Monday, January 30, 2006

To Be Remarkable



Ten ways to be remarkable:
  1. You are extraordinarily kind
  2. You have a warm heart
  3. You are especially funny
  4. You are unselfish
  5. You are genuine
  6. You are loyal
  7. You are cheerful
  8. You are trustworthy
  9. You have a fascinating personality
  10. You are a good friend

Tuesday, January 24, 2006

Anak Belajar dari Kehidupannya



Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki.
Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi.
Jika anak dibesarkan dengan ketakutan, ia belajar gelisah.
Jika anak dibesarkan dengan rasa iba, ia belajar menyesali diri.
Jika anak dibesarkan dengan olok-olok, ia belajar rendah diri.
Jika anak dibesarkan dengan iri hati, ia belajar kedengkian.
Jika anak dibesarkan dengan dipermalukan, ia belajar merasa bersalah.
Jika anak dibesarkan dengan dorongan, ia belajar percaya diri.
Jika anak dibesarkan dengan toleransi, ia belajar menahan diri.
Jika anak dibesarkan dengan pujian, ia belajar menghargai.
Jika anak dibesarkan dengan penerimaan, ia belajar mencintai.
Jika anak dibesarkan dengan dukungan, ia belajar menyenangi diri.
Jika anak dibesarkan dengan pengakuan, ia belajar mengenali tujuan.
Jika anak dibesarkan dengan rasa berbagi, ia belajar kedermawanan.
Jika anak dibesarkan dengan kejujuran dan keterbukaan, ia belajar kebenaran dan keadilan.
Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, ia belajar menaruh kepercayaan.
Jika anak dibesarkan dengan persahabatan, ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan.
Jika anak dibesarkan dengan ketenteraman, ia belajar berdamai dengan pikiran.

(Dorothy Law Nolte)

Sunday, January 22, 2006

Selamat Datang Playboy?

Playboy akan terbit di Indonesia? Selamat datang di dunia sekuler kapitalis.
Memang sudah keterlaluan kalo Maret nanti majalah tersebut bener-bener tertib. Banyaknya protes yang muncul atas rencana tersebut sudah bisa menunjukkan bahwa rakyat ini nggak butuh majalah seperti itu. Bila modern diukur dari ada tidaknya kebejatan seperti itu, sudah pasti, rusaklah Indonesia ini.

Generasi muda sekarang yang makin longgar pergaulannya akan semakin menjadi-jadi. Sudah pasti. Munculnya majalah tersebut akan membuat anak-anak kita mempunyai acuan lain yang gampang diperoleh untuk menjadi hedonis. Bagi orang tua, rupanya harus lebih extra hati-hati lagi mendidik putra-putrinya apabila majalah ini benar-benar terbit. Mudah-mudahan saja penerbitannya ditunda sampai waktu tak terbatas atau dilarang sama sekali. Meskipun penggagas majalah ini yakin majalahnya akan terbit.

Avianto pun mengaku sudah mengantongi izin penerbitan. "Izin penerbitan itu sudah keluar sejak akhir November 2005 lalu," lanjutnya.

Kalaupun ada remaja Indonesia seperti Tiara Lestari alias Ayu Lestari alias Amara yang asli Solo ini pernah nongol di cover majalah esek-esek Playboy terbitan Spanyol (Agustus 2005) dan Penthouse terbitan Thailand dan Belanda, semoga hal itu tidak membuat remaja Indonesia lainnya menjadi tergoda.

Memang merupakan godaan yang berat bagi remaja yang sedang mencari identitas. Silau oleh kemilaunya materi dan ketenaran. Siapa yang nggak ingin terlihat up-to-date, cool, dan tajir. Bukan pekerjaan yang gampang membuat remaja kita berpaling dari rangsangan memabukkan itu.

Sekarang bagi kita yang kontra dengan rencana tersebut yang tidak punya wewenang untuk memutuskan tinggal bisa berdoa mudah-mudahan bapak-bapak yang terhormat pembuat keputusan bisa melek mata hati dan pikirannya. Bila ingin membuat rakyat Indonesia yang sudah korup dan brutal ini makin rusak silahkan menyetujui penerbitan majalah tersebut.

