Tuesday, August 26, 2008

Medan Priyayi

Ini cerita tentang seorang besar beserta keluarganya yang ada di Bogor. Dia disebut-sebut dalam buku ketiga dari tetraloginya Pramoedya Ananta Toer, Jejak Langkah. Anda tahu siapa dia?

Yang saya tahu selama ini, teman saya yang bekerja di Universitas Pakuan Bogor ini sepupunya penyanyi Dewi Yull. Ibunya adalah tante dari Dewi Yull. Dan bagi saya, bila teman saya itu ternyata memiliki sepupu penyanyi yang sangat terkenal di Indonesia, bukan sesuatu yang luar biasa. Walaupun nyatanya ada pengaruh juga terhadap pandangan saya mengenai Dewi Yull. Saya yang dulunya tidak begitu tertarik dengan penyanyi yang suka duet dengan Broery Pesolima ini menjadi berubah. Meskipun kemudian tidak langsung menjadi suka, setidaknya saya menganggap lagu-lagunya atau orangnya sama seperti penyanyi lainnya. Seneng banget sih nggak, benci juga tidak. Saya sekarang merasa tidak asing lagi dengan Dewi Yull dan lagu-lagunya karena tahu dia itu sepupunya teman saya. Namun terus terang saja, sampai sekarang pun saya belum pernah ketemu langsung dengan Dewi Yull. Paling tahunya dari media. Kalau ditanya apakah Dewi Yull kenal saya, sudah pasti, ya enggak lah yao.

Belum lama berselang, tepatnya 22 Agustus kemarin sekitar jam 21.30-an WIB, ada sms masuk dari sahabat teman saya itu. Sms itu menginformasikan bahwa bapak dari teman saya yang sepupunya penyanyi itu meninggal dunia. Innalillahi wa inna illaihi roojiun. Meskipun sudah malam, saya dan istri kemudian memutuskan untuk berangkat ke rumah duka. Setelah berpesan kepada anak saya yang besar untuk menjaga adiknya, saya membonceng mantan pacar menembus angin malam Bogor. Dingin memang, tapi ada penghangat di belakang saya.

Di rumah duka sudah banyak orang. Sebagian bergerombol di pinggir jalan, yang lain beres-beres rumah dan menyiapkan rangkaian kembang serta kelengkapan lainnya untuk jenasah. Kami semua menunggu kedatangan jenasah yang meninggal di Sukabumi. RM Dicky Permadi bin RM Priatman meninggal karena pembengkakan jantung.

Saya duduk di sebelah dipan yang dipersiapkan untuk menaruh jenasah. Sambil menunggu saya melihat-lihat perabot yang ada di sekeliling saya. Rumah tinggal almarhum merupakah rumah mewah lama. Pintu dan kusennya besar-besar yang kesemuanya dibuat dari kayu jati. Begitu juga perabotnya. Meja, kursi, almari, bufet, semua dari kayu jati asli. Bila melihat penampilannya, bisa jadi semua itu dibuat dari kayu jati yang sudah ratusan tahun umurnya yang didatangkan dari Blora.

Rumah pak Dicky ini luar biasa besar dan ada banyak kamar di dalamnya. Sampai-sampai pernah ada kejadian menyeramkan tetapi juga lucu sebagaimana pernah diceritakan teman saya yang sepupunya Dewi Yull itu. Tanpa disadari para penghuni rumah, ada seorang maling berada di salah satu kamar. Saat malam hari teman saya itu keluar kamar dan kebetulan maling itu juga keluar dari kamarnya. Mereka ketemu. Keduanya sama-sama kaget. Mereka saling bertanya. “Bapak siapa?” kata teman saya. “Kamu siapa?” maling itu juga bertanya. Teman saya ketakutan, dan malingnya saya rasa lebih takut karena tidak menyangka pemilik rumah memergokinya. Apa yang terjadi selanjutnya teman saya tidak cerita. Pastilah maling itu lari terbirit-birit ketakutan sambil terkencing-kencing. Teman saya juga mungkin lari ketakutan. Apakah dia juga terkencing-kencing, saya kurang tahu.

Pekarangan rumah itu juga luas. Di bagian depan di tumbuhi pohon-pohon cengkeh besar dan menjulang. Di samping rumah ada pohon matoa. Selain itu ada juga pohon salam tua yang selalu dipangkas secara berkala untuk diambil daun-daunnya oleh pedagang bumbu dapur. Pemilik pohon tidak perlu mengeluarkan biaya pemangkasan, dan tukang pangkas yang penjual bumbu dapur itu tidak perlu membayar daun-daun salam yang diambil. Dedaunan itu sebagai upah untuk tenaganya. Barter istilahnya. Di belakang rumah terdapat beberapa pohon alpukat yang barangkali sudah berumur ratusan tahun yang selalu berbuah lebat saat musim buah tiba. Saya beberapa kali pernah merasakan alpukat kiriman teman saya yang cantik dan baik hati itu.

Jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam tetapi jenasah belum datang. Katanya rombongan jenasah sudah sampai di Ciawi. Mungkin kejebak macet. Mata saya masih jelalatan memandangi perabot dan pernak-pernik yang ada di sekeliling saya. Saya tertarik untuk mengamati dengan seksama ketika mata saya melihat sebuah pigura besar tergantung di dinding dengan gambar seorang laki-laki mengenakan blankon di kepala tetapi bajunya model eropa. Pakaian khas seorang priyayi tempo dulu. Di atas orang tersebut terdapat tulisan besar MEDAN PRIJAJI.

Anda tahu Medan Prijaji yang bila dieja sekarang menjadi Medan Priyayi? Medan Prijaji merupakan koran pertama Indonesia yang terbit pertama kali di Bandung Januari 1907. Surat kabar ini didirikan oleh RM Tirto Adhi Soerjo. Medan Prijaji berbahasa Melayu. Koran ini dikelola sebuah badan hukum bernama N.V. Javaansche Boekhandel en Drukkerij en handel in schrijfbehoeften “Medan Prijaji.” NV ini didirikan oleh RM Tirto Adhi Soerjo bersama HM Arsad dan Oesman pada Januari 1904 dengan alamat di Gedung Kebudayaan (sekarang Gedung Yayasan Pusat Kebudayaan/YPK), Djalan Naripan Bandung.

Moto di edisi pertama yang tertulis di bawah nama Medan Prijaji adalah "Ja'ni swara bagai sekalijan Radja2. Bangsawan Asali dan fikiran dan saoedagar2 Anaknegri. Lid2 Gemeente dan Gewestelijke Raden dan saoedagar bangsa jang terperentah lainnja jang dipersamakan dengan Anaknegri di seloereoeh Hindia Olanda".

Delapan asas yang diturunkan RM Tirto Adhi Soerjo di halaman muka edisi perdana, antara lain memberi informasi, menjadi penyuluh keadilan, memberikan bantuan hukum, tempat orang tersia-sia mengadukan halnya, mencari pekerjaan, menggerakkan bangsanya untuk berorganisasi dan mengorganisasikan diri, membangunkan dan memajukan bangsanya, serta memperkuat bangsanya dengan usaha perdagangan.

Menurut buku Sejarah Pers Sebangsa, nama-nama para pengelola Medan Prijaji adalah sebagai berikut. Sebagai pemimpin redaksi (hoofdredacteur) adalah RM Tirto Adhi Soerjo, dengan redaktur A.W. Madhie, Raden Tjokromidjojo, Raden Soebroto (ketiganya dari Bandung), R.M. Prodjodisoerjo dan R. Kartadjoemena di Bogor, dan P.t (Paduka tuan) J.J. Meyer, pensiunan Asisten Residen di Gravenhage, sebagai redaktur di Belanda. Juga disebut adanya beberapa jurnalis bangsa Tiong Hoa dan pribumi antara lain Begelener, Hadji Moekti dan lain-lain.

Sayangnya Medan Prijaji tidak bertahan lama. Nomor terakhir terbit 3 Januari 1912 tahun VI. Pada 23 Agustus 1912 Medan Prijaji pun ditutup. Dua bulan setelah tutup, Jaksa Agung Hindia Belanda A Browner menjatuhkan vonis bahwa Tirto bersalah telah menulis penghinaan kepada Bupati Rembang. RM Tirto Adi Soerjo disingkirkan dari Pulau Jawa dan dibuang ke Pulau Bacan, dekat Halmahera (Provinsi Maluku Utara).

Pada malam itu, baru saya tahu bahwa pak Dicky almarhum ternyata cucu dari RM Tirto Adhi Soerjo. Bapaknya pak Dicky, RM Priatman, adalah anak dari pendiri Medan Prijaji. Saya tahu tentang kisah perjuangan dan kehidupan RM Tirto Adhi Soerjo dan proses pendirian Medan Prijaji dari tulisan Pramoedya Ananta Toer dalam buku Jejak Langkah, buku ke-3 dalam Tetralogi Buru. Siapa sangka ternyata malam itu saya sedang berada di rumah tokoh tersebut dan sedang menunggu jenasah cucunya.

Jam 23.30 wib terdengar suara sirine. Sebuah ambulan memasuki halaman rumah. Jenasah RM Dicky Permadi akhirnya tiba. Orang-orang berdiri menyambut. Saya sebenarnya ingin ikut membantu mengangkat jenasah dari mobil ke dalam rumah, tapi saya ragu-ragu. Entah kenapa. Mungkin karena melihat sudah banyak orang yang mengerumuni kereta dorong yang berisi jenasah. Tanpa sayapun, sudah pasti jenasah akan sudah diusung banyak orang.

