasional Gunung Halimun-Salak, Koala – Insekta”. Saya sempatkan ngobrol-ngobrol sebentar dengan pemilik warung dan juga membeli sebotol aqua yang harganya dua kali lipat. Informasi dari pemilik warung yang juga katanya dari para pendaki yang pernah ngobrol dengan dia, perjalanan ke arah Puncak Salak I bisa ditempuh dalam waktu normal 3 jam, dan agak leluasa bila menyediakan waktu 5 jam. Apa memang benar begitu, kita lihat saja nanti. Yang pasti, tidak ada sungai atau mata air di sepanjang jalan sampai di puncak. Sumber air yang bisa diperoleh hanyalah dari sungai kecil yang ada di dekat warung tersebut. Ambillah sebanyak-banyaknya sebelum melanjutkan perjalanan.
Kami menolak dengan halus saat pemilik warung menyarankan untuk mendirikan tenda di dekat warungnya. Bukan apa-apa, saya hanya nggak sreg aja. Saya lebih suka ngecamp di perjalanan daripada menuruti saran orang yang punya vested interest. Seolah-olah memberi saran baik dengan sedikit menakut-nakuti sehingga apabila kami menginap ada kemungkinan akan jajan di warung tersebut. Itu yang diinginkannya tentu saja. Sorry ye!

Hari masih cukup terang untuk membongkar dan memasang tenda. Yang laki-laki bekerja sama mendirikan tenda, perempuannya menyiapkan makan malam. Beras yang dibawa diambil sebagian untuk dimasak. Buncis dan wortel dibuat oseng-oseng. Dua kaleng sardine dibuka dan dipanaskan dengan parafin di pantatnya. Air yang ada dimanfaatkan sehemat mungkin. Hanya untuk keperluan makan dan sedikit minum. Untuk sementara, tidak ada acara mandi atau gosok gigi. Wudhupun terpaksa tayamum. Perjalanan masih panjang. Puncak masih jauh di depan mata. Harapan kami adalah penampungan air hujan yang ada di puncak terisi air.
Malam menjelang. Kayu kering yang dikumpulkan saat terang mulai dibakar. Kami mengelilingi api unggun untuk menghangatkan badan sambil menikmati menu malam istimewa. Nasi + oseng-oseng buncis & wortel + sardine. Seperti biasa, ceng-cengan dimulai. Satu persatu dijadikan bahan ledekan. Tidak ada yang marah, paling jadi merah (mukanya). Untungnya ada api yang menyamarkannya. Keakraban terjalin diantara anggota tim. Gembira dengan suasana yang ada. Lupa akan perjalanan yang harus kami lalui besuk dan menipisnya persediaan air. Saya sarankan kepada anggota lain jangan begadang agar esok hari tetap fit dan bertenaga. Udara malam tidak begitu dingin. Itu menurut saya. Meskipun beberapa anggota tim kedinginan. Saya sendiri sempat keluar dari tenda karena sumpek dan gerah.
Jam lima saya sudah bangun dan keluar tenda. Hari ini hari kedua, Minggu, 6 Agustus 2006. Saya teriak-teriak agar mereka yang masih tidur supaya bangun. Setelah sholat subuh, kami mempersiapkan sarapan sebelum membongkar tenda. Menu hari ini untuk sarapan adalah roti tawar plus baluben (mentega) plus mesis digontor dengan secangkir teh manis anget. Hmm... nikmat. Setelah semua beres, seluruh barang telah dikemas, kami mulai melanjutkan perjalanan menuju puncak. Jam menunjukkan pukul 07.25.




Jam 12.50 kami sampai di persimpangan jalan. Ke arah kiri menuju puncak, ke kanan menuju desa Girijaya. Puncak sudah tidak jauh dari situ. Semangat kami menggebu-gebu. Langkah kaki dipercepat. Sudah tidak sabar rasanya menjejakkan kaki di ketinggian yang selama ini hanya bisa saya nikmati setiap kali jalan di Pankid atau saat berada di terminal angkot Bubulak. Perkiraan yang katanya hanya membutuhkan waktu 10 menit, kami tempuh lebih lama lima menit.



Kami memilih jalur menuju desa Girijaya untuk turun. Perkiraan kami jaraknya lebih pendek dibandingkan jalur yang kami lewati saat mendaki. Dan ternyata memang benar. Namun ada tetapinya. Saya sangat tidak merekomendasikan untuk mengambil jalur ini saat naik, terutama pendaki pemula. Kecuali anda mencari tantangan atau menggemari medan yang ekstrim. Jalur yang kami lalui menurun terus (berarti tanjakan terus bagi yang mendaki). Tidak ada air. Tidak ada tempat datar dan terbuka untuk mendirikan tenda. Mau nggak mau kami harus jalan terus. Dengkul yang sudah leklok dan tangan yang kences terpaksa diabaikan. Akhirnya, jam 16.28, kami sampai di komplek makam Pangeran Santri. Untungnya di tempat tersebut ada bak penampungan air. Saya suruh seluruh tempat air dipenuhi. Karena kuncennya tidak ada maka kami mengambil tanpa ijin. Kami ketemu 2 orang kuncen tersebut di perjalanan saat kami turun. Mereka hendak kembali ke makam setelah turun gunung. Sebagai pengganti air yang diambil dan juga untuk mengurangi rasa bersalah karena mengambil tanpa ijin, saya suruh salah satu anggota tim memasukkan uang ke kotak infaq yang ada di depan rumah tinggal juru kunci makam.
Saya sempatkan gosok gigi. Sholat asar dan repacking. Anggota yang lain juga melakukan yang sama. Sebenarnya ada area datar yang bisa dipakai buat ngecamp. Tapi rasanya kurang asik berkemah bersebelahan dengan kuburan. Tidak mungkin kami berteriak, bercanda rame-rame, yang sudah pasti akan kami lakukan. Apalagi sebelum masuk komplek makam ada tulisan peringatan. Oleh karena itu, diputuskan, kami jalan terus. Setelah semua beres, kami melanjutkan perjalanan. Terus terang saja, saya kagum dengan orang-orang yang loyal untuk datang berziarah di tempat yang begitu tingginya. Jauh di punggung gunung dan di tengah hutan.