Thursday, January 19, 2006

Pohon Harry Potter di Kebun Raya


Tau buku Harry Potter-nya Joanne Katherine Rolling? Dah baca?
Di beberapa serinya disebut-sebut ada sebuah pohon yang berada di hutan terlarang. Namanya pohon Dedalu. Dahan dan rantingnya akan menggapai-gapai untuk memukuli apa saja yang mendekat. Pengen liat kayak apa ujudnya? Di Kebun Raya Bogor tepatnya di lapangan dekat Rumah Anggrek ada pohon tersebut. Akses yang paling cepat untuk mencapainya adalah melalui pintu gerbang 2 yang berada di seberang Pangrango Plaza (d/h Internusa). Sekitar 100 m dari gerbang letaknya di sebelah kanan jalan pohon itu bisa dilihat. Nama Latinnya ditulis di atas plat yang menempel di pohon tersebut yaitu Adansonia Digitata L.

Sekolah untuk Rakyat

Opini ini pernah aku kirim ke PR 31/1/05 tapi ra ono kabare ngasi saiki. PAYAAAAHHH!!

Pemerintah menyediakan fasilitas pendidikan gratis sampai tingkat perguruan tinggi baik di dalam maupun luar negeri bagi 1000 orang terpandai. Sebuah kabar yang sangat menggembirakan bagi mereka yang berotak encer. Terutama rakyat miskin. Cerita ini disampaikan oleh seorang teman yang mengajar di IPB. Dosennya ketika dia mengambil program S2 adalah salah satu dari 1000 orang tersebut.
Masyarakat yang lebih memiliki kecerdasan daripada biaya untuk belajar tentu akan gembira sekali mendengar berita seperti itu. Cuma sayangnya, hal tersebut terjadi di negeri jiran Malaysia. Bagi kita di Indonesia masih sekedar impian. Kita hanya bisa berharap mudah-mudahan pemerintah mau mencontoh kebijakan positif konstruktif tersebut.
Bila menengok pendidikan di Aceh yang dilansir berbagai media massa belakangan ini, sungguh cukup memprihatinkan. Sudah satu bulan lebih bencana lewat, namun masih banyak sekolah dari tingkat SD sampai perguruan tinggi belum bisa menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar. Agar tidak terlalu lama vakum, akhirnya beberapa sekolah melangsungkan proses belajarnya dengan fasilitas seadanya. Dengan menggelar alas plastik dan berteduh di bawah pohon untuk menghindari panas, terpaksa dilakukan. Sudah pasti tidak optimal, tetapi itu lebih baik daripada tidak sama sekali.
Pendidikan yang merupakan hak setiap warga negara harus tetap diupayakan. Adanya sebagian anak-anak Aceh yang belum bisa sekolah lagi pascabencana mau tidak mau terpaksa dimaklumi. Apa boleh buat. Memang kondisi belum memungkinkan. Kita maupun pemerintah, hanya bisa berusaha semaksimal mungkin mengembalikan seperti semula. Tetapi di luar Aceh, anak-anak kita yang tidak bisa memperoleh haknya untuk belajar karena biaya yang selangit sungguh ironis. Kesempatan yang diberikan kepada swasta oleh pemerintah untuk turut mengelola pendidikan di negeri ini menjadi pedang bermata dua. Semakin banyak kesempatan pendidikan ditawarkan. Ini nilai positif yang perlu disambut. Hal lain, terjadi kapitalisasi pendidikan. Orang-orang bisnis atau yang berjiwa wirausaha berlomba-lomba menyelenggarakan pendidikan. Meskipun kualitasnya kadang perlu dipertanyakan, biarpun ada di balik biaya yang tidak murah. Ada anggapan di masyarakat bahwa sekolah mahal pasti berkualitas. Paradigma inilah yang sering dimanipulasi oleh para pengusaha. Mereka tidak salah bila yang dilihat semata-mata keuntungan. Namanya juga pengusaha.