Jenasah pak Dicky sudah disemayamkan di atas dipan yang sudah dipersiapkan. Saya segera mengambil salah satu dari kitab-kitab yang sudah disediakan untuk membaca Surat Yasin. Jam setengah satu saya pamitan pulang. Saya lihat orang-orang sebagian juga berpamitan pulang dan ada juga yang baru datang. Tidak heran bila banyak pelayat yang datang. Almarhum RM Dicky Permadi bukan orang sembarangan. Dia cucu dari tokoh nasional pendiri koran nasional pertama Medan Prijaji. Koran yang menjadi pelopor dari genre jurnalisme, yang puluhan tahun kemudian dikenal dengan sebutan jurnalisme advokasi. Koran yang kegiatannya tak berhenti dengan sekedar memberitakan sebuah peristiwa atau kebijakan yang merugikan publik, namun terjun langsung menangani kasus-kasus yang menimpa si korban.

Selamat jalan pak Dicky. Meskipun malam itu merupakan pertemuan kita yang pertama dan sayangnya sekaligus terakhir, saya merasa sudah sangat kenal dengan anda. Dan saya merasa bangga menjadi teman putri anda yang cantik dan baik hati. Seorang teman yang ternyata anak dari cucu RM Tirto Adhi Soerjo yang nama dan kisah hidupnya dibukukan oleh seorang begawan sastra Indonesia kaliber dunia, Pramoedya Ananta Toer, yang sangat saya kagumi.

Tulisan ini saya buat untuk teman baik saya, Shita. Shita, kamu harus tahu, saya sekarang menjadi luar biasa bangganya setelah tahu bahwa dirimu ternyata buyut dari pendiri Medan Prijaji.

Thursday, August 14, 2008

Nepotisme

Saya berkuasa, keluarga saya ikut senang. Itu yang ada dalam kepala pelaku nepotisme sejati. Jangan heran bila ada orang-orang yang begitu semangatnya memanfaatkan posisinya untuk menarik segala keuntungan bagi dia dan keluarganya ketika dia memiliki kekuasaan. Kalau tidak begitu, dia berarti bukan nepotis tulen.

Saya hanya heran dan prihatin saja ketika menyaksikan orang-orang yang melakukan nepotisme. Mau mencegah, dia yang punya kuasa. Ingin menghentikan, dia yang memutuskan. Jadinya, hanya bisa melihat dan prihatin. Paling banter hanya mengungkapkan ketidaksetujuan saya itu secara lisan, dan dalam tulisan seperti ini.

Anda tahu kan yang saya maksudkan dengan nepotisme? Bukan ngremehin kemampuan anda jika saya bertanya seperti itu. Saya sempat heran juga ketika ngobrol dengan orang, dewasa tentu saja, bukan anak-anak, dia bingung saat saya menyebut nepotisme. Ternyata dia nggak ngerti apa itu nepotisme. Terpaksa deh saya harus jelaskan dulu, daripada gak nyambung. Ya toh?

Sebelum saya lanjutkan lebih jauh, dan sekali lagi bukan ngecilin kepintaran anda, saya akan jelaskan sedikit dengan memberikan contoh nyata praktek nepotisme biar anda connect dan on (emang listrik kali ya). Bila anda sudah paham, benar-benar paham, anda lewatkan saja bagian ini. Namun saya sarankan dibaca saja sekalian mereview dan siapa tahu yang saya tulis ini ternyata salah sehingga anda bisa membetulkan kesalahan saya itu. Jadinya kan malah mendapat pahala. Okay?

Nepotis itu sebutan untuk penganut paham nepotisme. Itu orangnya. Nah, sedangkan yang disebut dengan praktek nepotisme itu seperti ini contohnya. Jika anda kepala HRD sebuah perusahaan, anda memasukkan sanak saudara anda tanpa peduli bahwa kemampuan mereka tidak memadai. Bila anda pemimpin proyek, saudara-saudara anda yang menyuplai kebutuhan-kebutuhan proyek tersebut meskipun, misalnya, mutu barang yang disuplai tidak sesuai standar. Seandainya anda memiliki jabatan di sekolah, taman kanak-kanak misalnya, yang anda lakukan kemudian memanfaatkan jabatan anda untuk memasukkan anak anda sendiri, keponakan, anaknya adik, keponakannya kakak, dan yang lain-lain, pokoknya yang masih punya hubungan saudara lah intinya. That’s it.

Ngertikah anda sekarang? Harus. Pokoknya bila anda ketemu dengan orang yang cenderung memilih, mengutamakan, atau menguntungkan kerabat atau sanak saudara sendiri, contohnya seperti lurah yang mbagi uang BTL dan raskin ke saudara-saudaranya sendiri padahal mereka tergolong cukup, itulah nepotisme. Saya yakin, anda sekarang sudah nyambung bila saya nyebut-nyebut nepotisme.

Memang ada yang mengatakan nggak ada masalah melakukan nepotisme asal tidak merugikan. Contoh sederhananya seperti ini. Boleh-boleh saja menarik adiknya masuk kerja di tempat dia bekerja, toh adiknya itu memiliki kemampuan dan ketrampilan yang sesuai standar. Saya setuju saja dengan anda bila anda juga berpendapat seperti itu. Tetapi, kok saya lebih merasa nyaman bila tidak melakukan praktek nepotisme tersebut meskipun hal itu tidak merugikan. Apalagi bila perusahaan itu bukan milik pribadi atau keluarga sendiri. Saya lebih memilih untuk merekrut orang lain walaupun, misalnya, adik saya itu sebenarnya sangat qualified.

