Monday, March 31, 2008

Kisah Totot

Ini tulisan saya yang kesebelas di bulan ini. Target saya sebenarnya untuk Maret adalah sepuluh tulisan, dan itu sudah tercapai. Untuk yang kesebelas ini saya anggap sebagai extra bonus. Saya bilang bonus tambahan karena bonus utamanya sendiri adalah kepuasan saya telah menuangkan yang di dalam kepala ke bentuk sepuluh tulisan yang saya targetkan itu. Bila kemudian muncul tulisan yang kesebelas, tulisan dan kepuasan itulah yang saya sebut bonus tambahan buat saya di bulan Maret ini.

Sebelum saya lanjutkan tulisan ini, saya harapkan anda nanti tidak menuduh saya ngeres atau berniat menyebarkan pengaruh yang tidak-tidak. Jika dalam tulisan ini ada yang ngomongin tentang alat kelamin, bukan berarti itu porno. Pasti. Itu tidak ada kaitannya dengan porno-pornoan. Porno itu kan diporotin nongol? Padahal tidak ada bagian yang diporot-porotin, baik celana maupun cewek cantik tajir yang memiliki cowok pengangguran. Saya jamin deh tulisan ini tidak ada pornonya. Siap diteruskan dan menghadapi kenyataan?

Saya lanjutkan sekarang. By the way anda tahu kenapa titit (eh, karena besar, saya sebut totot saja), kenapa tototnya kuda besar dan panjang, bahkan lebih besar dan panjang dari ‘cucakrowo’nya laki-laki? Ini ada sejarahnya. Dan yang pasti, siapa yang menyusun sejarah ini tidak ada yang mengetahui sebab sejarah tentang totot kuda ini ngawur adanya. Bagaimanapun juga sejarah ngawur itu tetap harus diungkap agar anda tidak mati muda karena penasaran. Separah itukah? Hanya orang tahu yang tahu. Orang yang tidak tahu pasti tidak akan tahu.

Cerita diawali ketika, dulu, semua jenis binatang tidak memiliki titit atau totot. Agar bisa ditentukan jantan betinanya maka dibuatlah alat kelamin buat mereka dalam berbagai bentuk dan ukuran. Jumlahnya sama dengan jumlah binatang yang ada. Kemudian hari pembagian diumumkan. Aturan mainnya adalah setiap binatang boleh memilih dan mengambil titit atau totot yang dia sukai. Tidak ada batasan atau aturan alat kelamin tertentu khusus untuk binatang tertentu. Siapa cepat, dia yang dapat. Karena lincah, sigap, dan dapat berlari kencang, kuda adalah binatang pertama yang sampai di lokasi pembagian. Oleh karena itulah dia bisa memilih totot yang besar dan panjang seperti yang bisa anda lihat sekarang ini. Setelah itu berdatangan binatang-binatang lain yang lebih besar atau kecil tetapi lebih lambat. Mereka selanjutnya memilih-milih alat kelamin yang tersedia. Setelah cocok kemudian mereka tempelkan ke bagian yang sekarang kita tahu bahwa di situ tempatnya alat kelamin. Mereka senang dan bangga dengan kepunyaan masing-masing. Yang kasihan adalah……

Yang kasihan adalah, mentok atau entok. Mentok ini termasuk keluarga unggas. Kakinya pendek sehingga kalau berjalan tidak bisa cepat dan pantat selalu goyang kanan-kiri. Oleh sebab itu, dia yang paling akhir sampai di tempat pembagian alat kelamin. Tinggal satu titit yang tersisa. Itupun tidak di atas meja lagi melainkan sudah tercecer di bawah dekat meja itu. Karena tinggal satu-satunya, tidak ada pilihan lain, terpaksa dia pasang juga meskipun terus terang saja dia sama sekali tidak puas dengan bentuk titit miliknya itu. Setidaknya sekarang dia lega, status jantan betinanya sudah jelas. Bila anda pernah melihat titit mentok setelah dia mengawini betinanya, bentuknya seperti ulir, dan bentuk itu juga yang membuat dia tidak puas. Titit yang seperti kue tambang itu dia akan seret kemana-mana sampai belepotan tanah sebelum masuk kembali ke dalam tubuhnya. Kenapa bentuknya seperti itu? Konon, karena dia datang paling bontot, maka yang dia temukan adalah titit terakhir yang sudah jatuh dari atas meja dan terinjak-injak oleh binatang-binatang lain. Selain itu juga otomatisasi dari titit itu sudah tidak berfungsi dengan baik lagi sehingga tidak bisa langsung masuk kembali ke tubuhnya setelah kawin. Kasihan ya?

Kadang-kadang ungkapan siapa cepat dia dapat memang terjadi. Bila kita ingin memperoleh yang terbaik, ya berusahalah untuk jadi orang pertama. Joke ketika sholat Jum’at, jika tidak ingin dapat telur onta, datanglah paling awal agar dapat ontanya. Seperti pepatah the early bird catches the worm, jika ingin mendapatkan keuntungan ya harus segera atau sebelum orang lain melakukan. Makanya, buat orang-orang yang lelet, sering mereka hanya mendapatkan sisa-sisa dari orang lain. Kita sering diajari supaya mencari rejeki pagi-pagi karena di awal hari itulah rejeki diturunkan oleh Sang Pencipta.

Sekarang kembali ke anda. Anda sendirilah yang menentukan. Jika anda mentok ingin menjadi kuda, itu namanya menyalahi takdir. Anda jadi mentok atau anda jadi kuda itu bukan wewenang anda, itu urusannya Yang Kuasa. Yang bisa anda lakukan adalah, jika anda mentok, bagaimana bisa menjadi mentok yang bisa bangun lebih awal dan mencari cacing yang ada di selokan sehingga anda bisa memilih cacing-cacing yang gemuk dan sehat. Seandainya anda kuda, bagaimana kekuatan dan kecepatan anda bisa memenangkan persaingan yang ada. Manusia juga sama. Tidak peduli apakah kita ini seperti kuda atau mentok, yang penting adalah bagaimana kita memberdayakan dan mengoptimalkan kekuatan dan kelebihan yang kita miliki. Orang yang tidak sekolah bukan berarti bodoh, begitu juga orang yang sekolah tinggi-tinggi tidak menjamin menjadi orang pintar. Anda bisa buktikan itu.

Bidang manajemen mempunyai konsep menganalisa yang dikenal dengan swot (strength, weakness, opportunity, treath) atau suka juga disingkat menjadi kekepan (kekuatan, kelemahan, peluang, ancaman). Coba kita terapkan ke diri sindiri perangkat analisa itu. Apa kira-kira kekuatan yang kita miliki yang bisa menjadi modal. Kelemahan apa yang ada di diri kita yang harus kita hilangkan atau setidaknya diminimalkan. Peluang apa saja yang ada di sekeliling kita yang bisa diraih. Last but not least, ancaman apa atau yang bagaimana yang perlu kita waspadai. Dengan menyusun daftar dan mempelajari bagian-bagian yang perlu dianalisa itu, setidaknya kita mempunyai bekal untuk menjadi, katakanlah, kuda atau mentok yang kompetitif dan tangguh.

Jika suatu saat nanti anda ada di Bogor dan mengunjungi Kebon Raya yang terkenal itu, di dekat pintu gerbang Kebun Raya ada dokar atau andong yang lagi menunggu penumpang, baik turis maupun penduduk lokal. Anda tahu dokar atau andong itu ditarik oleh seekor kuda. Coba anda lihat perutnya bagian bawah untuk saya, apakah tototnya bentuknya seperti tititnya mentok. Atas kebaikan anda sebelumnya saya ucapkan banyak-banyak terima kasih. Semoga anda tidak disepak kuda karena keisengan anda itu.

Sunday, March 30, 2008

Kebo Kumpul Kebo

Saya sengaja menggunakan kata kebo, bukan kerbau. Bagi saya kosakata kebo lebih mengena dan mak nyus. Saya merasa kebo lebih mewakili jiwa saya sebagai orang kampung dan ndeso dibandingkan kerbau. Kerbau itu berbau kota. Heran ya kok bisa begitu? Nggak usah diambil hati lah, dan tidak perlu dipikir dalam-dalam (lagian siapa yang mikirin?). kadang apa yang terjadi di bumi ini tidak bisa atau memang tidak perlu dipikirkan. Seperti kenapa ada orang suka makan tomat, yang lain nyium saja sebel apalagi suruh makan. Bahkan dengan iming-iming akan dikasih upah saja tetap ogah. Nah seperti itulah yang orang bule suka bilang, there's no accounting for taste. Selera tidak bisa diperdebatkan.

Bila saya menjuduli tulisan ini dengan unsur kebo, jangan stil yakin dulu kalau saya akan membicarakan binatang memamah biak ini. Kebo ini saya jadikan pilihan karena pada dasarnya ada kesamaan dengan manusia. Saya pikir kadang-kadang memang seperti itu. Jika anda merasa mirip kebo ya silakan. Bukan saya yang bilang begitu. Terus dibandingkan binatang, manusia kadang-kadang justru malah lebih binatang daripada binatang itu sendiri, harimau misalnya. Walaupun dia disebut binatang buas, anda pernah menemukan harimau membunuh anaknya sendiri, dengan alasan apapun? Jika beberapa waktu yang lalu ada ibu di Bekasi membunuh dua anak kandungnya atau pernah juga sebelum kejadian itu ada seorang ibu di Malang yang meracuni ketiga anaknya selain dirinya sendiri, masih berhakkah kita menyandang gelar manusia? Memang sudah pasti ibu-ibu pembunuh itu punya alasan, tetapi rasanya tidak bisa diterima akal sehat atas kelakuannya itu.

Kebo memang berbeda dengan manusia (ya iya lah, masak ya dong), tetapi naluri hewani yang dia miliki untuk menentukan koloninya tidak ubahnya seperti manusia. Anda tidak pernah kan menjumpai kebo kumpul dengan harimau? Mereka pasti ubyang-ubyungnya dengan kebo juga. Manusia juga seperti itu. Kita akan mencari teman bermain yang memiliki unsur kesamaan dengan kita. Tukang copet ngumpulnya juga dengan pencopet (anda copet?), remaja masjid bergaulnya dengan orang masjid (kalau yang ini kayaknya saya deh), orang o-on jalan bareng dengan orang bego (anda tersinggung?), si pinter ngegang dengan orang pinter juga (heran, kok bisa tahu ya kalau saya punya gang ini), dan banyak lagi. Dengan demikian komunikasi yang terjadi bisa berjalan dengan lancar dan baik.

Memang sebagai manusia yang dilengkapi dengan akal, kita bisa lebih fleksibel. Bila kebo tidak mungkin kumpul dengan harimau, seorang ustad mungkin saja berteman dengan garong bila dipikir perlu. Dengan memiliki bukan hanya otak (brain) tetapi juga akal pikiran (mind), kita bisa menimbang-nimbang dulu. Anehnya, meskipun sudah dilengkapi satu set otak dan akal pikiran, tetap saja manusia tidak bisa menggunakan otaknya untuk berpikir. Pernah dengar all people have brain but only few use their mind? Cocok kan? Seperti itulah kita ini kadang-kadang.

Kita kembali lagi bicara tentang kesamaan manusia dan binatang dalam mencari teman. Saya juga seperti itu dan saya yakin anda juga. Sudah jamak bila kita akan memilih-milih siapa yang harus dijadikan teman. Dan memang kita kadang harus menyesuaikan diri karena terpaksa, karena tidak ada pilihan lain. Contoh gampang saja misalnya dalam skala kecil, kita harus menyesuaikan diri berteman dengan orang lain dalam ruang kelas atau teman sekantor. Atau dalam ukuran yang lebih besar, anda harus hidup dalam masyarakat yang pasti lebih kompleks dan heterogen dibandingkan sekedar kelas atau kantor. Dan itulah kehebatan manusia dibandingkan kebo yang tidak mungkin bisa melakukan adaptasi berteman dengan harimau. Analogi yang ngawur dan tidak relevan ya (menurut anda)? Memang seperti itulah saya, kadang-kadang suka ngawur.