Ujung-ujungnya, stigma pendidikan mahal jadi melekat di benak masyarakat. Jangankan sekolah menengah, apalagi perguruan tinggi, untuk masuk SD saja dibutuhkan biaya jutaan. Munculnya sekolah-sekolah terpadu akhirnya menghasilkan akronim kreatif baru. Karena pentingnya pendidikan, biaya yang mahal terpaksa dibayar juga. Kalau perlu mencari usaha sampingan, atau utangan. Terpadu bagi masyarakat berarti terpaksa pakai duit.
Bagaimana dengan anggota masyarakat yang tidak mampu, apakah mereka tidak berhak mengenyam pendidikan seperti yang lain? Pemerintah dalam hal ini memiliki wewenang penuh untuk mengatur. Jangan sampai muncul pameo rakyat miskin dilarang sekolah. Alokasi APBN untuk bidang pendidikan yang baru mencapai 6% dari total bukan berarti menghilangkan kesempatan rakyat miskin untuk menjadi pandai. Anggaran pendidikan memang belum mencapai 20%. Sebagaimana idealnya dan yang saat ini telah diterapkan di negara lain seperti Malaysia. Dengan dana yang minim perlu dicarikan pemecahan untuk masalah yang ada dalam pendidikan rakyat kita.
Namun demikian, masih ada realita yang cukup menggembirakan. Ternyata masih ada pihak non-pemerintah yang peduli dengan pendidikan tanpa hitung-hitungan biaya. Lembaga-lembaga pendidikan seperti ini perlu mendapat dukungan dari semua pihak. Pemerintah melalui dinas pendidikan dapat mendukung gerak pihak swasta ini dengan menyediakan perangkat regulasi yang diperlukan. Untuk membantu rakyat miskin saat ini, yang dapat dilakukan pemerintah memang masih sebatas membuat aturan yang memihak rakyat. Mengenai biaya, biar swasta yang memikirkan. Salah satu lembaga non-pemerintah yang bisa dijadikan contoh adalah Yayasan Peduli Pendidikan. Yayasan yang berlokasi di Bogor ini membentuk lembaga pendidikan dengan nama BEC atau Bogor EduCARE untuk menjadi kepanjangan tangan pemerintah dalam mencerdaskan bangsa. Kesempatan lulusan SMA atau yang sederajat dari keluarga miskin yang ingin melanjutkan ke pendidikan tinggi diakomodir oleh lembaga ini. Mahasiswa yang belajar di tempat ini dibebaskan 100% dari biaya pendidikan yang senilai tujuh setengah juta rupiah. Biaya yang perlu dikeluarkan oleh mereka hanya uang transport, jajan, dan alat tulis. Efeknya hanya bersifat lokal. Akan tetapi bila banyak pihak di kota lain melakukan hal yang sama, sudah pasti banyak anak-anak kita dari keluarga miskin yang dapat menikmati pendidikan. Sebagaimana teman-teman mereka yang berasal dari keluarga the have. Pendidikan memang bukan monopoli orang kaya. Siapapun berhak untuk mengenyam pendidikan dan menjadi pandai. Termasuk orang miskin.
Meskipun ada sekolah gratis seperti Bogor EduCARE, yang terjadi di lapangan belumlah menggembirakan. Animo masyarakat tergolong rendah. Banyak pihak yang menaruh curiga dengan penyelenggaraan pendidikan semacam ini. Hal ini dapat dimaklumi. Di jaman yang serba mahal ini, mana ada sih orang yang mau memberi secara gratis.

Monday, January 16, 2006

Puyeng

Setelah sejak Jum'at malem kepala ini pot-mpotan, akhirnya mulai mendingan juga. Agak enteng sekarang. Meskipun blon 100%. That's better than never.
Kalo sakit yang lain kayaknya mau ngapa-ngapain masih bisa. Tapi kepala yang cuman atu-atunya ini yang diserang, nyerah deh. Ampuuuuuuuuuuun ampun ampun ampun. Gak berkutik aku. Sudah buat tidur selama dua hari tiga malem gak mau ilang juga. Ya terpaksa minum obat puyeng. Atas advis istri. Benernya gak pengen minum obat. Tapi udah nyerah aku. Setelah nelen satu kaplet isi empat tablet, puyengnya mulai minggat dikit-dikit.
Mudah-mudah besok bisa sembuh total dan bisa ngantor lagi. Dan puyeng sialan tidak balek lage. Amin.