Meskipun tidak merugikan perusahaan, mungkin saja ada pihak lain yang merasa dirugikan. Dengan nepotisme itu, berarti kan peluang orang lain yang tentu saja bukan sanak bukan kerabat otomatis akan tertutup? Anda tentu saja boleh tidak setuju dengan saya. Bahkan bila anda kemudian mengatakan saya ini orang bodoh karena tidak mau memanfaatkan jabatan untuk membantu saudara sendiri, saya tidak akan marah. Namun, jangan memvonis dulu. Sudah pasti saya akan membantu saudara, tetapi tidak dengan nepotisme. Orang lain saja, bila memungkinkan akan saya bantu, apalagi saudara sendiri. Jadi, yang anda katakan bahwa saya tidak mau membantu saudara sendiri itu, salah. Bukan begitu caranya.

Bila anda kemudian berpikir saya ini sok, itu juga saya maklumi. Penolakan saya terhadap nepotisme barangkali buat anda, terutama anda yang nepotis, terlihat sok suci. Tidak saya pungkiri, bisa saja saya juga pernah melakukan nepotisme. Masalahnya, kapan itu saya lakukan. Rasanya saya harus mengingat-ingat dulu kapan hal itu terjadi. Anda mau nunggu? Mungkin kelamaan bila anda harus cengok menunggu saya berusaha mati-matian mengingat nepotisme apa yang dulu pernah saya lakukan. Anda barangkali belum tahu bahwa saya ini orangnya pelupa. Jadi bisa akan lama sekali. Daripada begitu mending begini saja deh, oke saya mengaku pernah melakukan nepotisme juga meskipun saya tidak ingat. Namun perlu anda ketahui saya selalu berusaha sebisa mungkin untuk tidak melakukan praktek nepotisme. Anda boleh percaya, boleh juga malah tertawa.

Anda sendiri, apakah anda juga ada di barisan yang sama dengan barisan saya? Kira-kira selain korupsi dan kolusi, apalagi yang membuat negara kita ini menjadi memble? Ya sudah pasti nepotisme. Itulah tiga sekawan yang benar-benar menghancurkan. Daya perusaknya benar-benar luar biasa. Tiga serangkai itu, biasa disingkat dengan KKN, yang membuat negara ini menjadi tidak efisien. Pertamina yang milik negara tidak bisa menjual minyaknya dengan harga murah. Anda tahu kan, sudah berapa kali harga minyak naik? Semua minyak, minyak tanah, solar, bensin. Begitu juga produk yang lain seperti gas. Harga elpiji yang baru saja naik sekarang dinaikkan lagi dan tidak ada jaminan untuk tidak naik lagi dan lagi. PLN yang juga badan usaha milik negara mensuplai listrik seperti suara tokek, “Nyala… mati… nyala… mati…” Lapindo yang jelas-jelas menenggelamkan rumah ribuan rakyat sampai sekarang dengan tenangnya tidak melunasi uang ganti rugi yang sudah dijanjikan.

Saya punya usul bila anda ingin melakukan nepotisme dan saya akan dukung sepenuhnya bila anda mau melakukannya. Nepotisme usulan saya seperti ini. Ajak seluruh sanak keluarga anda, apalagi bila para kerabat anda itu orang-orang kaya, untuk bersama-sama beramal. Berkolusilah untuk membantu orang-orang papa, fakir, miskin, yatim piatu, dan duafa. Dengan demikian hanya sanak keluarga anda saja yang diuntungkan. Pahala yang ada tidak akan lari kemana-mana selain ke kerabat anda dan anda sendiri. Itu baru namanya nepotisme yang baik. Bukannya malah melakukan nepotisme yang menyengsarakan orang lain. Begitu. Bisa kan? Ulah hilap nyak.

Friday, August 08, 2008

Bohong

Bohong harus konsisten. Jika anda bohong maka anda harus mendukung kebohongan anda itu dengan berbohong lagi. Dengan demikian orang akan melihat anda ini orang yang jujur. Makanya benar bila dikatakan kebohongan menghasilkan kebohongan yang lain. Tetapi nanti dulu.

Jangan berprasangka saya pendukung ketidakjujuran! Yang saya tulis di awal paragraf di atas adalah celetukan dari salah satu peserta rapat yang saya ikuti kemarin (6/8/08). Dari situlah kemudian saya jadi tergerak untuk menulis ini. Jelas kan yang saya maksud? Toyib.

Mengapa orang suka berbohong? Banyak alasan. Masing-masing punya motivasi dan tujuan sendiri-sendiri. Lagian ngapain sih berbohong jika tidak punya maksud? Kurang kerjaan saja. Malu atau takut bisa menyebabkan seseorang berbohong. Keinginan untuk mendapatkan sesuatu juga bisa mendorong orang melakukan kebohongan.