Kesamaan antar manusia yang menjadi landasan pertemanan kadang tidak ada sangkut-pautnya dengan umur. Yang saya maksudkan adalah, memang bila dilihat dari usia bisa jadi seperti orangtua dengan anak. Namun, karena ada benang merah yang menyatukan maka pertemanan itu bisa terjalin. Barangkali anda pernah nonton film Home Alone 2. di situ digambarkan persahabat yang njomplang dari segi usia antara Kevin (Macaulay Culkin) yang menjadi tokoh sentral dengan perempuan gelandangan tua yang suka memberi makan ratusan burung merpati liar. Kevin yang masih anak-anak bertemankan orang tua, dan mereka sama-sama senang (anda tahu kira-kira benang merahnya?). Itu ada dalam film memang, tapi terjadi juga di dunia nyata. Bisa jadi di lingkungan anda ada namun selama ini anda tidak memperhatikan.

Saya juga mirip Kevin. Sama seperti di Home Alone 2, saya juga berteman dengan orang-orang yang beda usia. Jika Kevin sebagai yang lebih muda, saya yang tuanya. Bagi saya, it’s okay. Selama kita saling menghargai dan menghormati, kenapa umur mesti dipermasalahkan. Ketika sahabat-sahabat muda saya ini bertandang dan bermalam di rumah saya Jum’at (7/3) yang lalu, saya senang banget. Sayangnya mereka hanya sebentar. Datangnya sudah malam, sekitar 19.30 wib, pagi-pagi jam 05.30 sudah ijin pulang. Alasannya adalah menghindari polisi. Kenapa? Mereka bersepuluh, sepeda motornya cuma empat. Bisa anda hitung sendiri berapa motor yang harus dinaiki tiga orang. Parahnya lagi, hanya beberapa yang pakai helm. Tipikal anak muda, suka cari penyakit. Mereka adalah Fajar, Encu, Dedi, Reza, Bedul (Hudri), Kiki, Yadi, Junot (Ryan), Dede, dan Edi. Sembilan dari mereka tanggal 19 April nanti akan diwisuda, hanya Bedul yang sudah lulus duluan. Dia alumni angkatan satu tingkat di atas yang sembilan orang lainnya.

Selain mereka, hari ini (Minggu, 30/3/08) sahabat-sahabat muda saya yang lain juga pada main ke rumah. Rombongan yang ini lebih senior dari mereka yang sepuluh orang. Dua di antaranya sudah married. Dari yang dua itu yang satu sekarang malah sedang hamil tua anak keduanya. Kelompok senior ini beberapa hari sebelumnya memang sepakat ingin main sekaligus makan siang di rumah saya. Jika datang semua, jumlah sebenarnya lebih dari yang terlihat di foto. Karena sebagian ada halangan, mereka tidak bisa hadir. Bila anda bandingkan tampang dan pose saat berfoto, mereka kelihatannya sih tidak beda jauh dengan foto juniornya di atas. Kalau saya bilang orang-orang ini lebih senior, saya tidak mengada-ada, hanya di foto saja mereka tidak kelihatan bedanya. Bila dilihat gelagatnya, kelompok ini merupakan calon potensial untuk menjadi gang tukang main. Terbukti, saat makan siang mereka kembali memastikan rencana untuk main ke Sukabumi 19 April nanti. Padahal, minggu kemarin, mereka habis main di Ciomas. Hebring euy!

Bila anda memilih-milih teman, berarti anda seperti kebo. Jangan tersinggung dulu. Maksudnya, seperti kebo yang mencari kebo lain. Jadi, kalau anda ketemu kebo di jalan dan kemudian anda ajak berteman, itu namanya kumpul kebo.

Saturday, March 29, 2008

Orang-orang Konyol

Konyol punya arti macam-macam: (1) tidak sopan; kurang ajar; (2) agak gila; kurang akal; (3) tidak berguna; sia-sia. Anda bisa lihat di KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) jika masih penasaran. Dengan melihat makna di kamus yang memang bentuknya besar itu kita bisa amati di sekitar kita para manusia yang tergolong orang-orang konyol. Siapa saja mereka?

Sebenarnya tulisan ini sudah lama ingin saya buat. Saya suka sebel melihat orang-orang ini (sebagian) yang hampir setiap hari saya temui. Maksud saya menulisnya di sini adalah biar anda, para pembaca setia maupun tidak setia blog saya, bisa belajar bahwa menjadi orang konyol itu tidak ada bagus-bagusnya. Anda boleh setuju atau tidak dengan tulisan saya ini. Jika anda ingin kasih komentar, konstruktif atau destruktif, juga bisa. Tinggal meng-klick link yang ada di bagian bawah setelah tulisan ini.

Bagi saya, calo atau makelar angkot yang ada di pengkolan itu orang konyol. Tidak ada gunanya mereka bagi para calon penumpang. Modal suara yang rata-rata beroktaf tinggi hanya membuat suasana tambah bising. Tanpa diteriaki pun calon penumpang sudah tahu angkot dengan jurusan mana yang harus dipilih. Mereka itu kan tidak buta huruf. Mereka bisa baca jurusan yang tertera jelas di bagian atas kaca depan atau kadang-kadang juga ada di kaca belakang. Kan rasanya nggak mungkin di jaman seperti sekarang ini masih ada yang buta huruf. Bila ada calon penumpang yang buta huruf sekaligus baru pertama kalinya di tempat itu, nah baru ada gunanya teriakan-teriakan calo itu. Tapi, asal calon penumpang itu tidak gagu atau bisu, kan dia sebenarnya bisa tanya langsung ke sopir. Selain itu, meskipun ada calo, sopir kadang-kadang juga ikut teriak-teriak menawarkan jasa atau memanggil-manggil calon penumpang. Jika begitu, apa manfaatnya calo benalu yang suka teriak-teriak ini?

Kemudian kelompok orang konyol kedua adalah sopir. Saya setuju dengan anda. Tidak semua sopir. Sopir angkot atau sopir mobil pribadi akan termasuk orang konyol bila dia tidak mempedulikan nyawanya sendiri saat mengemudikan kendaraan, apalagi menyangkut nyawa penumpang lain. Termasuk mereka yang terampil atau, celakanya, merasa memiliki ketrampilan mengemudi. Jago membawa mobil (termasuk motor) bukan berarti terus berhak untuk ugal-ugalan di jalan. Berdoalah mudah-mudahan tidak bertemu dengan sopir konyol.

Jika di persimpangan jalan anda temukan seorang atau beberapa orang mengatur lalu lintas layaknya seorang polisi padahal mereka bukan polisi, itu juga masuk orang-orang konyol. Mereka dulu suka disebut polisi cepek (rasanya sekarang juga masih meskipun yang diberikan sudah bukan cepek lagi) karena suka diberi uang seratus rupiah untuk jasanya. Jasa? Jasa apa yang diberikan polisi cepek? Yang terjadi justru menjadi penyebab kemacetan. Lebih parah lagi jika polisi gadungan ini ketemu dengan sopir yang egois, memberi uang lebih agar polisi cepek itu mencarikan jalan sehingga dia bisa lewat. Tidak peduli apabila kelakuan polisi cepek yang menghentikan kendaraan-kendaraan lain untuk membukakan jalan baginya menimbulkan kemacetan.

Polisi cepek yang ditemukan di mana-mana sering dianggap sebagai dampak dari kinerja aparat kepolisian yang memble oleh sebagian orang. Anda setuju? Terlepas dari setuju atau tidak setuju, sekarang ini kenyataannya polisi cepek keleleran di setiap persimpangan dan pengkolan. Salah siapa ini? Akhirnya yang terjadi kan saling membenarkan argumen masing-masing. Di pihak polisi cepek, mereka merasa berjasa telah membantu mengatur lalu lintas, yang tentu saja tidak gratis. Polisi-polisi cepek ini bisa hilang, seandainya, kelompok orang-orang konyol berikut ini tidak muncul.

Ya, orang-orang konyol berikutnya adalah pemimpin yang tidak amanah. Galibnya seorang pemimpin, salah satu pekerjaannya adalah seperti yang dilakukan manajer. Pekerjaan yang dikenal dengan fungsi manajemen yaitu planning, organizing, actuating, dan controlling. Ada juga konsep fungsi manajemen yang agak berbeda yang diperkenalkan oleh para management guru. Namun POAC tersebut saya pikir sudah cukup mewakili. Dalam prakteknya, orang konyol yang menjadi pemimpin ini tidak menjalankan fungsinya untuk kepentingan dan tujuan bersama. Lebih sering otoritas sebagai pimpinan yang dimilikinya digunakan untuk kepentingan pribadi dan memperkaya diri dan keluarga sendiri. Bila para pemimpin gombal ini ada dalam sebuah institusi baik pemerintah maupun swasta maka kemudian akan muncul orang-orang konyol di bawah ini.

Pejabat yang korup merupakan orang konyol terakhir pilihan saya. Dia bisa muncul salah satunya karena dipimpin oleh orang yang tidak amanah. Bila pemimpinnya sendiri saja menjadi koruptor, maka tidak heran bila anak buahnya juga melakukan korupsi. Makanya korupsi yang ada di negara kita ini bukan hanya sistematis tapi sudah cenderung sistemis. Jika sistematis hanya terkait dengan langkah atau cara yang ditempuh dalam melakukan tindak korupsi, sistemis memang melembagakan dan melegalkan tindakan korupsi. Anda bisa lihat misalnya tender-tender yang dilakukan di instansi pemerintah yang penuh dengan korupsi yang sistemis. Birokrasi merekayasa bagaimana nilai proyek bisa bernilai sesuai yang diinginkan. Sudah itu sajalah. Saya tidak mau berpanjang-panjang tentang korupsi sistemis ini, nanti dikira menebar fitnah. Saya bisa mencontohkan seperti itu karena memang dulu saya pernah dipaksa dilibatkan dalam tender yang sebenarnya tender-tenderan. Bila dilihat saat itu tender yang digelar tidak ada yang salah. Semua terlihat fine-fine saja. Padahal sebenarnya sebuah paket korupsi yang ditenderkan.

Dari daftar orang konyol yang saya sebutkan, mau nambahin lagi? Silakan. Ngomong-ngomong, jangan-jangan, anda termasuk salah satu dari orang-orang konyol itu. Jangan ah. Lebih enak kok jadi orang baik, dan banyak ruginya jadi public enemy seperti orang-orang konyol di atas. Memang sih baik jadi orang penting, pejabat misalnya, tapi kan lebih penting jadi orang baik. Kan enak dengernya jika orang-orang mengatakan kita ini so sweet, daripada mendengar orang bilang so sweaty karena kita membuat mereka kalap dengan kelakuan miring kita.

Bagaimanapun juga, saya sarankan kepada anda supaya berterimakasih kepada orang-orang konyol itu. Hlah, kok gitu? Lha sudah juelas sekali begitu kok kalau mereka itu orang-orang yang baik hati mau menjadi contoh jelek. Dengan begitu kan kita jadi sadar dan tidak menjadi orang-orang konyol seperti mereka.