Wednesday, January 11, 2006

Bakso BEC

BEC tempatku kerja sekarang hari ini mengadakan kegiatan Bakti Sosial dengan acara pemotongan hewan korban seekor sapi. Lokasi yang dipilih adalah Kampung Pabuaran di daerah Megamendung, Ciawi. Kegiatan ini biasanya diadakan setahun sekali setiap Idul Adha dengan lokasi yang berbeda-beda. Setelah sapi dipotong, kemudian dibagi-bagikan ke penduduk setempat. Makan siang. Pulang.

Bogor EduCARE (BEC), kalo pengen tau, merupakan lembaga pendidikan yang diperuntukkan bagi lulusan sma & sederajat dari keluarga tidak mampu. Jadi yang kuliah di situ tidak bayar alias gratis. 100% GRATIS. Program studi yang dipelajari adalah Administrasi Perusahaan. Beban studi yang harus diselesaikan setara D3 tapi masa studinya hanya satu tahun. Karena itu kuliahnya tidak tanggung-tanggung. Dari Senin sampai Jum'at. Jam 8 pagi sampai 4 sore. Makanya biasanya di bulan pertama banyak mahasiswa yang stres bahkan jatuh sakit. Tapi itu karena akibat adaptasi. Setelah bulan pertama lewat, biasanya terus lancar-lancar aja. Kalo you lulusan sma, bokap nyokap gak sanggup nguliahin tapi masih pengin nerusin kuliah, otaknya lumayan encer, punya motivasi dan semangat, atau punya sodara atawa kenalan yang kondisinya sama, cobain aja ngedaftar di BEC. Siapa tau, kalo emang rejekinya, bisa masuk.

Tuesday, January 10, 2006

Kurban

Hari ini idul adha dirayakan. Aku kurang pagi berangkat sholat id karena menunggu anak-anak dan istriku sehingga harus rela sholat di emperan masjid. But it's okay. Selesai sholat, seperti tahun-tahun kemarin, acara pemotongan hewan kurban dilaksanakan. Setelah orang-orang pada pulang sebentar untuk ganti baju dan sarapan. Tahun ini ada dua sapi dan tujuh ekor kambing. Lumayan dibandingkan tahun lalu. Seperti juga tahun kemarin, aku juga turut menjadi panitia yang mengurusi kurban. Menyenangkan. Karena bisa rame-rame dengan tetangga memotong-motong daging kurban, membungkus dan kemudian membagikannya kepada yang berhak. Jam 12 acara pembagian sudah selesai. Setelah sholat lohor tinggal bersih-bersih masjid yang kotor dengan sisa darah dan daging.

Siangnya mbantuin istri mberesin pot-pot phalaenopsisnya. Aku bikin lubang di pot untuk tempat kawat masuk sehingga bisa aku gantungin di rak yang sudah aku siapkan di dinding rumah pak Hendro. Sekarang sudah kelihatan rapi. Tinggal satu anggrek yang lagi berbunga saat ini. Sebelumnya ada dua phalaenopsis dan satu dendrobium lainnya yang berbunga.
Ini foto anggrek bulan atau phalaenopsis yang jadi klangenannya istriku.



Saya sendiri suka berkebun. Suka taneman. Dua hari yang lalu saya beli jeruk sunkist untuk mengisi lubang bekas jeruk limau yang sudah aku tebang beberapa hari yang lalu. Lumayan juga harganya. Tiga puluh ribu. Itupun setelah aku tawar dari Rp. 35.000. Tapi, biar mahal, tetep aku beli. Namanya juga seneng.