Berapa kali anda sudah berbohong? Rasanya kita semua ini pernah berbohong. Mengapa saya bisa mengatakan seperti itu? Karena kita pernah menjadi anak-anak. Dan jika kita perhatikan, setiap anak pernah melakukan kebohongan, entah sering atau jarang. Dengan demikian, bisa dipastikan kita pernah bohong dalam hidup kita.

Bukan itu yang penting sekarang. Okelah jika anda dulu suka berbohong waktu kecil atau saat inipun masih demen berbohong. Mulai detik ini, harus dihentikan. Berjanjilah kepada diri sendiri untuk tidak melakukannya lagi. Jika hanya sekedar berjanji, kan gampang sekali buat anda. Apalagi bila anda sudah terbiasa menebarkan janji-janji. Tentu saja bukan itu yang saya maksudkan. Anda boleh menebar janji, tetapi anda juga harus berketetapan hati untuk memenuhinya.

Memang tidak gampang menghentikan kebohongan saat berbohong sudah menjadi kebiasaan. Apalagi ketika kebohongan itu memberikan keuntungan. Kitanya menjadi keenakan. Namun yakinlah, bila kita bertekad disertai niat dan benar-benar melaksanakannya, suatu saat pasti kebiasaan yang sudah mendaging itu bisa disingkirkan.

Siapapun anda, jangan sampai atau pernah lagi melakukan kebohongan. Apalagi jika anda ini orang yang berada pada posisi penting, orang yang memiliki kekuasaan, atau orang yang menjadi tumpuan kepercayaan orang lain. Hal itu akan menyakitkan. Alangkah pedihnya bila anda begitu yakinnya terhadap seseorang yang selama ini anda anggap sebagai orang baik, jujur, alim, kemudian anda mendapati dia ternyata seorang pembohong. Anda merasa dikhianati dan akan menjadi sulit bagi anda untuk bisa percaya lagi terhadapnya. Apa yang tadinya anda lihat sebagai sebelanga susu ternyata hanyalah kumpulan tajin (air rebusan beras) yang hambar dan nilainya tidak seperti susu. (Namun bagi sebagian dari ibu-ibu kita, air tajin suka dipakai untuk menggantikan air susu. Ini mah nggak ada urusannya.)

Sayangnya negeri kita ini banyak dihuni oleh pembohong-pembohong yang, celakanya, sebagian dari mereka menduduki posisi yang menentukan kelangsungan hidup orang banyak. Kenapa pembohong seperti mereka bisa menduduki posisi dan jabatan seperti itu? Ya karena kebohongan jugalah dia bisa sampai di tempat itu. Karena kebohongan dia juga, rakyat memilih dia. Bukan rahasia lagi dan sudah biasa bagi rakyat, saat kampanye para calon itu meninabobokan massa dengan janji-janji yang selanjutnya menjadi kebohongan karena tidak pernah merealisasikan janji-janjinya itu.

Herannya, mereka yang pernah berjanji saat kampanye, begitu pelupa ketika jabatan yang diincarnya sudah berada di tangan. Yang dilakukan justru mengingkari apa yang dijanjikan sebelumnya. Dengan berada di posisi yang memiliki kekuasaan, dia anggap segalanya boleh-boleh saja dilakukan. Kesempatan untuk menumpuk kekayaan demi kantong pribadi dia manfaatkan sebaik-baiknya. Harus menjadi gila bila ingin mendapatkan segala yang diinginkan. Seperti yang pernah diramalkan Jayabaya, bila tidak gila tidak akan kebagian.

Bukan pekerjaan mudah memang memberantas pembohong-pembohong ini. Apalagi bila berbohong sudah menjadi kebiasaan. Bahkan meskipun mereka seorang pejabat, pemimpin, atau orang-orang sejenis, mereka tidak peduli bila kebohongan yang dia lakukan akan menghancurkan kredibilitasnya. Makanya jika dalam sebuah kepemimpinan terjadi krisis kepercayaan, hal itu bukan lain karena orang yang dipimpin merasa dibohongi. Mereka melihat dan merasakan apa yang dikatakan hanya janji kosong. Ketika keadaan seperti itu tidak segera diperbaiki, jangan harap kepemimpinan yang dijalankan akan efektif. Akhirnya, apapun yang dikatakan oleh pemimpin akan selalu ditanggapi dengan ketidakpercayaan. Paling-paling hanya ‘kentut’ yang barusan keluar dari mulutnya. Begitu yang ada dalam benak setiap anak buahnya.

Waduh, tulisan saya kok jadi serius dan sinis gini ya. Ngerasa nggak? Tapi biarlah, sebenarnya pesan yang ingin saya sampaikan lewat tulisan ini adalah jadilah orang yang dapat dipercaya. Caranya? Ya jangan suka berbohong dan gampang membuat janji. Apalagi janji yang jelas-jelas tidak bisa dipenuhi. Jika itu yang anda lakukan, anda mencari celaka. Tapi jika anda sudah terbiasa seperti itu, artinya anda biasa memberikan janji-janji yang nantinya tidak akan anda tepati, apalagi anda sedang duduk dalam kursi pimpinan, hati-hati saja.