Friday, March 28, 2008

Marmot, Cecenet, & Marasi

Setelah membaca tulisan ini atau melihat judulnya, mungkin anda akan berkomentar sekaligus bertanya, “Penting nggak siiihhh…?” Atau ingatan anda malah melompat mundur beberapa tahun ke belakang. Anda jadi ingat masa kecil. Terkenang persahabatan manis anda. Terbayang saat-saat berburu buah-buah mewah di lereng dan kebun-kebun orang. Buah mewah di mata anak-anak tentu saja, seperti ceri (kersen) misalnya.

Judul di atas memang nama-nama tanaman yang buahnya bisa dimakan. Saat kecil kita suka kelayapan mencari buah yang rasanya manis itu. Persis seperti pepatah ada gula ada semut, karena buah itu manis banyak anak-anak yang memburunya. Tidak peduli badan jadi gatal-gatal karena menyusup-nyusup belukar, atau baju belepotan tanah. Yang dirasakan hanya senang dan kegairahan.

Terutama di pedesaan atau kampung yang masih banyak lahan terbuka dan kebun-kebun, buah-buahan perdu itu sering ditemukan. Bagi sebagian anda, buah-buahan itu mungkin sudah anda kenal dengan baik. Begitu membaca namanya, langsung tergambar di benak anda bentuk dan warnanya. Bahkan hidung andapun seolah-olah bisa mencium baunya yang tidak asing lagi. Sebagian anda yang lain mesti mencocok-cocokkan dulu dengan database memori buah masa kecil anda.

Biar lebih jelas lagi terutama bagi anda yang masih samar-samar atau buat anda yang tidak begitu kenal buah-buah tersebut di atas, saya akan coba gambarkan satu persatu. Tapi harap maklum jika ada bagian yang tidak begitu jelas penggambarannya, sebab terus terang saja ada salah satu dari ketiga buah itu yang belum pernah saya cicipi maupun lihat bentuk aslinya.

Marmot. Namanya mirip-mirip keluarga kelinci yang telinganya pendek yang suka dipelihara orang. Binatang ini ada yang menyebut mermut, marmut, atau marmot. Untuk marmot yang buah, saya baru tahu kalau namanya marmot beberapa hari yang lalu saat ngobrol di pos ronda dengan petugas keamanan di dekat rumah saya. Saya sendiri pernah memakannya. Jadi, ketika penjaga di pos ronda itu menggambarkan buah marmot saya langsung tahu buah apa yang dimaksudkan. Tanaman marmot merupakan jenis tanaman merambat. Dia suka tumbuh di antara semak-semak. Buahnya seperti lampion, atau buah kurung. Kurungannya mirip jaring. Bila mentah, warna buah dan kurungannya hijau. Menjadi kuning muda warna jaringnya dan kuning tua buahnya bila sudah matang/tua. Buah yang sudah matang terasa manis. Buah plus jaringnya mengeluarkan bau yang khas, terutama saat masih muda. Bagi saya baunya harum dan merangsang. Bagaimana dengan anda? Sayangnya saya tidak bisa membandingkan dengan bau yang lain biar anda lebih gampang membayangkannya.

Cecenet. Itu kata orang sunda. Orang jawa (tengah) menyebutnya ciplukan atau ceplukan. Anda boleh pilih yang mana. Mau bikin nama sendiri juga silakan. Paling-paling tidak ada yang ngerti. Cecenet ini dulu pernah menjadi sahabat saya. Belum lama. Beberapa tahun yang lalu saat saya sudah setua ini. Penyebabnya adalah paru-paru saya. Bisa nebak, bagaimana paru-paru bisa membuat pemiliknya akrab dengan cecenet? Saya hitung sampai tiga. Tiga! Salah! Eh, emang njawab apa sih? Gini, saya terpaksa jadi akrab dengan ‘beliau’ karena saya pernah kena pneumonia. Keren ya? Kalau bisa jangan sampai deh kena penyakit itu. Meskipun namanya bagus, mana ada penyakit yang enak. Pneumonia itu kan bahasa medis. Bahasa kampungnya adalah paru-paru basah. Bu dokter, benar? Dan tahukah anda, cecenet bisa digunakan melawan penyakit ini.

Jika saya menulis banyak-banyak tentang buah buruan masa kecil dan yang ternyata juga bisa digunakan sebagai penyembuh ini ya harap maklum saja. Kami pernah menjadi tim yang solid selama enam bulan.

Cecenet itu seperti marmot. Dia juga bunga kurung, tapi bentuk kurungannya beda. Jika marmot kurungannya bolong-bolong seperti jaring, cecenet rapat. Bila sudah tua, kurungan yang menjadi pelindung buah cecenet berwarna kuning pucat. Begitu juga warna buahnya. Buah dan kurungan cecenet yang muda berwarna hijau dan pahit rasanya. Beda banget dengan rasa buah yang sudah tua, manis. Kok bisa begitu ya? Itulah yang disebut Allahu Akbar.

Cecenet ini tanaman yang gampangan. Gampangan? Kesannya kaya apa aja gitu ya. Maksud saya, dia itu gampang tumbuh di mana saja, di antara semak-semak bisa, di kuin (tumpukan bekas bongkaran bangunan) pun jadi. Karena mudah tumbuh di mana saja itulah, saya dulu tidak begitu kesulitan mencarinya untuk kemudian direbus dijadikan obat. Cuma pahitnya itu, mantab.

Marasi. Nah, kalau buah yang ini, terus terang saja, tahu pun baru beberapa hari yang lalu. Itu juga hasil dari ngobrol-ngobrol dengan penjaga malam di kampung saya, kemudian saya lanjutkan dengan mengkorek-korek di internet. Kata dia, setelah makan buah marasi, minum air putih jadi manis. Jeruk nipis yang asam pun bisa menjadi manis. Menarik juga. Buah marasi bisa mengubah rasa menjadi manis karena mengandung protein yang disebut curculin. Protein ini bisa tahan di mulut sampai setengah jam sebelum akhirnya rasa manisnya menghilang.

Marasi yang aslinya dari Afrika Barat suka disebut juga dengan parasi, terasi-terasian, atau lemba. Di Papua dikenal dengan nama cua mok. Orang Prabumulih (Palembang) malah lebih ekstrim, mereka menyebutnya buah tahi (sebenarnya sih lengkapnya lentahi). Tanaman yang memiliki nama Latin, Curculigo latifolia, ini termasuk keluarga Hypoxidaceae. Ia herba yang sering dijumpai di pinggiran hutan di seluruh wilayah Indonesia hingga sebagian besar Asia Tenggara. Sosoknya tegak, dengan tinggi kurang dari 1 m. Daun tumbuh langsung dari batang dalam tanah atau rizoma. Bentuknya memanjang dan bertekstur seperti lipatan-lipatan kecil.Sekilas ia tampak seperti anakan salak atau anggrek tanah. Seperti halnya daun,bunga marasi juga muncul dari rizoma, sehingga terlihat seakan-akan tumbuh daritanah. Bunga berwarna kuning cerah, kecil, dengan 6 kelopak. Buahnya berwarna bening keputihan berukuran kira-kira 1 cm dan berbiji banyak kecil-kecil hitam seperti dragon fruit. Tanaman merumpun setinggi 80 cm itu tumbuh liar, terutama di area yang ternaungi pepohonan besar. Marasi cocok di lingkungan yang lembab dan cenderung gelap.

Marasi merupakan pesaing buah ajaib lain yang suka dikenal dengan nama miracle fruit (Synsepalum dulcificum) yang kandungan proteinnya bernama miraculin. Jika curculin di marasi terasa manis (satu-satunya protein yang berasa manis), miraculin di miracle fruit tidak. Anda pernah ketemu atau makan buah ajaib ini?

Wednesday, March 26, 2008

Inspiring Suckling

Berapa musuh anda waktu kecil? Berapa banyak teman masa kanak-kanak anda? Teman atau musuh, saya yakin mereka, sekarang, adalah bagian dari kenangan indah masa kecil anda. Dari masa-masa innocent itu banyak hal yang bisa menginspirasi kita dalam menjalani kehidupan sebagai orang dewasa.

Saat masa kanak-kanak saat yang membahagiakan. Tidak ada namanya sedih seperti sedihnya orang dewasa. Kalaupun nangis, itu hanya sesaat. Tidak berlarut-larut. Setelah itu ketawa-ketiwi lagi dan lupa dengan tangisnya tadi. Saya percaya bila ada kesempatan untuk bisa kembali lagi menikmati masa kecil, mayoritas orang tidak akan menolak kesempatan itu. Bahkan seandainya masa kanak-kanak kita berasal dari keluarga miskin sekalipun. Semiskin-miskinnya sebuah keluarga, yang namanya anak-anak tetap bisa tertawa-tawa gembira.

Bila kita ngeh, kehidupan anak-anak itu merupakan contoh bagus yang patut kita tiru. Banyak pelajaran positif yang diberikan oleh anak-anak. Sadar atau tidak, saat kita kecil sebenarnya kita juga melakukan hal itu. Sayangnya setelah dewasa, kebanyakan dari kita tidak lagi melakukannya. Jika perilaku anak-anak itu bisa memberi warna hidup ini mengapa tidak kita praktekkan? Tentu saja disesuaikan dengan dunianya orang dewasa.

Hal-hal positif dari anak-anak yang bisa kita contoh itu ada banyak. Coba kita perhatikan dan renungkan. Mudah-mudahan mata hati kita jadi terbuka dan menyadari betapa banyak serta berharganya ilmu yang ada di depan mata kita yang berasal dari anak-anak. Kita seharusnya berterima kasih kepada anak-anak maupun masa kanak-kanak kita. Di antara kebaikan anak-anak itu, saya bisa sebutkan di bawah ini.
  1. Spontan
    Anak-anak itu tidak terlalu banyak menimbang-nimbang untuk berbuat. Jika akan melakukan sesuatu, dilaksanakanlah apa yang dia ingin kerjakan itu. Bahkan, yang sebenarnya berbahaya, dia tidak peduli, tetap dilakukan. Bagi kita, kenapa spontanitas itu tidak kita jalankan dalam hal menolong orang misalnya, tanpa harus banyak pertimbangan.
  2. Kreatif
    Coba anda beri sebuah bola kepada seorang anak. Apakah anda yakin bola itu akan ditendang? Mungkin anda akan kaget ketika bola itu dijadikan atau diperlakukan macam-macam selain hanya sekedar ditendang. Kreatif, bila anda ingin tahu, merupakan perangkat yang penting dimiliki jika ingin tetap survive dan menjadi lebih baik.
  3. Tidak mudah menyerah
    Dalam kehidupan anak-anak, tidak ada istilah menyerah. Anda pernah menemukan anak yang sedang belajar berjalan, jatuh, kemudian tidak mau berjalan lagi? Never. Mereka tidak menyerah. Selalu berdiri lagi dan belajar lagi. Sebagai orang dewasa, sering ketika kegagalan muncul terus memutuskan berhenti, bahkan saat kegagalan itu adalah kegagalan yang pertama.
  4. Berani/mau mencoba
    Orang dewasa kadang-kadang tidak berani mencoba sesuatu. Gara-garanya sepele, kata orang tidak enak lah, jauh lah, sulit lah, dan lah-lah yang lain. Buat seorang anak, apapun kata orang peduli amat, dia akan tetap mencoba. Keberanian atau kemauan untuk mencoba ini memang terkait erat dengan sifat yang kelima di bawah ini, curious.
  5. Curious
    Keinginan belajar atau rasa ingin tahu yang besar itulah yang dimaksud dengan curious. Karena keingintahuannya yang tinggi kadang-kadang anak tidak peduli yang dilakukan itu bahaya atau tidak baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain. Saya pernah kesetrum karena menggendong balita. Kok bisa? Penyebabnya adalah telunjuknya dia masukkan ke dalam lubang stopkontak. Akibatnya, ya kesetrumlah kami berdua. Kesetrum kok rombongan ya.
  6. Gembira
    Anak-anak itu banyak tertawa, dan itulah sebabnya tidak ada anak yang stres. Kita tertawa karena gembira. Jika saat sedih namanya bukan tertawa neng, tetapi menangis. Semua orang sudah tahu itu. Banyaklah tertawa, bergembiralah, seperti anak-anak, maka anda akan jauh dari stres. Bahkan saat ini di banyak negara, termasuk Indonesia, bermunculan klub tertawa. Tujuannya tentu saja untuk membuat hidup ini lebih sehat. Tapi ingat, jangat tertawa-tertawa sendiri bila sedang berjalan.
  7. Mudah memaafkan
    Anak-anak adalah mahluk pemaaf. Jika mereka disakiti, dalam waktu sebentar dia sudah lupa atau melupakannya. Tidak ada rasa dendam di hatinya karena pada dasarnya anak-anak itu bukan pendendam. Anak-anak akan main lagi dengan mereka yang membuatnya menangis dan dia melupakan tindakan yang telah membuatnya menangis itu. Tidak pernah ada cerita seorang anak memiliki dendam kesumat yang dibawanya sampai bertahun-tahun. Di antara orang dewasa, tidak sedikit yang membawa dendamnya terhadap orang lain sampai tahunan, bahkan sampai mati. Orang dewasa tidak gampang menghilangkan dendam dalam hatinya. Meskipun secara lahir sudah memaafkan, sudah salaman, sudah tersenyum (palsu), batinnya tidak mudah begitu saja melupakannya. Makanya ada istilah ‘dendamnya sampai ke liang kubur.’ Nah, jika anak-anak dapat dengan mudah memaafkan, bisakah anda meniru mereka?
Barangkali anda masih bisa menambahkan lagi sifat positif anak lainnya yang seharusnya menjadi pelajaran bagi orang dewasa. Karena jelas-jelas banyak nilai positifnya, asalkan tentu saja proporsional, tidak berlebihan, mengapa tidak kita terapkan dalam kehidupan kita? Tidak ada ruginya kok. Percayalah.