Sunday, January 08, 2006

Pesta Rambutan

Kompas bilang cerpen yang aku kirim 12/1/05 ini gaya bahasanya masih terlalu dewasa untuk anak-anak sehingga dikembalikan lagi 7/3/05. Nggak papa, dia yang punya koran kok.

Hari ini liburan sekolah dimulai. Aku jadi ingat lagi janji ayah. “Izal, kalau Izal libur nanti kita main ke rumah Opung yuk,” begitu kata ayah waktu itu.
Jam 5 pagi aku sudah bangun. Tanpa harus dibangunkan ibu. Biar bisa berangkat pagi maka aku segera mandi. Airnya dingin, tetapi tidak aku rasakan. Reyhan, adikku, juga ikut bangun. Mendengar suara gaduh, teriakanku ketika minta sabun mandi yang baru ke ibu. Sabun yang ada di kamar mandi tinggal sedikit. Kalau buat mandi sudah tidak keluar busanya. Aku paling suka main busa sebelum mandi.
“Ibuuuuu……. Minta sabun mandi baru. Yang ini sudah tinggal dikit nih,” pintaku pada ibu.
“Ya, sebentar,” jawab ibu.
Nggak lama kemudian, ibu mengetuk pintu kamar mandi. Sabun mandi baru ibu sodorkan ketika pintu kubuka.
Melihat aku mandi, Reyhan minta mandi juga.
“Reyhan mau mandi juga sekarang ah,” katanya. “Ibu, Reyhan mau mandi dong. Kayak mas,” sambil mengusap-usap matanya yang masih ada beleknya.
Setelah aku dan adikku Reyhan berpakaian rapi, ibu menyiapkan sarapan. Kata ibu, biar cepat, aku sama Reyhan disuruh makan duluan. Ketika kami makan ayah masuk ke kamar mandi. Sementara itu ibu memberesi tas yang nanti akan dibawa. Dari ruang makan terdengar suara ayah yang menyanyi sambil mandi. Suara gemericik air diselingi alunan lagu yang dinyanyikan ayah. Ibu kemudian mengambil handuk dan siap di dekat kamar mandi. Menunggu ayah selesai mandi. Rupanya ibu hanya sebentar saja menyiapkan bekal yang akan dibawa nanti.
Jam di ruang tamu menunjukkan pukul 6:30. Aku, Reyhan, ayah dan ibu sudah rapi. Kami siap berangkat.
“Semua sudah siap?” ayah bertanya kepada kami.
“Okay yah!” serempak aku dan Reyhan menjawab dengan semangat.
“Ibu, sudah tidak ada yang ketinggalan?” gantian ayah bertanya ke ibu.
“Beres. Rasanya nggak ada yang ketinggalan,” jawab ibu sambil memasukkan baju gantinya Reyhan ke dalam tas.
Aku tinggal di desa Cibadak. Nggak tahu kenapa namanya seperti itu. Mungkin dulu ada badak yang suka mandi di sungai dekat rumahku. Kalau mau ke jalan raya yang dilewati angkot harus jalan kaki dulu atau naik ojek. Dari desa tempat aku tinggal sampai ke kota Bogor jaraknya 15 km. Untungnya ayah tahu keinginanku. Kami semua naik ojek ke jalan raya. Begitu sampai, sudah terlihat angkot yang menuju Bogor. Rupanya supirnya sudah melihat sebelum kami sampai, sehingga dia berhenti dan menunggu dengan sabar.
Perjalanan dengan angkot ke Bogor terasa lama. Padahal sebenarnya cuma sebentar. Itu karena aku ingin cepat-cepat sampai. Setelah tiba di Bogor, kami ganti naik kereta api. Kereta yang kami tumpangi ini namanya KRL. Kata ayah singkatan dari Kereta Rel Listrik. Suara kereta ini berisik sekali. Walaupun begitu, aku senang naik KRL. Bentuknya panjang kayak ular. Ketika lewat belokan aku bisa melihat gerbong bagian depan dari gerbongku. Lewat jendela gerbongku, pohon-pohon kelihatan berlarian ke arah belakang kereta. Aneh rasanya. Tapi aku suka. Meskipun bikin pusing kepala.