Kawan, saya sudah cape sekarang. Saya hentikan saja tulisan saya ini. Sekali lagi, ingat ya, jangan suka berbohong biar tidak menjadi seperti Pinokio. Namun bila hidung anda panjang mirip Pinokio, ya syukuri saja. Yang penting anda bukan pembohong kan?

Wednesday, August 06, 2008

Diskriminasi

Dua hari yang lalu saya membeli gado-gado di dekat kantor. Saya tertarik mencoba untuk membeli karena terprovokasi teman yang pernah ke sana. Katanya harganya murah dan enak. Namun ternyata, saya malah menjadi korban si ibu penjual gado-gado.

Saya sempat juga tersenyum geli, meskipun dalam hati, saat bercakap-cakap dengan si ibu. Ketika saya tanya apa nama kampung di mana dia berjualan, dia menyebutkan sebuah nama, kemudian nama kampung lain yang berada di ujung jalan kampung itu dan nama tempat berikutnya. Nama tempat yang terakhir dia sebut itulah yang membuat saya menjadi geli. Meskipun salah, saya tahu apa yang dia maksudkan. Si ibu menyebut nama itu Bogor Leksit. Anda tahu yang dia maksud? Pasti si ibu itu mengucapkan sebuah perumahan mewah yang ada di pinggir jalan tol jagorawi. Saya kemudian mengambil kesimpulan memang seperti itulah cara orang-orang di kampung si ibu gado-gado mengucapkan kata yang berasal dari bahasa Inggris itu.

Jika di awal tulisan ini saya katakan saya menjadi korban si ibu penjual gado-gado, memang benar demikian adanya. Entah disengaja atau tidak oleh si ibu itu, saya berpikiran positif saja. Namun apa yang dia lakukan merupakan tindakan diskriminatif terhadap saya.

Kejadian yang tidak mengenakkan itu tidak saya perpanjang. Saya anggap hal itu perkara kecil dan sepele. Harga yang dia berikan ke saya memang Rp.500 lebih mahal dibandingkan ke teman-teman saya. Tetapi okelah, no big deal buat saya. Apa yang si ibu itu lakukan sebagai penjual memang hak dia. Dalam teori pemasaran memang ada diskriminasi pasar yang suka diistilahkan dengan segmentasi dan diferensiasi. Makanya jika anda beli nasi goreng di Mang Kutil hanya Rp5.000, di Pak Kumis Rp12.000, di Hilton bisa Rp50.000. Nonton film di Kursi-Penuh-Bangsat Theater cuma Rp6.000, di Tuentiwan Rp20.000, di Planet Holiwut menjadi Rp250.000, padahal film yang diputer sama. Barangkali si ibu kita ini telah menerima transfer ilmu pemasaran lewat mimpi dari Philip Kotler yang biang pemasaran dari negerinya Paman Sam.

Saya masih tidak mengerti perlakuan ibu yang diskriminatif terhadap saya ini. Entah apa alasannya kok saya di-charge lebih mahal. Saya menjadi korban diskriminasi kelamin bila alasan si ibu itu memberi harga lebih mahal kepada saya karena saya laki-laki. Atau barangkali karena melihat yang beli ganteng? (eit, kalo ini sih pembelinya narsis). Atau karena penampilan saya yang tajir? (hutangnya membanjir maksudnya).

Sekarang kita tengok diri kita masing-masing. Apakah kita seperti si ibu itu, yaitu menjual gado-gado? (walah, ngaco!). Jangan-jangan kita ini berperilaku diskriminatif seperti dia. Bisa jadi mungkin kita ini nggak sadar bahwa apa yang kita perbuat merupakan perbuatan diskriminatif, seperti contohnya pilih kasih terhadap murid yang pandai dengan yang kurang pintar bila anda seorang pengajar.

Anda tentunya tidak mau menjadi korban diskriminasi. Menjadi korban diskriminasi itu benar-benar menyakitkan. Mungkin bukan badan anda yang sakit, tetapi perasaan anda, hati anda. Saya bisa merasakan hal itu karena saya sendiri pernah menjadi korban, ya yang terakhir sama si ibu gado-gado itu. Beberapa orang juga pernah curhat baik secara langsung maupun lewat tulisan. Mereka bilang betapa pedih hati mereka saat menjadi korban diskriminasi. Bahkan sampai ada yang berlinang air mata saat mengisahkan nasibnya. Maka dari itu, baik anda yang pernah jadi korban perlakuan diskriminatif maupun yang belum, janganlah pernah melakukan diskriminasi.

Barangkali apa yang anda lakukan selama ini sebenarnya termasuk diskriminasi tetapi anda sendiri tidak ngeh. Coba anda introspeksi sekarang. Anda lihat kembali ke diri anda dengan cermat. Apakah anda ternyata diskriminatif? Saya juga akan melakukan hal yang sama seperti anda.