Tuesday, March 25, 2008

Saya Korban Penodongan

Sebelumnya saya tidak punya firasat apa-apa. Kalau mimpi buruk sih memang iya. Namun saya anggap itu hal biasa. Mimpi buruk itu sering saya alami bila tidurnya kelamaan atau sudah bangun kemudian tidur lagi. Hari itu memang saya mimpi yang tidak menyenangkan. Saya pikir itu bukan sebuah firasat buruk. Tapi sebaiknya saya mulai saja kisah ini, sehari sebelum kejadian.

Hari itu Minggu (23/3). Sesuai janji hari itu saya punya rencana bersama teman-teman kerja main ke rumah teman sekantor juga yang habis melahirkan. Kami akan kumpul dulu di Panaragan Kidul sebelum ke rumah yang akan didatangi di daerah Ciomas. Saat itu memang ada pemilihan kepala desa di desa saya jadi sebelum berangkat saya sempatkan dulu ke tempat pencoblosan meskipun kemudian saya batalkan setelah melihat antriannya yang menyemut. Saya terpaksa tidak menggunakan hak saya dalam pilkada tingkat desa ini karena sudah terikat janji. Saya akan terlambat memenuhi janji bila harus bergabung dengan semut-semut yang antri.

Meninggalkan lokasi pilkada, saya naik angkot menuju Bogor (Panaragan Kidul). Saya berangkat bersama istri dan anak terkecil saya. Tidak ada kejadian apa-apa di angkot atau di jalan yang perlu diceritakan di sini. Kami selamat sampai di Terminal Bubulak. Dari terminal transit itu disambung dengan angkot 03 jurusan Baranangsiang. Di dalam angkot belum penuh, masih ada beberapa tempat yang belum terisi. Penumpang yang sudah ada di dalam melakukan aktifitas masing-masing sambil menunggu angkot penuh. Saya lihat enam pemuda sedang ngobrol. Mereka duduk saling berhadapan tiga tiga di tempat duduk dekat kaca belakang.

Angkot berangkat setelah semua tempat duduk terisi. Keluar dari Terminal Bubulak tidak lama kemudian angkot masuk jalan SBJ. Enam pemuda yang duduk berhadap-hadapan tadi saling melirik. Isyarat apa yang dikomunikasikan saya tidak tahu. Barangkali sebuah kode yang hanya diketahui di antara mereka sendiri. Dari keenam pemuda itu, ada satu yang tampangnya menarik perhatian saya. Mukanya lebar. Mulutnya lebar seperti milik Rossa pelantun Ayat-ayat Cinta. Rambutnya lurus berponi, terlihat menggelikan bagi seorang laki-laki. Kulitnya agak kelam. Dia duduk di pojok dekat jendela belakang.

Tiba-tiba temannya yang duduk di depan si poni menyodorkan tangan ke arah dia. Di tangannya ada bungkus plastik yang saya lihat tadi tergeletak di pinggiran dekat kaca belakang. Si poni menggelengkan kepalanya. Dia menolak biskuit rasa abon yang ditawarkan temannya.

Bila melihat tampang-tampangnya, mereka seumuran mahasiswa. Tapi pasti mereka tidak sedang berangkat kuliah karena hari itu hari Minggu. Terus apa yang sedang mereka rencanakan dan hendak ke mana, saya tidak tahu. Saat saya turun di depan swalayan Naga, mereka masih ada di dalam. Mereka tidak ada urusan dengan saya.

Sebenarnya saat di angkot tadi saya terima sms. Pesan itu mengabarkan bahwa teman yang akan didatangi sedang ada di rumah sakit. Dia menunggu bayinya yang diopname. Karena sebelumnya sudah sepakat ketemuan di Panaragan Kidul dulu, maka saya tetap turun di depan swalayan Naga kemudian menyeberang jalan menuju tempat pertemuan itu. Di tempat yang sudah disepakati, BEC, telah ada beberapa teman yang menunggu. Setelah semua datang, kami berangkat menuju rumah sakit. Rupanya teman yang akan ditengok itu akan pulang sementara bayinya yang sakit masih diopname. Kami semua akhirnya balik lagi ke rumahnya yang di Ciomas Permai dengan mencarter angkot. Saya sendiri membonceng teman yang bawa motor.

Setelah ngobrol beberapa lama dan juga disambung main ke rumah teman yang lain yang juga satu komplek, kami pulang. Waktu itu sudah jam dua lebih. Di dua rumah tadi hanya makan kue dan biskuit. Buat perut kampung seperti kepunyaan saya, kalau belum makan nasi belum makan namanya. Perut juga akan protes dan teriak lapar. Maklumlah, karena dari kecil dibiasakan seperti itu. Oleh karenanya sebelum pulang mampir dulu ke warung. Tadinya saya ingin makan soto lamongan. Namun, karena semua ingin ke mi ayam, terpaksa saya ngikut. Lumayanlah, makan nasinya diganti mi, sama-sama karbohidrat. Dari lima orang yang makan mi itu, cowoknya dua saya dan anak bontot saya, yang tiga perempuan istri saya dan dua teman gawe saya. Dua teman ngantor saya ini masih jomblo dan ngekost. Saya tahu rasanya jadi anak kost karena saya pernah ngekost enam tahun di Semarang, setahun di Jakarta, dua tahun di Bogor. Karena itulah, semua yang dimakan dua jomblo kost ini saya bayari. Saya bukan bermaksud pamer. Hanya menunjukkan kepada anda bahwa saya ini orang yang baik hati dan tidak sombong. Ehm.

Tadinya saat main di Ciomas, kami banyakan. Kemudian sebagian ijin memisahkan diri untuk pulang duluan atau karena ada keperluan lain. Jadi saat makan mi itu, tinggal kami berlima saja. Dari warung mi itu, saya sekeluarga belanja dulu di PJM dan toko mainan di dekat tempat itu. Setelah itu baru kami pulang dan sampai di depan komplek tempat tinggal kami sekitar jam 16.30. Pilkada yang diselenggarakan di dekat tempat saya turun angkot sudah selesai tetapi masih ramai orang-orang yang menunggu hasil penghitungan suara. Saya hanya melihat sekilas sebelum naik ojek.

Esok harinya, Senin (24/3), saya harus berangkat kerja. Badan terasa segar setelah tidur cukup. Mimpi buruk tadi malam tidak terlalu mengganggu kenyenyakan tidur saya. Seperti hari-hari kerja lainnya, saya naik ojek dari dekat rumah kemudian disambung angkot menuju Terminal Bubulak. Semua lancar sampai di terminal. Untuk sampai di kantor, masih satu lagi angkot yang harus saya naiki dari terminal itu. Saya lebih sering menggunakan angkot 03, meskipun sebenarnya 02 juga bisa.

Angkot 03 saya tidak lama menunggu penumpangnya karena hari itu Senin dan banyak komuter yang berangkat kerja. Dalam waktu singkat, angkot penuh. Mayoritas penumpangnya laki-laki. Saya sempat perhatikan wajah mereka satu-persatu. Itu yang suka saya lakukan bila naik angkot. Saya ingin tahu siapa saja sih teman seperjalanan saya. Kayaknya mereka tidak saling kenal tapi bisa saja sebenarnya mereka saling mengenal. Who knows? Sering operandi komplotan copet yang beroperasi di angkot modusnya seperti itu. Mereka bergerombol, mengerumuni calon korbannya. Kadang-kadang disertai kepura-puraan seperti mau muntah atau menjatuhkan barang (uang receh misalnya) sehingga membuat calon korban sibuk. Saya hanya bisa berdoa mudah-mudahan angkot saya ini tidak dipenuhi gerombolan pencopet. Dan alhamdulillah saya turun dengan selamat tanpa kurang suatu apapun.

Dari turun angkot menuju kantor saya, cukup jalan kaki. Paling memerlukan waktu lima menit. Pagi itu cerah. Gunung Salak yang selalu saya amati setiap kali saya jalan menuju kantor puncaknya diselimuti sedikit awan. Namun masih tetap anggun dan cantik. Rasanya hari itu akan berjalan dengan lancar dan baik. Ternyata saya keliru. Begitu masuk kantor ada dua perempuan yang mengeroyok saya. Mereka menodong saya. Mereka perempuan muda, satunya lagi ibu-ibu yang lagi hamil besar, mungkin tidak lama lagi melahirkan. Saya tidak bisa apa-apa. Mau teriak minta tolong, malu, meskipun ada orang lain di sekitar itu. Saya pasrah, cari aman, daripada nanti diapa-apain. Saya hanya bisa bilang, anda nggak usah serius-serius amat lah membacanya. Mereka teman kantor saya juga kok. Mereka nodong saya untuk minta ditraktir. Mereka dengar saya kemarin mentraktir mi ayam dua teman kerja yang lain. Kebetulan dua penodong ini kemarin waktu ikut main di Ciomas pamitan pulang duluan.

Monday, March 24, 2008

Kucing dalam Karung

Agak mirip dengan judul tulisan sebelumnya, yang satu kompos satunya lagi kucing. Tentu saja tidak ada kaitannya sama sekali. Kompos bukan makanan kucing, kucing tidak cocok dibuat kompos. Bisa memang, tapi aneh dan kejam bila binatang lucu itu dibuat kompos.