Dari kejauhan stasiun kereta Depok Baru sudah kelihatan atapnya. Ada empat stasiun yang dilewati sebelum keretaku sampai stasiun ini. Rumah Opung masih jauh. Untuk sampai disana, harus naik angkot sekali lagi dari terminal dekat stasiun.
Opungku tinggal di desa Cipayung. Opung itu bahasa Batak. Artinya kakek atau nenek. Aku punya Opung karena bulik Asih, adiknya ayah, yang tinggal di Semarang menikah dengan om Bayu. Om Bayu ini orang Batak. Opung yang ada di Cipayung ini ayahnya om Bayu yang tinggal di Semarang. Jadi meskipun ayah dan ibuku orang Jawa, tapi aku punya Opung Batak.
Angkot yang aku tumpangi berjalan ngebut. Kadang-kadang agak pelan karena jalan berlubang atau ada orang nyeberang. Tanpa terasa angkot sudah berhenti di depan rumah Opung. Dari jalan, rumah Opung tidak kelihatan. Tempat tinggal Opung ada di belakang pepohonan yang rimbun. Yang menjadi kejutan menyenangkan, pohon rambutan Opung sedang berbuah lebat. Rasanya sudah nggak sabar untuk segera memanjatnya.
Ternyata Opung sudah menunggu di depan pintu ketika kami datang. Sebelum berangkat, tadi ayah sempat menelpon Opung dulu. Aku mencium tangan Opung laki-laki kemudian Opung perempuan. Reyhan menirukan apa yang aku lakukan. Begitu juga ayah dan ibu. Setelah duduk di ruang tamu sebentar, aku mendekati Opung laki-laki.
“Opung, boleh nggak Izal manjat pohon rambutan?” tanyaku. “Izal akan hati-hati kok.”
“Iya boleh,” kata Opung, “tapi bener ya, hati-hati.”
Aku dan Reyhan lari ke luar menuju pohon rambutan. Saking senangnya sampai lupa mengucapkan terima kasih. Kebetulan pohonnya tidak terlalu tinggi. Kami langsung memanjat sambil mataku jelalatan mencari rambutan yang berwarna merah. Saat rambutan sudah ada di tangan, dengan tak sabar aku kupas. Daging rambutan yang putih berair itu segera masuk ke mulut. Aku makan buah rambutan di atas pohon. Persis seperti seekor monyet. Rasanya manis sekali dan banyak airnya. Sudah tidak terhitung berapa butir yang aku makan. Ketika menunduk, aku lihat kulit rambutan bertebaran dimana-mana. Rupanya sudah banyak rambutan yang aku makan. Pantesan perutku terasa penuh. Hal yang sama juga dialami Reyhan. Dia malah sudah tidak makan dari tadi. Tapi Reyhan masih nongkrong di sebelahku, di atas dahan lain.
Tak terasa hari sudah siang. Ayah dari bawah pohon meminta kami berdua supaya turun.
“Ayo, Izal, Reyhan, turun. Sudah saatnya kita pamit pulang.” Ayah berkata sambil meraih rambutan merah yang menggelantung di dekatnya.
“Sebentar ayah. Izal mau ngambil buat bekal pulang nanti,” kataku.
“Tapi jangan lama-lama ya.”
Setelah seluruh kantong baju dan celanaku penuh rambutan, aku turun. Reyhan sudah turun sejak tadi. Rupanya dia sudah bosan ada di atas pohon. Kami semua berpamitan sama Opung berdua dan mengucapkan terima kasih. Puas rasanya menikmati rambutan hari ini. Sebuah pesta rambutan yang tak terlupakan.