Di dunia kerja, primordialisme (kesukuan) sering terjadi. Ini merupakan bentuk diskriminasi. Mentang-mentang anda orang Jawa, kemudian orang Papua yang baru bergabung kemudian anda tolak. Faktor like dan dislike selanjutnya malah yang menjadi landasan untuk membuat penilaian, bukan unsur yang lebih obyektif, contohnya kinerja. Saya yakin anda pasti akan sangat-sangat-sangat sakit hati bila anda dianggap tidak berprestasi hanya gara-gara anda orang Sunda sementara atasan anda dari suku yang berbeda.

Bentuk diskriminasi yang lebih luas lagi misalnya rasisme. Bentuk ini bahkan bukan hanya masalah suku tetapi bisa bisa menyangkut bahasa, warna kulit, agama, dan banyak hal lain. Bagaimana sikap yang akan anda ambil bila ada orang yang menilai anda ini tolol atau kerjanya pasti lambat hanya gara-gara badan anda gendut? Saya tidak menyalahkan anda bila kemudian anda memperkarakannya secara hukum.

Perilaku diskriminatif ini bisa muncul dan dilakukan oleh siapa saja. Lebih-lebih bila dia memiliki sesuatu kelebihan. Hal itu akan lebih memungkinkan terjadi. Misalnya antara atasan dengan bawahan, orang kaya dengan orang miskin, mahasiswa pintar dengan mahasiswa bodoh, wanita cantik dengan yang biasa-biasa saja, cewek langsing dengan yang gembrot. Apalagi selain kebetulan memiliki kelebihan orangnya juga sombong, sok kuasa, dan tengil. Makin menjadi-jadi deh.

Sudah saatnya saya akhiri tulisan ini. Sebelum itu, saya ingin merekomendasikan sebuah film yang mengisahkan diskriminasi. Sebuah film lama namun saya rasa masih relevan sampai saat ini. Film ini berjudul Mississippi Burning. Salah dua dari pemainnya adalah aktor favorit saya, Gene Hackman dan Willem Dafoe. Pernah nonton film ini? Bagus lho. Kejadiannya memang tidak di sini tetapi film tersebut mengajari penontonnya betapa diskriminasi dapat membuahkan kekejaman-kekejaman.

Baiklah, setelah ini, silakan direnungkan tulisan saya ini sambil menonton Mississippi Burning ditemani sepiring cemilan dan segentong air putih.

Friday, August 01, 2008

Persona Nongrata

Anda pernah ketemu orang yang benar-benar tidak disukai lingkungannya? Bisa lingkungan rumah, tempat kerja, atau dalam skop negara. Atau jangan-jangan malah anda sendiri, yang sedang membaca tulisan ini, yang menjadi persona nongrata?

Ada, mungkin banyak bisa juga sedikit, orang yang disebut persona nongrata atau orang yang tidak disukai. Banyak penyebab mengapa orang menjadi tidak disukai. Saya bisa sebutkan di antaranya di sini. Setelah tahu apa yang bisa menyebabkan seseorang menjadi orang yang dihindari, disingkirkan, lebih nelangsa lagi orang menjadi ‘jijik’ ketika melihatnya, tentu saja anda akan berusaha untuk bertindak preventif. Itu jika anda masih termasuk orang waras dan tidak begitu tolol-tolol amat.

Sebelum saya nulis lebih jauh dan agar tidak terjadi salah paham serta kita sepakat dengan apa yang saya tulis nanti, sebaiknya saya bukakan KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) dulu untuk anda. Kita akan lihat bersama, apa yang dimaksud dengan persona nongrata.

Kamus di tangan saya adalah KBBI edisi ketiga. Di halaman 863 terdapat entri persona nongrata. Kata tersebut arti pertamanya adalah orang yang tidak disukai (disenangi). Arti kedua terkait dengan urusan politik dan saya tidak akan menyebutkannya di sini. Nggak ada perlunya buat saya, dan anda juga saya rasa. Namun bila anda tetap penasaran dan ingin tahu, silakan baca sendiri.

Mari sekarang kita mulai melihat apa-apa yang membuat seseorang tidak disukai orang lain. Di antaranya adalah egois. Orang yang lebih mementingkan dirinya sendiri akan bertindak dan berbuat tidak menyenangkan bagi orang lain. Dia tidak peduli orang lain sengsara. Yang penting bagi dia semua kebutuhan dan segala keinginannya bisa terwujud. Makanya tidak heran bila orang yang egois itu menyebalkan. Dan bila anda tahu, egois itu sumber berbagai tindakan yang bisa menyengsarakan orang lain.

Jika sekarang anda merasa masih lebih suka melihat kepentingan sendiri dibandingkan orang lain, cobalah untuk mulai mau berbagi, rela untuk mengalah. Mengalah bukan berarti kalah dan lemah kok. Justru dengan sikap mengalah itu, orang lain akan melihat anda sebagai orang berhati mulia dan yang pasti, anda bukan orang egois.