Saya sengaja memberi judul blog ini seperti itu. Hal ini terkait dengan peristiwa yang terjadi baru-baru ini di desa saya. Ada pemilihan kepala desa yang sedang berlangsung. Calonnya berjumlah lima orang. Dari semua calon ini, tidak ada yang layak untuk dipilih. Masalahnya bukan apa-apa. Bila kita memilih seseorang untuk dijadikan pemimpin, kan tidak bisa begitu saja seperti kita memilih sandal di pasar. Kita harus yakin benar bagaimana performance dan terutama sikap mentalnya, positif tidak.

Yang terjadi adalah, dan saya rasa ini bukan masalah saya saja tetapi juga mayoritas warga yang menjadi tetangga-tetangga di lingkungan saya, mereka yang mencalonkan diri untuk dipilih sebagai kepala desa adalah layaknya kucing dalam karung. Tidak jelas belang-bontengnya. Dari lima calon, yang dua adalah incumbent (kepala desa yang sekarang menjabat) dan mantan kepala desa sebelumnya. Saya memang kenal dengan mereka. Artinya, saya tahu bahwa mereka adalah kepala desa yang sekarang dan mantan kepala desa. Namun dari track record yang mereka miliki, keduanya memiliki catatan yang kurang bagus. Dengan raport yang banyak merahnya ini, tentu saja warga tidak akan memilih mereka lagi. Bagaimanapun juga, itu hak mereka bila tetap nekat mencalonkan diri lagi.

Tiga calon lainnya, persis seperti judul tulisan ini. Saya menghadapi kucing dalam karung. Sama sekali blank tentang hal-ikhwal mereka. Hanya kabar-kabur yang saya peroleh dan dengar. Sudah tentu hal ini bukan landasan yang bagus untuk menentukan pilihan. Mereka bertiga, juga dua calon lainnya, hanya menempelkan gambar-bambar mereka di tiang-tiang listrik dan tembok rumah orang untuk kampanye. Dua calon di antaranya juga menyertakan visi misi di bawah gambar diri yang mereka tempelkan. Tiga calon yang merupakan pendatang baru, hanya dikenal oleh tetangga rumahnya dan buat saya yang bukan tetangga mereka, tahu mereka hanya dari gambar yang ditempel. Sekalipun, saya belum pernah ketemu.

Sebuah keputusan sulit. Bagaimanapun juga saya mendatangi undangan pencoblosan itu. Awalnya saya memang berencana mau berperan serta mensukseskan hajatan desa tersebut. Acaranya diadakan hari Minggu (23/3) di lapangan parkir pinggir jalan depan pertokoan di komplek tempat saya tinggal. Kebetulan hari itu saya juga mau ke Bogor. Jadi sekalian, sebelum ke Bogor menyempatkan diri dulu mencoblos. Saat sampai di lokasi, lapangan parkir sudah penuh manusia. Antrian begitu panjangnya, baik antrian untuk laki-laki maupun perempuan. Panitia sengaja membagi antrian menjadi dua berdasarkan jenis kelamin. Bagus. Masalah yang muncul buat saya adalah, saya sudah punya janji dengan orang di Bogor sementara antrian begitu padatnya. Dan tidak mungkin saya bisa menepati janji bila menunggu sampai giliran saya mencoblos tiba.

Akhirnya saya putuskan saya tidak menggunakan hak saya. Pertimbangan saya adalah dari lima calon, yang dua memiliki track record negatif sedangkan tiga sisanya merupakan kucing dalam karung. Saya tidak mau memilih kucing. Mending kalau yang saya ambil kucing anggora yang lembut atau kucing persia yang anggun. Lha yang saya comot ternyata kucing garong, gimana coba? Kucing yang suka main sikat main embat apa sing liwat. Susah kan jadinya?

Di republik ini, jadi pemimpin memang tidak gampang. Tetapi, yang lebih susah lagi jadi rakyatnya. Pemimpin-pemimpin kita yang notabene dipercayai memegang amanah malah banyak yang mengkhiantai yang memberi amanah. Berapa banyak kasus korupsi yang terjadi? Tidak kehitung. Bila kpk mengungkap kasus-kasus korupsi yang ada, itu mah hanya seujung kuku. Korupsi-korupsi yang disidangkan itu kan hanya puncaknya gunung es yang terlihat di permukaan. Yang tidak kelihatan, bisa menenggelamkan kapal yang ditumpangi rakyat jelata bangsa ini. Bila anda melihat film Titanic, cerita tentang sebuah kapal yang dipromosikan tidak mungkin tenggelam itu karam bukan karena puncak es yang terlihat oleh nakoda, tetapi punggung gunung es dalam laut yang membobolkan lambung kapal mewah itu. Seperti itu juga bangsa ini. Lambung bangsa ini akan jebol juga oleh gunung es korupsi bila tindakan egois itu tidak segera diatasi. Kadang-kadang, sebagai rakyat yang tidak tahu apa-apa, sering muncul pertanyaan kenapa mereka yang korupsi itu tidak dimatikan saja.

Bila sudah berurusan dengan pemimpin, kita ini seperti masuk barisan laskar bingung. Kita bingung melihat pemimpin yang tidak amanah. Kita terheran-heran menyaksikan mereka yang lebih memprioritaskan kepentingan diri dan keluarganya daripada orang-orang yang dipimpinnya. Seringkali kita terkejut mengetahui orang-orang yang seharusnya menjadi panutan malah melakukan perbuatan yang melanggar hukum maupun norma susila. Kita terbengong-bengong menemukan pemimpin yang suka jalan-jalan ke luar kota atau negeri dengan alasan dinas yang sebenarnya tidak penting dan mengada-ada. Kita bingung menemukan diri sendiri terdampar di negeri yang rakyatnya hanya baru bisa mimpi.

Pemilihan kepala desa di lingkungan tinggal saya akhirnya kelar. Calon yang memiliki tim sukses lebih baik dan terorganisir pada akhirnya yang memenangkan pemilihan. Meskipun pemenang ini menyebarkan buku visi dan misi yang bisa dipelajari, bagi saya dia tetap kucing dalam karung. Dengan adanya isu money politic atau suka disebut dengan serangan fajar yang berhembus di seputar kemenangannya, bayangan kepemimpinan yang tidak amanah menggantung di depan mata. Komplek tempat saya tinggal memang tidak masuk sasaran pembagian amplop berisi Rp.20.000 karena mereka tahu taktik itu tidak akan efektif. Mereka membagi-bagikannya di perkampungan-perkampungan yang penduduknya secara ekonomi lebih rendah.

13 April nanti Jawa Barat juga akan memperdagangkan kucing dalam karung. Calon-calon gubernur dan wakilnya bagi sebagian besar masyarakat pemilih tetap sebagai kucing dalam karung. Beberapa di antara calon itu memang populer, tetapi visi dan misi sebenarnya yang diusung tetap menjadi tanda tanya. Popularitas tidak otomatis menjadikan mereka bukan kucing dalam karung.

Sunday, March 23, 2008

Kompos dalam Karung

Saya pernah janji kepada anda dalam blog saya yang berjudul Pemanasan Celana Dalam untuk menulis cara membuat kompos. Sekarang, janji itu saya penuhi. Mudah-mudahan saja bisa bermanfaat bagi anda atau siapapun yang membaca tulisan ini.

Dampak limbah plastik yang menjadi penyumbang terjadinya pemanasan global memang benar-benar dahsyat. Sampah plastik yang baru bisa hancur setelah 1000 tahun membuka mata kita, betapa barang itu mengandung bahaya potensial. Apa jadinya bumi ini bila plastik masih terus dikonsumsi dan mendominasi segala macam kebutuhan hidup manusia. Sekedar anda ketahui, di Indonesia saja ada 300 juta kantong plastik yang dibuang setiap tahunnya. Berapa jumlah total di seluruh dunia?

Banyak kampanye dan publikasi yang menginformasikan betapa pentingnya ozone bagi bumi. Sebagai pelindung bumi terhadap sinar ultraviolet, ozone harus terus dijaga. Namun polusi yang terjadi di bumi terus mempertipis lapisan ozone. Asap yang keluar dari cerobong pabrik atau sampah yang dibakar menjadi salah satu penyebabnya. Tentang cerobong pabrik, bila anda pemilik pabriknya barangkali anda perlu mulai memikirkan bagaimana asap yang keluar dari cerobong bisa ramah lingkungan. Mengenai sampah, anda pasti punya. Pada dasarnya kita semua produsen sampah. Anda akan pusing sendiri bila tahu jumlah sampah yang anda hasilkan selama sehari, seminggu, sebulan, setahun. Daripada sampah-sampah itu dibakar, kenapa tidak didaur ulang saja menjadi kompos. Gampang kok caranya. Tidak perlu teknologi dan peralatan canggih. Untuk mengubah sampah menjadi kompos, cukup menjalankan langkah-langkah sederhana. Saya akan kasih tahu caranya nanti.

Kompos itu produk ramah lingkungan. Pasti itu. Dia itu kan hasil penguraian sampah organik yang akan dengan mudah diproses dan diserap bumi. Dengan penanganan yang benar, sampah organik kita bisa menjadi kompos dalam waktu enam minggu. Bandingkan bila sampah itu didiamkan saja dan alam yang memproses, diperlukan waktu enam bulan, baru sampah itu menjadi kompos. Jadi kita akan menghemat waktu hampir lima bulan bila mau bercapek-capek sedikit mengolahnya.

Sebelum cara membuat kompos saya tuliskan, sebaiknya anda perlu tahu tetek-bengek yang terkait dengannya. Dengan demikian nanti tidak akan bertanya-tanya lagi saat mengikuti langkah-langkah dalam proses pembuatan kompos.

Pertama, yang perlu diketahui adalah bahan baku utama membuat kompos, yaitu sampah itu sendiri. Ada dua jenis sampah yaitu organik dan anorganik. Kita harus memisahkan sampah berdasarkan jenisnya. Yang termasuk sampah organik dan bisa dijadikan bahan kompos adalah sampah coklat (daun kering, rumput kering, serbuk gergaji, serutan kayu, sekam, jerami, kulit jagung, kertas yang tidak mengkilat, tangkai sayuran) dan sampah hijau (sayuran, buah-buahan, potongan rumput segar, daun segar, sampah dapur, ampas teh/kopi, kulit telur, pupuk kandang). Sedangkan yang masuk kelompok sampah anorganik adalah plastik, stereoform, kertas (mengkilat), logam, dan kaca.

Selain itu ada bahan-bahan yang sebaiknya tidak dibuat kompos yaitu:
  1. Daging, ikan, kulit udang, tulang, susu, keju, lemak/minyak, ampas kelapa, sisa sayuran yang bersantan (menyebabkan munculnya belatung).
  2. Kotoran anjing & kucing (kemungkinan membawa penyakit).
  3. Tanaman yang berhama (hama dan bijinya masih terkandung dalam kompos jadi).
  4. Ranting, dahan, dan batang kayu yang tidak mudah hancur dalam kompos (mengundang rayap).
Kedua, starter yang digunakan untuk mengurai sampah menjadi kompos. Di toko pertanian sebenarnya dijual starter siap pakai seperti EM4 (effective microorganism 4), tapi barangkali anda akan lebih puas jika bisa membuat sendiri. Selain itu, hemat. Starter yang dijual di toko harganya berkisar Rp.15.000. Mungkin lebih, mungkin bisa kurang. Anda cek saja sendiri deh. Yang pasti, anda tidak akan keluar uang sepeserpun bila membuatnya sendiri.

Starter buatan sendiri ini biasa disebut dengan MOL (mikro organisme lokal). Bahan yang digunakan untuk membuatnya bisa bermacam-macam, tergantung selera. Namun, di sini saya akan menjelaskan cara membuat MOL yang bahannya mudah didapat. Di rumah ada nasi kan? Kita bisa membuat MOL dari nasi, yang baru maupun basi.