Cibadak DP, 10 Januari 2005

Teleng


Di depan rumahku ada tanaman merambat. Bunganya berwarna biru. Orang-orang menyebutnya bunga teleng. Sebagian orang kadang ada yang minta bunganya untuk obat tetes mata. Sedikit air matang dicampur dengan bunga tersebut akan berubah warna menjadi kebiru-biruan. Dari campuran itulah yang diteteskan ke mata bayi. Katanya matanya nanti akan berbinar-binar dan bersih dari tahi mata. Bahasa Latin dari bunga teleng adalah CLITORIA TERNATE. Sampeyan tahu, kira-kira kenapa namanya seperti itu?

Friday, January 06, 2006

Aceh Tidak Butuh Siput

Sekaligus untuk mengenang tragedi tsunami 26 Desember 2004 yang lalu, opini ini pernah aku kirim ke PR pada 11/1/05 tapi gak ada beritanya sampai sekarang. Nggak laku kali ye hehehehe..........

New York dihantam tsunami. Miss Liberty tenggelam sampai pundak. Ratusan ribu manusia tenggelam di salah satu kota teramai di dunia ini. Amerika tidak berdaya menghadapi bencana ini. Negara superpower menjadi hilang kekuatannya ketika menghadapi power Tuhan. Ketika bencana terjadi, pemimpin negara segera memerintahkan anak buahnya untuk mengevakuasi para korban. Dengan demikian, jumlah korban juga dampak pascabencana dapat diminimalkan. Bahkan presiden menjadi orang terakhir yang mengungsi sehingga pada akhirnya malah ikut menjadi korban. Itulah gambaran yang diberikan oleh film Hollywood The Day After Tomorrow yang dibintangi Dennis Quaid dengan arahan sutradara Roland Emmerich.

Bencana Aceh yang terjadi hari Minggu 26 Desember 2004 meninggalkan banyak pekerjaan yang harus diselesaikan sampai saat ini. Minggu yang merupakan hari yang ditunggu-tunggu oleh para pekerja. Hari dimana segala kejenuhan di kantor dapat terlupakan sejenak. Hari saat keluarga bisa berkumpul dan bepergian bersama, telah berubah bila Tuhan berkehendak lain. Kosa kata Jepang Tsunami yang berarti ombak pertama yang besar telah menjadi bagian kelam kehidupan rakyat Aceh.

Data resmi yang dikeluarkan Departemen Kesehatan menyatakan jumlah korban tsunami 104.055 jiwa. Jumlah ini merupakan angka terbesar dibandingkan negara lain seperti Sri Lanka, India, Thailand, dan beberapa negara di Afrika. Melihat jumlah korban yang begitu besar, sudah bisa dipastikan kerusakan yang terjadi di Aceh sungguh luar biasa. Yang diperlukan sekarang adalah segera memulihkan kembali kehidupan rakyat Aceh yang hancur oleh tsunami.

Sudah tidak mungkin lagi Aceh bangkit sendiri. Seluruh rakyat Indonesia harus menyisingkan lengan baju bersatu dan bergotong royong, membantu rakyat Aceh. Bukan cuma berwujud uang tetapi juga berupa sandang, pangan, obat-obatan, tenaga dan pikiran, juga mengembalikan tempat tinggal mereka.

Trenyuh sekali melihat penderitaan yang dialami mereka. Lebih-lebih melihat kerja pemerintah yang begitu lambat. Sudah dua pekan kejadian lewat. Namun demikian, masih banyak mayat-mayat yang belum dikuburkan. Sebagaimana yang terjadi di Pantai Lamting yang berada di Pulau Nasi yang hanya berjarak 18 mil laut dari Banda Aceh. Ada ratusan mayat yang terdampar di pantai pulau ini yang belum dikuburkan. Sudah bisa dipastikan kondisi mereka rusak dan membusuk. Begitupun di tempat-tempat lain. Mayat yang bercampur dengan puing masih ada dimana-mana. Penyakit kolera, infeksi saluran pernapasan akut, disentri dan herpes akan menjadi musibah susulan bila jenazah-jenazah tersebut masih membujur di situ.