Pemicu lain yang dapat menjadikan seseorang sebagai persona nongrata adalah sok kuasa. Anda yang sekarang menduduki posisi pemimpin, janganlah anda gunakan kekuasaan itu untuk pamer kekuatan. Jangan mentang-mentang memiliki jabatan struktural lebih tinggi kemudian dengan seenaknya mengambil tindakan tanpa mempedulikan kepentingan, nurani, dan perasaan orang lain yang menjadi anak buah anda. Barangkali anda perlu diingatkan agar terbuka mata (hati dan pikiran) anda bahwa jabatan yang anda pegang sekarang ini adalah amanah dan sementara. Dengan demikian jalankan amanah itu sebaik-baiknya. Bila kemudian anda mengambil tindakan yang menyakiti orang lain, itu artinya anda sok kuasa dan, saya pikir, itu juga tidak amanah.

Andaikan saat ini anda seorang pemimpin, ketua, kepala, atau apapun istilahnya, memang menjadi kewajiban dan tanggung jawab anda untuk memimpin dan mengatur orang lain. Namun bila kemudian yang anda lakukan kemudian memanipulasi dan mengeksploitasi anak buah anda, dan anda dalam mengambil keputusan tidak mempedulikan anak buah anda, itulah yang disebut sok kuasa. Bila anda berargumen bahwa itu hak dan wewenang anda sebagai pimpinan, saya setuju. Namun ya itu tadi, jika anda memakai hak dan wewenang anda dengan tidak mengikutsertakan orang lain (anak buah) yang seharusnya anda libatkan karena dia memang ada kaitannya, anda bisa dikatakan sok kuasa. Anda bisa berpikir sendiri sekarang, akankah orang lain terutama anak buah anda menyukai anda? So, siapapun anda, janganlah sok kuasa. Apalagi jika anda pekerja biasa yang tidak punya jabatan apa-apa, nanti anda akan seperti tokoh Odah dalam sitkom OB di RCTI.

Kenal opor? Oportunis? Nah, antara opor dan oportunis itu jelas beda buangget. Bila opor dicari-cari orang untuk dimakan karena rasanya yang lezat, oportunis bila ketemu orang bisa-bisa akan diludahi. Bagaimana tidak? Orang-orang yang suka memanfaatkan kesempatan terutama untuk kepentingannya sendiri ini benar-benar manusia yang nyebelin alias menjengkelkan. Oportunis ini juga akan bisa menyebabkan seseorang menjadi persona nongrata.

Jeli akan peluang dan memanfaatkannya dengan baik memang harus, tetapi lihat-lihat dululah. Jangan semua kesempatan yang ada, tidak peduli orang lain jadi sengsara, akan anda sikat. Bila anda ngotot tetap ingin memanfaatkannya, anda akhirnya bisa menjadi orang yang dipersonanongratakan. Dan bila anda ingin tahu, orang yang lidahnya panjang karena suka menjilat adalah merupakan produk dari perilaku oportunis ini. Sudahkah anda ukur lidah anda hari ini? (Apa ini maksudnya?)

Satu lagi saja yang ingin saya tulis di sini tentang penyebab menjadi persona nongrata adalah anti sosial. Sosial dalam hal ini bukan hanya bermakna masyarakat secara umum, juga bisa berarti kumpulan yang lebih kecil seperti di tempat kerja atau lingkungan bermain anda. Sungguh, jika anda anti sosial, lama-lama anda menjadi orang yang tidak disukai. Bila anda tidak segera merubahnya, tinggal tunggu saja akibatnya.

Anti sosial bisa saja bukan hanya menentang atau melakukan sabotase terhadap kegiatan yang dijalankan publik tetapi juga menarik diri dari kegiatan itu. Orang akhirnya akan tidak menyukai anda ketika anda terus-menerus tidak mau terlibat atau malah menentang kegiatan-kegiatan yang dijalankan orang-orang yang ada di sekeliling anda. Tentu saja kegiatan yang saya bicarakan di sini kegiatan positif. Bila anda menarik diri dan menentang kegiatan negatif, mabuk-mabukan berjamaah misalnya, itu namanya bukan anti sosial tapi mungkin saja anda kemudian menjadi sial karena digebukin preman-preman yang lagi mabuk itu.

Oops, sebenarnya siapa sih saya ini, kok berani-beraninya menulis seperti ini? Bila anda tidak suka dengan yang saya tulis ini, silakan anda kasih komentar. Boleh kok. Jika anda tersinggung, ya silakan tersinggung. Bila anda merasa tersindir kemudian marah, nah ini yang perlu diwaspadai. Bisa jadi anda memang termasuk orang dengan predikat persona nongrata. Biasanya orang menjadi tersindir lalu marah kan karena dia memang seperti itu? Kemudian, kalau anda punya seribu satu alasan atas ketidaksetujuan dengan tulisan ini, ya dipersilakan juga menyatakan alasan itu. Atau bila anda mau, temui saya secara langsung. Kita akan bisa bicara banyak-banyak nanti.