Langkah-langkah membuat MOL yang merupakan starter dalam pengomposan:
  1. Nasi (baru maupun basi) dibentuk bulat sebesar bola ping-pong sebanyak 4 buah.
  2. Diamkan selama tiga hari sampai keluar jamur yang berwarna kuning, jingga, dan abu-abu.
  3. Bola nasi jamuran kemudian dimasukkan ke dalam botol/wadah plastik.
  4. Tuang air satu gayung yang sudah dicampur gula sebanyak empat sendok makan ke dalam botol/wadah yang berisi nasi jamuran.
  5. Diamkan selama satu minggu. Campuran nasi dan air gula tersebut akan berbau asem seperti tape/peuyeum.
  6. MOL sudah bisa digunakan sebagai starter untuk membuat kompos dengan dicampur air. Perbandingan MOL dengan air sebesar 1:5.
Ketiga, wadah untuk memproses sampah menjadi kompos. Wadah ini biasa disebut dengan komposter. Macam-macam jenisnya, ada yang terbuat dari batako, gentong plastik, ada yang namanya keranjang takakura, bahkan bila mau bisa beli jadi yang harganya sampai ratusan ribu. Tapi sekali lagi, anda mungkin akan balik kanan bila mau bikin kompos saja kok repot amat. Apalagi selain repot, mahal lagi. Mending dibuang ke kali deh, beres urusannya. Nggak usahlah ikut-ikutan birokrat hitam yang berprinsip “bila bisa dipersulit kenapa harus dipermudah.” Kita balik saja prinsip itu menjadi “bila dapat dipermudah kenapa mesti dibikin susah.” Kita gunakan karung sebagai tempat membuat kompos. Gampang kan? Di rumah pasti anda punya karung. Jika tidak ada, minta tolong saja emak anda untuk beli beras yang 20 kiloan. Berasnya dimasak jadi nasi kemudian dimakan, sebagian dibikin MOL, karungnya buat komposter.

Keempat, remeh-temeh. Sampah coklat kaya kandungan karbon (C) yang merupakan sumber energi makanan untuk mikroba. Sampah hijau mengandung nitrogen (N) yang diperlukan oleh mikroba untuk tumbuh dan berkembang biak. Sampah organik secara alami akan mengalami penguraian oleh ratusan jenis mikroba, enzim, jamur, dan binatang tanah. Proses penguraian memerlukan suhu tertentu, kelembaban, dan oksigen (udara segar).

Setelah semua hal di atas anda mengerti, sekarang waktunya melakukan tahap-tahap pengomposan. Kita gunakan karung sebagai wadahnya.
  • Langkah 1:

    Potong/cacah dengan ukuran 2 s/d 3 cm sampah organik yang akan dibuat kompos.
  • Langkah 2:

    Campur sampah coklat dan sampah hijau dengan perbandingan 1:2. Jika terlalu banyak sampah coklat, pengomposan akan memakan waktu lama.
  • Langkah 3:

    Ratakan sampah yang akan dibuat kompos sebelum dicampur dengan MOL.
  • Langkah 4:

    Sirami permukaan sampah secara merata dengan MOL.
  • Langkah 5:

    Aduk agar MOL tercampur merata. Siram kembali dengan MOL sampai sampah terlihat basah kemudian aduk kembali.
  • Langkah 6:

    Masukkan sampah ke dalam karung, setelah diangin-anginkan sebentar. Kemudian karung diikat agar tidak diacak-acak kucing, anjing, atau ayam.
  • Langkah 7:

    Karung ditusuk-tusuk dengan obeng atau alat lainnya secara merata agar oksigen (udara segar) bisa masuk.
  • Langkah 8:

    Simpan di tempat yang tidak kehujanan dan tidak terkena sinar matahari langsung.
  • Langkah 9:
    Seminggu sekali Langkah 3 s/d 8 diulang kembali. Dalam waktu enam minggu kompos sudah jadi dan siap digunakan.



Catatan:
  • Minggu ke-1 dan ke-2 mikroba mulai bekerja, suhu mencapai 45-65C. Karung terasa hangat bila dipegang.
  • Minggu ke-3 dan ke-4 suhu mulai menurun menjadi sekitar 40C.
  • Minggu ke-5 dan ke-6 suhu kembali normal seperti suhu tanah, kompos sudah jadi/matang.
  • Kompos yang sudah jadi berwarna coklat kehitam-hitaman dan baunya seperti tanah.
  • Kompos bisa disimpan di dalam karung sebelum digunakan.

Saturday, March 22, 2008

Oedipus vs Electra

Oedipus itu seorang raja dari kota Thebes di Yunani sana. Pernah ke Thebes? Sama kalau begitu. Sama-sama belum pernah ke sana. Tidak usah maksain lah jika nggak punya doku buat melancong ke kota itu. Saya juga sekedar nanya doang kok. Saya hanya ingin berbagi cerita tentang Oedipus, juga Electra. Anda akan ngerti, asal anda mau baca saja.

Saya masih ingat dulu pernah dapat tugas membuat ringkasan dari sebuah bacaan. Nama tugasnya adalah book report. Dan itu juga nama mata kuliahnya. Waktu itu, ada beberapa buku pilihan yang ditawarkan sebagai bahan bacaan yang kemudian harus diringkas dalam bentuk laporan. Salah satunya adalah Oedipus Rex, atau dikenal juga dengan nama Oedipus the King. Sebuah naskah drama yang ditulis oleh Sophocles dan dipentaskan pertama kali tahun 429 SM. Jadul banget ya? Hanya itu yang saya ingat. Mengenai isinya apa, jangan tanya. Saya harus baca lagi untuk bisa menjawab pertanyaan seperti itu. Maklum sudah puluhan tahun lalu. Itu tentang tugas yang dulu pernah saya buat yang ada kaitannya dengan nama Oedipus.

Kembali tentang Oedipus yang sebenarnya. Dia yang dalam mitologi Yunani ini merupakan seorang raja, memiliki keinginan yang tidak lumrah. Karena hasratnya yang tidak wajar, dia kemudian melakukan tindakan yang tercela. Apa itu? Oedipus diramalkan akan membunuh ayahnya sendiri agar bisa mengawini ibunya, sebab dia cinta mati dengan ibunya sendiri sehingga sampai tega berbuat seperti itu. Akibat perbuatannya ini lah yang membawa kehancuran bagi kota maupun keluarganya. Legenda ini sudah banyak dikisahkan dan memiliki banyak versi. Apa yang pernah anda baca atau dengar mungkin saja memiliki versi yang berbeda dengan kepunyaan saya.

Bangsa kita juga memiliki legenda yang mirip lakon raja Oedipus. Tahu Sangkuriang? Dia juga ingin memperistri ibunya sendiri, Dayang Sumbi. Bedanya, jika Oedipus tahu dari awal bahwa perempuan yang mau dikawin itu ibunya sendiri, Sangkuriang tidak. Karena sejak kecil Sangkuriang sudah dipisahkan dari ibunya, maka ketika dia dewasa kemudian jatuh cinta kepada seorang perempuan cantik, dia tidak tahu bahwa perempuan yang membuatnya falling in love itu ibunya sendiri. Begitu juga dengan perempuan itu. Dayang Sumbi awalnya tidak menyadari jika kekasihnya adalah anaknya.

Seru juga ya kisah cinta antara emak dan anak tersebut. Tapi amit-amit deh, jangan sampai kisah ini dialami siapapun. Semoga hanya sebatas dongeng. Bagi masyarakat Sunda, legenda ini demikian populer. Legenda ini masyhur karena terkait dengan cerita terbentuknya Gunung Tangkuban Perahu, Gunung Burangrang, Gunung Bukit Tunggul, dan Danau Bandung. Ingin tahu akhir kisah cinta Sangkuriang dan Dayang Sumbi? Beli dong bukunya!

Kemudian tentang Electra. Nama ini nggak ada urusannya dengan listrik. Barangkali anda pernah nonton film yang berjudul Elektra yang dibintangi Jennifer Garner produksi tahun 2005? Cerita tentang jagoan perempuan buta yang bernama Elektra. Nama Elektra bisa jadi diilhami oleh Electra yang pakai ‘c’. Mengenai isinya, juga nggak ada kaitannya blas (sama sekali) dengan kisah tentang Electra yang dari Yunani sana. Ngapain diceritakan kalau begitu?

Electra sendiri adalah nama putri dari raja Agamemnon dan permaisuri Clytemnestra dalam mitologi Yunani. Dalam kisahnya, Agamemnon dibunuh oleh cem-cemannya Clytemnestra yang bernama Aegisthus. Electra kemudian diungsikan oleh kakak laki-lakinya, Orestes. Setelah dewasa Electra menikah dengan anak raja Strophius yang bernama Pylades. Atas bantuan suaminya ini, Electra dan Orestes membalaskan kematian ayah tercintanya dengan membunuh Clytemnestra yang tidak lain adalah ibunya sendiri dan Aegisthus.

Oedipus (juga Sangkuriang) maupun Electra, masing-masing tidak ada hubungannya. Baik alur cerita maupun siapa yang menciptakannya. Namun dalam psikologi, antara Oedipus dan Electra kemudian memiliki hubungan. Setelah berhubungan bukan berarti terus kawin. Anda sih mikirnya kawin melulu. Mereka memiliki kaitan dalam hal penyimpangan perilaku. Jika dikatakan sebagai penyakit kejiwaan, bolehlah kalau anda menginginkan begitu.

Oedipus Complex pertama kali diperkenalkan oleh Sigmund Freud. Itu tuh psikoanalis kondang dari Austria. Oedipus dia ambil dari nama tokoh rekaan Sophocles yang saya ceritakan di atas. Oedipus Complex digunakan untuk menamai penyimpangan sebagaimana yang dilakukan Oedipus Rex. Jika anda lebih jatuh cinta kepada perempuan yang jauh lebih tua, seumuran emak anda, bisa jadi anda menderita Oedipus Complex. Bila anda punya kecenderungan seperti itu, nggak usah malu. Sebenarnya sih nggak papa juga kan? Asal anda mengawini janda, syukur-syukur jomblo, bukan istri orang. Jangan kemudian membunuh suaminya gara-garanya karena anda termimpi-mimpi ingin memiliki istrinya.

Sigmund Freud tidak mempunyai istilah khusus untuk wanita yang memiliki kelainan seperti Oedipus Complex. Dia hanya mengistilahkan dengan ‘perilaku Oedipus perempuan’ (feminine Oedipus attitude) untuk wanita yang lebih suka lawan jenis yang seumuran bapaknya. Oleh Carl Gustav Jung (ilmuwan psikologi dari Swiss) penyimpangan ini diberi label Electra Complex. Anda bisa tebak dari mana datangnya nama Electra. Istilah Electra Complex dikenal juga dengan nama Daddy Issues atau Bernfeld Factor.

Barangkali di lingkungan anda tinggal, anda menemukan pasangan yang jauh banget beda usianya. Anda tidak perlu heran lagi. Oedipus Complex-nya Sigmund dan Electra Complex-nya Carl bisa menjelaskan tentang pasangan-pasangan yang unik itu. Bisa jadi pasangan yang lebih muda merupakan penderita OC jika laki-laki atau EC bila perempuan. Namun perlu diingat juga, tidak otomatis semua orang muda yang mengawini kakek-kakek atau nenek-nenek menderita kelainan ini. Bisa saja mereka terpaksa menikah karena patuh kepada orang tua. Atau mungkin saja mau melakukan itu karena memang pada dasarnya mereka adalah co/ce matre. Orang yang mau dikawin itu tajir.