Perjalanan terus dilanjutkan di kegelapan malam di tengah hutan. Kadang-kadang bulan yang tidak bulat sempurna keluar dari awan membantu menerangi perjalanan kami. Kami tidak banyak omong, juga harus jalan pelan-pelan. Rasanya tidak ada habis-habisnya jalan yang dilalui. Gelapnya malam menghalangi kami menikmati pemandangan yang ada di sekeliling. Kadang terdengar suara motor, musik dangdut, orang adzan, atau puji-pujian yang datang dari desa di bawah gunung. Danang dengan serius mengatakan bahwa suara-suara itu datangnya dari pasar setan. Saya percaya, selain manusia ada mahluk Allah jenis lain. Dalam kasus ini, saya lebih percaya bahwa suara itu datangnya dari perkampungan yang ada di lereng gunung. Mungkin desa Girijaya, atau desa yang lain yang ada di bawah. Asumsi semacam itu sebenarnya tidak sehat untuk sebuah teamwork. Kalaupun misalnya punya keyakinan bahwa hal itu benar, akan lebih baik kalau disimpan untuk diri sendiri. Sehingga, tidak akan berpengaruh buat anggota tim yang lain. Akibat yang dapat ditimbulkan dengan keyakinan itu adalah akan membuat takut dan khawatir sehingga mengurangi kewaspadaan. Kondisi jalan yang berdampingan dengan jurang dan gelapnya malam bisa menjadi ancaman bagi kami yang kurang waspada.
Setelah jalan lebih dari lima jam, kami akhirnya keluar dari rerimbunan pohon hutan. Kami disambut oleh padang belukar terbuka yang ketinggiannya di atas kepala kami. Langit malam terhampar di atas dihiasi bintang-bintang. Lampu-lampu rumah tersebar di bawah kaki ibarat kunang-kunang berkelipan. Lekloknya kaki dan perut yang miskol menuntut untuk diisi memaksa kami menghentikan perjalanan begitu ketemu dengan lahan yang terbuka. Kami menyerah malam itu. Sehingga kami harus berhenti dan mendirikan tenda. Bahkan kami tidak bisa berpikir untuk mengirim tim sweeping mencari lokasi yang lebih baik beberapa meter yang ada di depan, sebagaimana yang kami lakukan pada hari pertama. Akibatnya, kami jadi menyesal. Ternyata, paginya kami baru tahu, 10 menit perjalanan di depan kami ada lahan luas yang terbuka lebar dan ada pancuran di dekatnya. Dan ada juga saung yang difungsikan sebagai musholla di tempat tersebut. Oh, seandainya....... Akhirnya kami pasang tenda jam 22.20. Sebagai penggajal perut sebelum makan malam, indomie. Menu makan malamnya, nasi + ........ indomie dan telur.
Malam di tengah padang belukar kami lewati tanpa terasa. Kelelahan yang luar biasa membius kami semua. Permukaan tanah yang tidak rata dan miring tidak menghalangi kami untuk tidur pulas. Pagi harinya, kami baru bisa menikmati pemandangan indah di sekitar tenda. Cidahu, tempat mengawali perjalanan bisa terlihat dari lokasi kami berdiri.

Setelah semua peralatan dan perlengkapan diberesi, kami meninggalkan lokasi kemah jam 10.53. Kami sempatkan mampir ke tempat air untuk makan siang (indomie lagi) dan sholat dzuhur sebelum melanjutkan perjalanan pulang. Teguh dan Rahmat membuat minuman jahe, susu plus gula merah. Gila cing! Enak bangget (huruf g nya juga dua – saking enaknya). Saya gosok gigi lagi dan keramas. Meskipun tidak mandi.




Akhirnya kami diturunkan di Cigombong di pinggir jalan raya menuju Bogor jam 15.50. Sebagai tanda terima kasih, kami kasih uang rokok buat pak sopir 20 ribu walaupun tidak minta. Mudah-mudahan saja tidak buat beli rokok meskipun istilahnya uang rokok. Dari tempat itu kemudian nyarter angkot Cicurug ke Pankid. Kami sepakat membayar 50 ribu untuk diantar sampai depan kampus BEC di Pankid. Sampai di BEC jam 17.00 pas. Dengan demikian berakhirlah ekspedisi Puncak Salak I yang amat sangat sangat sangat ruaaaaaaaaarrrrrrrrrrrrrrr biasa. Sebuah perjalanan yang bukan hanya membuat kami makin akrab tapi juga menjadi pengalaman yang mendebarkan dan membanggakan. Buat saya pribadi, ada kesan yang mendalam yang akan selalu menjadi kenangan sepanjang kehidupan saya.
Titi, Imeh, Fitri, Ardhi, Danang, Teguh, Rahmat, Mis, dan Deri, terima kasih telah mau menjadi teman seperjuangan saya dalam menaklukkan puncak tertinggi dari gunung Salak.
pak, kpn2 naik lagi bareng anak2, jgn ke salak lagi pak, kita tklukin gunung2 yg lain seperti himalaya, everest, n gunung2 yg indah di jawa
ReplyDeletepak, kalo mu naik lagi ajak2 ya....
ReplyDelete