Sangat disayangkan para pejabat lebih sibuk mengatur jadwal kunjungan ke Aceh. Bukannya jadwal terjun langsung bersama anak buahnya ke medan bencana. Banyaknya negara lain yang mengirimkan sukarelawan beserta peralatannya cukup sangat membantu sekaligus membuat malu. Indonesia yang berpenduduk 210 juta lebih nyatanya masih harus dibantu tenaga asing untuk menyelesaikan bencana Aceh. Sementara aparat daerah serta militer setempat tidak bisa diharapkan kinerjanya secara maksimal. Apalagi sebagian dari mereka juga kehilangan keluarga dan harta bendanya, bahkan nyawa.

Mengikuti berita yang terus-menerus disiarkan di televisi, radio, maupun media cetak, Aceh belum dibantu secara maksimal. Banyak sekali bantuan yang masih menumpuk di tempat-tempat penampungan yang ada di kota-kota lain seperti Yogyakarta dan Jakarta. Ada kendala yang harus segera diatasi. Tidak adanya sarana pengangkutan ke Aceh yang bisa digunakan menjadikan bantuan tersebut tidak ada artinya. Kondisi lain yang memprihatinkan adalah adanya pungutan liar. Hal ini dilakukan oleh warga setempat maupun aparat terhadap mobil-mobil yang mengangkut bantuan dan sukarelawan yang masuk ke lokasi bencana.

Dengan banyaknya mayat dan puing yang masih bertebaran di mana-mana, diperlukan adanya sukarelawan-sukarelawan yang mau terjun ke Aceh. Tenaga untuk membersihkan itu semua, terutama mengevakuasi dan menguburkan jenasah, sangat dibutuhkan. Sayangnya sampai saat ini banyak sukarelawan yang menumpuk di daerah kota. Belum banyak kelompok sukarelawan yang beroperasi di daerah terpencil. Upaya kelompok sukarelawan bentukan kementerian BUMN yang terdiri dari RS Hasan Sadikin, Serikat Pekerja BUMN, Wanadri, Orari dan lain-lain berusaha menembus lokasi terisolir patut diikuti. Namun perlu diingat juga adanya seleksi sukarelawan sebelum mereka diberangkatkan. Bagaimanapun juga mereka harus merupakan orang-orang yang mandiri, tangguh, dan tegar. Alangkah justru akan merepotkan yang lain, seandainya mereka menjadi sukarelawan tetapi memegang mayat saja tidak mau atau malah tidak berani. Di Aceh nanti, mereka juga tetap harus memenuhi kebutuhan mereka sendiri seperti makan, minum dan tempat tinggal. Dukungan dari pemerintah terhadap kesehatan sukarelawan juga diperlukan. Langkah Kantor Pusat PMI di Jakarta menyuntik 116 sukarelawan dengan vaksin antikolera dan antitetanus sebelum mereka diberangkatkan cukup bagus.

Dengan adanya bencana di wilayah Indonesia bagian paling Barat ini, tindakan SBY dan pemerintahannya dalam mengatasi bencana sekarang menjadi sorotan rakyat. Bencana Aceh merupakan tugas yang perlu segera diselesaikan. Program kerja 100 hari pemerintahan SBY belum selesai. Penyelesaian Aceh yang cepat bisa dipastikan akan memberikan poin yang tinggi untuk pemerintah sekarang. Kesan lambat dapat ditepis dengan menunjukkan kesigapan kerja dalam memulihkan Aceh. Yang diinginkan rakyat terutama Aceh adalah penanganan yang cepat, tidak lelet seperti siput.

Refreshing


Nyantai di kebun raya Bogor.

Thursday, January 05, 2006

Recycling

Mumpung punya wadah, barang-barang lamaku aku masukin dulu ach. Beberapa tulisanku yang nggak laku di koran aku taruh aja di sini hehehehehe......... punya-punyaku sendiri. Tul nggak? Jadi sori aja, kalo sampeyan agak nggak sreg ya.......... harus mau sreg. Hidup sreggggg!! Hlo? piye toh?

Wednesday, January 04, 2006

Budget Accommodation for Your Needs

Cheap rooms actually can be found anywhere, including in the major cities around the globe. Those allow you easily access to business services and traveler attractions. They also provide a comfy place and basic amenities for your needs of accommodation.