Omong-omong, saya ini bukan pakar psikologi lho. Jadi, jangan percaya begitu saja apa yang saya pokrolkan ini. Sebaiknya anda tanya kanan-kiri dan mengunjungi perpustakaan untuk mengklarifikasi apa yang saya tulis di sini. Mangga ti payun, ak, teh.

Tuesday, March 18, 2008

True Love


Peringatan:
Anda yang membaca tulisan ini harus berusia 17 ke atas, memiliki
ktp, sehat jasmani rohani, dan berakal sehat alias waras. Bila anda tidak
mematuhinya dan terjadi sesuatu dengan anda, saya tidak bertanggung jawab.
Tulisan ini mengandung apa yang disebut dengan adult material. Yaa… gitu
deeehhh….


Saya pernah nyinggung-nyinggung tentang profesor IPB yang memberi saya bunga kecombrang di blog ini bulan kemarin. Anda yang sudah baca tapi lupa atau anda memang belum pernah membacanya, bisa membacanya lagi dengan mengklik di sini. Karena profesor ini lah saya bela-belain berangkat dari Bogor jam 10 malam menuju Ciamis. Saya dapat undangan pernikahannya yang diadakan di desa Banjarsari, Ciamis.

Tepatnya jam 22.05 wib, 14 Maret, saya dan enam tetangga menggunakan apv berangkat ke Ciamis. Perkiraan lama perjalanan sekitar 7-8 jam. Dari ketujuh penumpang, ada tiga yang bisa nyopir. Sedangkan empat lainnya termasuk saya bisa dibilang tidak becus. Saya sendiri pernah bawa mobil, tapi sori aja, saya tidak berani pegang lagi sekarang. Apalagi perjalanan jauh seperti itu, dan sim saya sudah lama habis masa berlakunya. Nekat namanya jika tetap mau pegang kemudi. Dari tiga yang bisa nyopir, ada satu yang gila. Sialnya, justru yang gila ini yang menyopiri kami.

Anda tahulah, yang saya maksudkan gila di sini tentu saja bukan gila yang sebenarnya. Tapi anda pasti akan sport jantung bila anda naik mobil yang sopirnya lebih menganggap anda dan penumpang lainnya, sebagai kumpulan kambing. Jadi kita ini benar-benar dikambingkan. Nyawa kita dimain-mainkan oleh emosi liarnya. Orang seperti ini menurut saya tidak ada bedanya dengan Lewis Hamilton (Inggris) yang memenangi seri perdana F1 2008 GP Australia atau Valentino Rossi (Italia) yang beberapa kali menjuarai balapan sapi. Lho kok sapi? Ya, rally sapido motor.

Sopir saya yang gila dan para pembalap ini memiliki kesamaan, nyali mereka di atas rata-rata dalam mengendarai. Jika nyali (keberanian) dikombinasikan dengan ketrampilan dan otak kemudian digunakan di Sirkuit Albert Park, Melbourne, Australia atau arena balap di Sentul sana, okelah. Memang itu tempatnya. Jika dia mengkambingkan yang dia sopiri, lain bukan, hanya dirinya sendiri yang menjadi kambing. Nyawa orang lain tidak dipertaruhkan di sini. Celakanya jika otaknya ketinggalan di rumah saat mengemudi, dan mengemudinya bukan di arena balap tapi di jalan umum. Seperti yang saya alami hari Jum’at (14/3) dan Sabtu (15/3) kemarin.

Memang tetangga saya ini jago nyopirnya. Dia berani dan terampil. Namun jika hanya emosi yang dimiliki tanpa dibarengi nalar, ya yang terjadi adalah nekat dan egois. Saya rasa Lewis dan Valentino memiliki skill, pengalaman, dan keberanian sehingga bisa menang di arena balap. Namun bila emosi (nafsu) doang tanpa menggunakan otaknya, ya itu yang dinamakan nekat. Jika juga melibatkan orang lain, ya bisa dikatakan selain nekat sekaligus egois. Kebetulan sekali sopir jagoan tetangga saya itu punya hobi yang sama dengan Valentino, dia juga suka balapan sapi.

Sori agak banyakan nulisnya sopir gila. Yang merasa menjadi sopir gila dan membaca tulisan ini, bertaubatlah. Masih ada kesempatan. Lebih baik memanusiakan kambing, daripada mengkambingkan manusia. Hidup kambing! Saya hanya masih bingung, terkagum-kagum dan berterimakasih kepada Sang Pencipta, ternyata saya masih diberi kesempatan lebih lama berkumpul dengan keluarga juga tetangga dan teman-teman saya.

Memang repot menghadapi sopir gila. Yang bisa saya lakukan adalah hanya mengatakan kepadanya, “Jangan gila dooonggg….”

Setelah semalaman olah raga jantung dan beristirahat tiga kali selepas tol Cileunyi, di sebuah pasar di Ciamis, dan di depan deretan pertokoan di Banjar, saya sampai di desa Sindangjaya, kecamatan Mangunjaya, kabupaten Ciamis, Sabtu (15/3) jam 05.30. Desa ini berjarak 12 km dari Banjarsari yang sebelumnya telah dilewati yang menjadi tempat acara pernikahan profesor IPB. Hari masih belum terang benar. Matahari belum nongol dan sisa kabut semalam belum menghilang. Udara segar alam pedesaan tercium harum memenuhi paru-paru. Yang pasti, saya bisa bernafas lega untuk sesaat. Saya selamat sampai di rumah pak profesor. Selain mobil saya, tadi malam ada dua mobil lain yang berangkat sama-sama dari Bogor yang disopiri tetangga yang juga mengajak keluarganya.

Desa Sindangjaya merupakan desa yang makmur. Hampir di depan sebagian besar rumah terdapat gulungan anyaman bambu yang digunakan menjemur padi hasil panen. Rumah yang berderet di sepanjang jalan desa terlihat kokoh dan bagus-bagus. Meskipun desa, ada sarana tranportasi yang bernama angdes (angkutan desa) seperti angkot di Bogor yang mengantarkan penduduk desa bepergian. Jalannya pun bukan tanah atau bebatuan, tapi aspal, meskipun bukan hotmix. Untuk menuju desa itu dari Banjarsari, mobil saya mengikuti tanda panah yang menuju Lakbok. Saya nggak tahu di mana lokasi persisnya tempat yang namanya Lakbok. Mungkin dari desa Sindangjaya masih terus. Dengar namanya pun baru sekarang.

Mengingat Sindangjaya itu desa yang makmur, wajar saja bila penduduknya bisa menyekolahkan anak tinggi-tinggi. Siapa mengira, profesor yang berasal dari desa seperti itu bisa kuliah di IPB kemudian melanjutkan pendidikan tinggi s2 dan s3-nya di Minnesota Amrik sono. Selain otaknya yang brilian, dukungan ekonomi yang kuat juga berperan. Kami yang sebenarnya tetangga profesor di Bogor, oleh warga setempat dianggap sebagai orang-orang yang hebat seperti profesor yang merupakan penduduk desa itu. Sempat terdengar gumaman mereka ketika saya lewat di dekatnya, “Ini pasti para insinyur dan doktor.” Wuih, siapa berkawan dengan pedagang minyak wangi memang akan tertular bau harumnya.

Setelah sholat subuh dan ngobrol sebentar saya dan rombongan dipindahkan ke rumah lain yang lebih bagus untuk istirahat sejenak dan bersih-bersih badan. Saat istirahat sambil antri kamar mandi, sebuah kue yang disuguhkan menarik perhatian saya maupun yang lain. Bentuknya bagus, warnanya menarik, dan rasanya manis. Sayang saya tidak tahu namanya. Saat saya sudah sampai di rumah kembali dan cerita ke mantan pacar, katanya kue itu namanya noga yang terbuat dari beras. Hebat juga ya orang-orang itu bisa membentuk makanan seperti gelangnya gladiator. Karena tampilannya yang menarik, jadi sayang memakannya.

Kami sempat foto bersama sebelum berangkat ke rumah profesor dan kemudian menuju rumah mempelai perempuan yang menjadi acara akad nikah dan resepsi. Kelihatannya sih rapi-rapi semua. Yang terjadi sebenarnya, sebagian dari kami hanya mandi kucing. Dalam urusan esek-esek mandi kucing memang punya arti lain. Buat saya istilah itu maksudnya membasuh muka dan sebagian badan, jenis ilmu simpanan anak kos yang menjadi berguna untuk saat-saat seperti itu. Quick and simple. Masalah bau jangan tanya, kami punya trik menghilangkan bau yang sudah dipatenkan. Selain masalah waktu yang cuma sebentar karena kami harus sudah ngumpul di rumah profesor jam 07.30, juga begadang semalaman di perjalanan membuat badan tidak fit dan riskan bila harus mandi yang sebenar-benarnya.

Kami berangkat ke rumah profesor. Di rumah beliau, para pengiringnya sudah berkumpul. Begitu telepon dari pihak mempelai perempuan yang ditunggu telah datang, pengantin pria plus pengiringnya berkonvoi menuju kesana. Sopir gila menyopiri lagi mobil yang saya tumpangi. Namanya juga gila, semua orang desa yang ditemui di jalan disapanya. Sampai-sampai petani yang lagi nyangkul di tengah sawah menjulur-julurkan lehernya mencari tahu siapa sebenarnya laki-laki asing yang ada di mobil yang berteriak-teriak menyapanya. Kami yang ada di mobil tertawa terbahak-bahak. Kami semua malu.

Acara ijab kabul diadakan jam 09.00 di masjid Banjarsari, nggak tahu apa nama masjidnya, dekat rumah pengantin perempuan yang menjadi tempat resepsi. Setelah ijab kabul disambung acara resepsi. Selesai makan hidangan yang disajikan, jam 11.15 pamitan pulang. Udara sudah mulai panas. Saya segera masuk mobil. Dalam perjalanan pulang ke Bogor, kembali nasib saya diserahkan ke tangan sopir gila. Nasiiiibbb… nasib.

Tapi okelah. Setidaknya saya sudah punya pengalaman disopiri sopir gila jadi secara mental sudah tidak begitu shock-shock amat. Hanya berdoa yang bisa saya lakukan. Mudah-mudahan acara Fear Factor yang kedua ini bisa berjalan dengan mulus. Perjalanan siang hari rupanya kontras banget dengan malam. Saat jalan malam jalanan terlihat bersih, namun kelihatan kumuh dan berdebu di terang hari. Apapun keadaannya kami bertujuh rame ngobrol di dalam mobil sambil sekali-sekali mengingatkan sopir gila kami.

Fear Factor kedua mencapai puncaknya saat sampai di tanjakan Nagrek. Waktu saya melewati tadi malam, kepekatan malam dan jumlah kendaraan yang tidak terlalu banyak membuat kondisi tidak begitu mengkhawatirkan. Namun saat sekarang harus lewat situ lagi dan disopiri oleh orang yang sama dalam kondisi panas dan jalanan penuh dengan motor dan mobil, sekali lagi, saya hanya bisa berdoa dan pasrah. Informasi tentang tanjakan itu sudah sering saya dengar tetapi baru dua kali, siang itu dan malam sebelumnya, saya melewatinya. Sebenarnya sih sama saja dengan tanjakan-tanjakan yang ada di Puncak, tapi entah mengapa tanjakan itu terkesan lebih mengerikan. Cerita yang beredar selama ini mengkondisikan tanjakan Nagrek yang sebenarnya biasa menjadi menyeramkan. Apalagi sopirnya gila. Begitu tanjakan terlewati, legalah saya. Di ujung tanjakan, saya disambut deretan warung yang menjual oleh-oleh. Mobil saya berhenti di depan salah satu warung itu. Kami kemudian belanja sekedar untuk oleh-oleh yang di rumah. Saya sendiri membeli opak dan ubi cilembu.

Sesuai kesepakatan, setelah habis tanjakan Nagrek, sopirnya diganti. Lebih tenang rasanya naik kendaraan dengan sopir yang lebih hati-hati, tidak emosian, dan tidak egois. Saya dan penumpang lain bisa ngobrol lebih santai. Ngrumpi kemana-mana, termasuk tentu saja pesta pernikahan profesor yang barusan kami datangi. Dari segi usia memang jauh antara pengantin pria dan wanitanya. Selisihnya bisa separuh lebih. Tapi itulah yang namanya love, true love, atau cinta sejati. Mudah-mudahan saja benar-benar true atawa sejati, bukan fake atau artificial. Bagi profesor, ini merupakan pernikahan keduanya setelah sebelumnya divorced. Sedangkan buat pihak perempuan, merupakan perkawinan pertama. Semoga saja bukan hanya yang pertama tetapi yang terakhir. Bukan hanya true love tetapi juga endless love.

Obrolan dalam perjalanan pulang itu tak lepas juga dengan topik yang agak ngeres yang berbau 17 tahun ke atas. Barangkali anda akan penasaran jika tidak saya ceritakan di sini. Biar anda tidak senewen, bolehlah saya tulis juga. Asumsi saya, anda sudah 17 tahun ke atas dan bisa bertanggung jawab dengan apa yang sedang anda baca dan apa yang anda lakukan. Hanya saja saya tidak bertanggung jawab jika anda kemudian sakit perut atau malah menjadi sakit hati setelah membaca cerita di bawah ini.

Konon ada seorang yang bila dilihat usianya sudah tergolong kakek-kakek. Tetapi si kakek ini tidak mau kalah dengan yang muda. Dia beger juga. Kemana-mana naik motor Tiger, kedua lengannya bertato, suka pakai rompi doang meskipun badannya tidak kekar alias kerempeng. Dia suka main perempuan. Yang membuat tidak tahan, si kakek suka mengucapkan istilah-istilah asing yang dia sendiri sebenarnya tidak tahu maksud istilah itu sebenarnya, termasuk yang berkaitan dengan urusan sex.

Suatu hari si kakek dengan bangganya cerita kepada okem-okem muda yang sedang nongkrong di warung kopi. Dengan gagah dia katakan bahwa kemarin dia telah ngesek dengan tiga perempuan sekaligus sampai tiga jam. Anak-anak muda yang mendengarkan menjadi penasaran dan ingin tahu resepnya kakek yang tahan sampai berjam-jam itu. Mereka yang jauh lebih muda saja paling lama hanya setengah jam, itupun hanya dengan satu perempuan. Maka bertanyalah salah satu dari mereka, ”Rahasianya apa bang bisa lama begitu?” Memang meskipun sudah kepala tujuh, si kakek maunya dipanggil abang. ”Saya menggunakan gaya dogi stail (doggy style),” katanya. Yang mendengarkan makin heran. Bagi mereka justru gaya yang seperti itu lebih berat dan melelahkan. Apalagi untuk manusia seusia si abang ini. ”Bukannya itu gaya yang berat bang?” Tanya mereka lagi. ”Oh, tidak,” jawabnya. Kemudian ada yang bertanya lagi, ”Bagaimana sih dogi stail abang kok abang bisa begitu tahan lama?” Dengan bangga si kakek memamerkan dogi stailnya sambil berkata, ”Seperti ini lho. Saya endus-endus mereka.” Hanya karena segan saja mereka kemudian tidak mentertawakan kakek. Dalam hati mereka selanjutnya meneruskan, ”Hiya, setelah diendus-endus kemudian dikorek-korek. Bukan pakai kaki layaknya anjing, tapi menggunakan cotton bud.”

Dengan ngobrol ngalor-ngidul di antaranya seperti itu (penting nggak siihh.....?), tak terasa mobil sudah ada di wilayah Bogor. Rombongan menyempatkan diri mampir dulu makan soto lamongan di dekat Bogor Permai. Kata orang sih enak, buat saya biasa-biasa saja tuh. Tetapi lumayanlah, buat menghangatkan perut. Jam 22.15 mobil sampai di rumah kembali. Dengan demikian, bila dihitung sejak keberangkatan yang jam sepuluh malam juga sehari sebelumnya, maka persis 24 jam saya bisa dikatakan tidak tidur. Kalaupun di mobil merem, itu meremnya ayam (bukan tahi ayam loh), 24-hour awake.

Thursday, March 13, 2008

Pemanasan Celana Dalam

Betul, udaranya yang sejuk semakin memantapkan keputusan saya memilih Bogor sebagai tempat tinggal. Tapi sayangnya, sejuknya udara Bogor yang mengesankan saya itu terjadi bertahun-tahun yang lalu. Saya rasakan saat pertama kali masuk Bogor di tahun 1991 atau 1992. Persisnya saya lupa, maaf. Namun itu bukan hal yang penting untuk diceritakan di sini. Saya akan kisahkan untuk anda tentang kunjungan pertama ke Bogor yang saya lakukan itu. Rasanya itu yang lebih ingin anda baca barangkali. Betul?

Tahun itu saya sengaja ikut main ke rumah teman kuliah yang ngekost di Bogor. Pertama, karena memang saya belum pernah ke Bogor sehingga saat ada ajakan main ke kota hujan itu langsung saya iyakan. Lumayan, kan dijamin nggak kesasar dengan adanya pemandu. Kedua, saya sendiri memang punya rencana akan tinggal di Bogor, jadi selain main juga sekalian survei. Dengan naik KRL dari Jakarta, saya berdua dengan teman yang kostnya di Sempur Kaler, Bogor itu menikmati perjalanan senja hari. Karena harus kuliah dahulu sampai sore, maka perjalanan ke Bogor saya lakukan menjelang petang.

Perjalanan pertama ke Bogor itu juga pengalaman pertama saya naik KRL. Ndeso banget ya, baru sekali-sekalinya naik KRL. Saat kereta lepas dari stasiun Cilebut, stasiun terakhir sebelum stasiun Bogor, udara sejuk menyegarkan menyambut saya. Wajah ini segar banget diterpa angin malam. Saat sampai di Cilebut kira-kira sudah jam tujuhan malam. Saya benar-benar terkesan. Apalagi saat sudah mau masuk stasiun Bogor dan turun dari kereta, betul-betul unforgetable experience. Seluruh badan ini terasa segar banget. Badan yang saat di dalam kereta tadi terasa gerah dan penat karena penumpang yang empet-empetan, begitu kaki menginjak peron stasiun Bogor jadi segar lagi. Pengalaman dengan Bogor yang akan selalu saya ingat. Pasti itu!

Namun sayang seribu kali sayang, segarnya Bogor yang pertama kali saya nikmati saat di stasiun maupun di Sempur Kaler, perkampungan di pinggir sungai Ciliwung yang akhirnya saya kost di daerah itu juga, sekarang sudah hilang. Bogor sudah tidak nyaman lagi. Saat ini Bogor tidak ada bedanya dengan Jakarta, panas dan gerah. Bogor yang saat saya datangi beberapa tahun yang lalu begitu lancar lalu-lintasnya, sekarang berubah menjadi kota seribu angkot. Ada ribuan angkot yang berkeliaran di Bogor. Belum lagi tambahan mobil yang masuk dari Jakarta terutama pada akhir pekan.

Dengan makin padatnya lalu-lintas dan banyaknya rumah maupun pabrik yang dibangun, hal ini bisa menjawab pertanyaan mengapa Bogor sekarang tidak sesegar beberapa tahun yang lalu. Dulu saat masih kost di Sempur Kaler, saya pasti kedinginan di pagi hari. Selalu mencari-cari alasan untuk diri sendiri agar bisa mandi pagi agak siangan. Sekarang ini, Sempur Kaler yang berada di daerah cekungan sebelah sungai Ciliwung yang dulu (katanya) pernah mau ditenggelamkan menjadi bendungan saat pemerintahan presiden Soekarno sudah tidak dingin lagi. Sempur yang ada di bawah saja sudah tidak nyaman, apalagi wilayah-wilayah yang lebih tinggi. Sudah pasti deh mendidih.

Penyebab lain yang dituduh sebagai biang kerok panasnya Bogor, dan kota-kota lain termasuk di luar negeri sono, adalah yang disebut dengan global warming – pemanasan global. Saya pernah tulis di blog ini tentang global warming. Istilah yang saat ini semakin sering kita dengar atau baca. Ada hal-hal tentang pencegahan atau setidaknya memperlambat terjadinya pemanasan global yang saya tulis di situ. Anda bisa akses lagi halaman tentang global warming itu bila mau.

Ada banyak bukti yang menunjukkan bahwa bumi ini semakin panas. Bahkan orang Indonesia sudah menunjukkan kepada dunia bahwa global warming itu sudah terjadi lama. Di tahun 70-an orang kita ada yang membuat film berjudul Bumi Makin Panas. Film esek-esek yang dibintangi Suzanna. Ya, nenek-nenek yang sekarang lagi main film horor bareng sama ambulan itu. Tapi tunggu dulu, sebenarnya sih saya hanya bercanda. Nggak ada urusannya antara filmnya Ali Shahab dengan global warming. Namun saya bisa membuktikan bahwa global warming memang sudah dan sedang terjadi sejak ratusan tahun lalu. Bukti bahwa global warming itu ada adalah berdasarkan celana dalam yang dipakai. Lho? Jika nggak percaya anda bisa lihat bukti di bawah ini.


Saya sendiri sekarang sedang sok menjadi warga dunia yang peduli global warming dan berperan serta memperlambat pemanasan itu dengan membuat kompos. Rencana membuat kompos yang pernah saya sampaikan dalam tulisan berjudul global warming beberapa waktu yang lalu sekarang sudah terlaksana. Saya sudah berhasil mendaur ulang sampah organik yang ada di dalam maupun lingkungan rumah saya. Saat ini sudah ada dua karung kompos jadi yang berhasil saya buat. Dan ada beberapa karung sampah organik lagi yang dalam proses pengkomposan. Bila lancar, dalam waktu yang tidak lama akan ada tambahan berkarung-karung kompos. Tinggal penggunaanya nanti yang perlu saya pikirkan.

Dengan tersedianya kompos siap pakai, jadi muncul ide-ide kreatif dalam pemanfaatannya di kepala saya. Yang pasti saya akan menggunakannya untuk menanam cabe rawit, caisim, dan sayur-sayuran lainnya. Sudah tergambar di kepala saya seolah-olah hal itu sudah terjadi, tanaman yang hijau segar dan subur karena dipupuk dengan kompos. Tidak usah khawatir, buat anda yang tertarik juga membuat kompos seperti yang saya lakukan, saya akan menulisnya di lain waktu. Dengan demikian anda yang belum pernah, bisa belajar dari tulisan yang saya buat. Bagi anda yang sudah pernah dan berpengalaman, anda bisa mengoreksi tulisan saya itu. Mau kan?

Ya sudah, saya pikir cukup di sini dulu sajalah. Lain kesempatan saya akan tulis mengenai remeh-temeh yang terkait dengan kompos. Benda yang saat saya buat sempat membuat saya ragu, jadi nggak ya kira-kira. Dan nggak nyangka ternyata berhasil juga.

Oke bro, jika ada sumur di ladang, bolehlah kita menumpang mandi. Jika ada umur panjang, insyaAllah kita ketemu lagi.

Jika anda geli cicak, janganlah dekat-dekat dengannya, karena dia bisa mematikan. Nggak percaya? Di dunia ini tidak sedikit orang meninggal karena cicak napas.
So what gitu loh…